Mohon tunggu...
Risal Gantizar Gifari
Risal Gantizar Gifari Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Administrasi Pendidikan - Teknisi Hardware Komputer & Operator Data - Pelaksana Manajemen Pendidikan

Saya adalah seorang Dosen sekaligus Pegawai Honorer, maklum istilah orang Sunda itu saya 'berbakat' alias 'bakat ku butuh' (saking butuhnya) untuk menyambung hidup, jadi saya mengambil dua pekerjaan sekaligus, hehe... Saya senang membaca dan menulis, juga hobi main game dan kadang LIVE game balap Rally di TikTok, nama akunnya @tag.yaz (Uncle_Boomer~80s😎)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nasional Sosialisme dan Pancasila: Perpaduan Ideologi yang Menyelamatkan Esensi Bangsa

11 Januari 2025   02:58 Diperbarui: 11 Januari 2025   02:58 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika kita berbicara tentang ideologi, kita berbicara tentang nilai-nilai yang menjadi panduan, arah, dan tujuan sebuah bangsa. Di Indonesia, Pancasila berdiri sebagai fondasi kokoh yang mengarahkan perjalanan kita sebagai sebuah negara. Ia bukan hanya sekadar dokumen sejarah, melainkan penjabaran nilai-nilai luhur yang mengakar pada budaya dan jiwa bangsa. Namun, realita yang ada sering kali membuat kita bertanya-tanya: apakah Pancasila benar-benar diterapkan sebagaimana mestinya? Ataukah ia justru tergerus oleh derasnya arus kapitalisme global?

Kapitalisme, dengan segala daya tariknya, telah menjadi salah satu ideologi paling dominan di dunia. Namun, di balik janji kemakmuran dan kemajuan, ia menyisakan kesenjangan yang semakin melebar, ketidakadilan yang semakin nyata, dan kehancuran lingkungan yang tak terhindarkan. Bagi Indonesia, dampak kapitalisme terasa begitu mendalam. Sumber daya alam kita yang melimpah kerap menjadi sasaran eksploitasi korporasi asing, sementara rakyat kecil hanya bisa menonton dari pinggir lapangan. Dalam kondisi ini, nilai-nilai Pancasila, khususnya sila kelima, "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," seperti kehilangan daya.

Namun, apakah ini berarti Pancasila telah gagal? Tentu tidak. Yang gagal adalah sistem yang kita pilih untuk menjalankan Pancasila. Kapitalisme tidak pernah dirancang untuk menciptakan keadilan; ia hanya dirancang untuk memaksimalkan keuntungan. Dan ketika keuntungan menjadi satu-satunya tujuan, rakyat kecil, lingkungan, bahkan kedaulatan bangsa, akan selalu menjadi korban.

Di sinilah nasional sosialisme menawarkan sebuah alternatif. Bukan sebagai pengganti Pancasila, melainkan sebagai pelengkap yang memperkuat implementasinya. Nasional sosialisme adalah tentang menempatkan bangsa di atas segalanya, memastikan bahwa setiap kebijakan, setiap langkah, diambil demi kepentingan rakyat, bukan segelintir elit. Esensi ini sejalan dengan cita-cita Pancasila yang menempatkan kesejahteraan bersama sebagai tujuan akhir.

Nasional sosialisme juga menawarkan kontrol negara yang lebih besar atas sumber daya strategis, memastikan bahwa kekayaan bangsa benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat. Ini bukan tentang menghapus pasar atau menolak inovasi, tetapi tentang menciptakan keseimbangan yang adil. Allah SWT berfirman:

"Dan janganlah kamu memberi sebagian harta kepada orang-orang yang lemah akal, yang di bawah perwalianmu, yang Allah jadikan untukmu sebagai penopang kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik." (QS. An-Nisa: 5).

Ayat ini menegaskan pentingnya pengelolaan harta yang bijak, adil, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat luas. Dalam kapitalisme, pengelolaan harta sering kali hanya menguntungkan segelintir orang. Nasional sosialisme hadir untuk memastikan bahwa kekayaan bangsa benar-benar menjadi berkah bagi seluruh rakyat, sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan juga ajaran agama.

Lalu, bagaimana dengan kebebasan individu? Bukankah nasional sosialisme sering dianggap membatasi kebebasan? Pertanyaan ini sering muncul dari kesalahpahaman terhadap esensi ideologi ini. Nasional sosialisme tidak menolak kebebasan; ia hanya memastikan bahwa kebebasan individu tidak merugikan kepentingan kolektif. Dalam konteks Indonesia, ini berarti memastikan bahwa setiap individu memiliki ruang untuk berkembang, tetapi tetap dalam koridor nilai-nilai Pancasila.

Dalam nasional sosialisme, kebebasan individu bukanlah tentang keserakahan atau kompetisi tanpa batas, melainkan tentang bagaimana setiap orang dapat berkontribusi untuk kebaikan bersama. Nilai ini sangat sejalan dengan falsafah gotong royong yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Gotong royong bukan sekadar konsep, tetapi warisan budaya yang telah terbukti menjadi kekuatan di masa-masa sulit. Ketika kapitalisme merayakan individualisme, nasional sosialisme menghidupkan kembali semangat gotong royong, menjadikannya landasan untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan adil.

Dalam sejarah perjuangan bangsa, nilai-nilai ini sering kali dihidupkan oleh para pahlawan. KH Hasyim Asy'ari, pendiri Nahdlatul Ulama, menegaskan bahwa membela tanah air adalah bagian dari kewajiban agama. Beliau berkata, "Barang siapa yang berjuang untuk tanah airnya, maka dia juga berjuang untuk agamanya." Kata-kata ini mengingatkan kita bahwa kecintaan pada tanah air adalah bagian dari iman. Dalam konteks ideologi, nasional sosialisme tidak hanya mempertahankan tanah air secara fisik, tetapi juga secara ekonomi, sosial, dan budaya.

Kapitalisme, di sisi lain, sering kali melemahkan semangat ini. Dengan menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama, ia mengorbankan solidaritas dan rasa memiliki yang menjadi inti dari kehidupan bermasyarakat. Sebaliknya, nasional sosialisme membangun sistem yang menjadikan persatuan dan keadilan sebagai prioritas. Dalam visi ini, tidak ada tempat bagi eksploitasi atau ketimpangan ekstrem yang merusak tatanan sosial.

Semangat ini juga tercermin dalam perjuangan Pangeran Diponegoro, yang berkata, "Kita melawan bukan karena kita benci pada mereka, tetapi karena kita mencintai tanah air kita." Nasional sosialisme memahami bahwa perjuangan melawan ketidakadilan bukanlah tentang kebencian, tetapi tentang cinta pada bangsa dan rakyat. Inilah yang membedakannya dari ideologi lain: ia tidak hanya menawarkan solusi, tetapi juga menghidupkan kembali semangat kebangsaan yang telah lama menjadi inti dari identitas kita.

Dalam Islam, persatuan umat adalah salah satu fondasi utama. Rasulullah SAW bersabda: "Perumpamaan kaum mukminin dalam saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakit." (HR. Muslim, no. 2586). Prinsip ini menggarisbawahi pentingnya solidaritas dan persatuan dalam kehidupan bermasyarakat. Nasional sosialisme menerjemahkan prinsip ini ke dalam kebijakan nyata, menciptakan masyarakat di mana setiap individu merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar.

Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana mewujudkan visi ini di tengah dominasi kapitalisme global. Kapitalisme telah menciptakan ilusi kemajuan, tetapi pada kenyataannya, ia hanya memperdalam kesenjangan. Nasional sosialisme menawarkan jalan keluar dari ilusi ini, dengan membangun sistem yang lebih adil dan berkelanjutan. Ia tidak hanya memberikan ruang bagi inovasi dan pertumbuhan, tetapi juga memastikan bahwa hasil dari pertumbuhan tersebut benar-benar dinikmati oleh seluruh rakyat.

Ketika kita berbicara tentang ekonomi dalam konteks nasional sosialisme, kita sebenarnya berbicara tentang bagaimana mengelola sumber daya alam dan potensi ekonomi bangsa dengan cara yang lebih bijak, adil, dan berkelanjutan. Kapitalisme mengajarkan kita untuk mengejar keuntungan tanpa memedulikan dampaknya pada masyarakat dan lingkungan. Negara-negara besar yang mengadopsi kapitalisme seringkali mengabaikan keberlanjutan dan kesejahteraan rakyatnya demi keuntungan sesaat. Dalam kasus Indonesia, kekayaan alam yang melimpah sering kali jatuh ke tangan korporasi asing yang tidak memiliki keterikatan emosional atau moral terhadap tanah air ini.

Nasional sosialisme mengedepankan kebijakan ekonomi yang berbasis pada prinsip keadilan sosial, dengan negara berperan aktif dalam mengatur perekonomian demi kepentingan rakyat. Ini bukan berarti negara akan mengambil alih seluruh sektor ekonomi, tetapi negara harus memastikan bahwa kebijakan ekonomi berpihak pada kesejahteraan rakyat, bukan hanya pada segelintir orang yang mengendalikan kapital. Kita harus ingat bahwa dalam sejarah, bangsa ini pernah memiliki semangat seperti ini, ketika pada masa perjuangan, kita tak hanya berjuang untuk kemerdekaan, tetapi juga untuk kedaulatan ekonomi.

Kyai Hasyim Asy'ari dalam banyak kesempatan menekankan pentingnya kemerdekaan ekonomi untuk menjaga kemerdekaan bangsa. Sebagaimana beliau mengatakan: "Merdeka itu tidak hanya soal mengusir penjajah, tetapi juga bagaimana kita bisa mengatur kehidupan kita sendiri tanpa tergantung pada pihak luar." Pernyataan ini sejalan dengan prinsip nasional sosialisme yang menekankan pada kemandirian ekonomi dan nasionalisme ekonomi. Kita harus bisa mengelola kekayaan alam yang ada untuk kemakmuran rakyat Indonesia, bukan untuk memperkaya korporasi asing atau kelompok elit yang hanya mengejar keuntungan pribadi.

Sejarah Indonesia juga mencatat bagaimana perjuangan kemerdekaan tidak hanya dipimpin oleh tokoh-tokoh besar seperti Soekarno dan Hatta, tetapi juga oleh para pahlawan yang memahami bahwa kemerdekaan sejati adalah kemerdekaan ekonomi. Cut Nyak Dien, yang gigih melawan penjajah Belanda, berkata: "Aku akan mati dalam perjuangan ini, tetapi tanah airku akan tetap hidup." Cinta tanah air yang mendalam ini tidak hanya terbatas pada pembebasan dari penjajahan fisik, tetapi juga bagaimana tanah air tersebut dikelola untuk kesejahteraan rakyatnya. Inilah yang seharusnya menjadi dasar dari kebijakan nasional sosialisme: negara hadir sebagai pelindung dan pengatur kesejahteraan rakyat, bukan sebagai pihak yang membiarkan eksploitasi terhadap kekayaan alam negara.

Nasional sosialisme juga tidak hanya membahas ekonomi, tetapi juga tentang budaya dan identitas bangsa. Dalam kapitalisme, kita sering kali terjebak dalam pengaruh budaya asing yang menggeser nilai-nilai lokal. Pengaruh ini semakin kuat dengan adanya globalisasi, yang menyebabkan budaya dan tradisi lokal sering kali terlupakan. Kapitalisme, dengan sifatnya yang globalis, mendorong masyarakat untuk mengadopsi gaya hidup yang tidak sesuai dengan identitas budaya mereka. Sebaliknya, nasional sosialisme menekankan pentingnya menjaga dan mengembangkan budaya lokal yang mencerminkan jati diri bangsa.

Sebagaimana para wali songo yang membangun peradaban Islam di tanah Jawa, kita juga harus membangun peradaban yang mencerminkan identitas bangsa Indonesia. Wali Songo tidak hanya menyebarkan ajaran agama, tetapi juga mendidik masyarakat untuk mencintai tanah air mereka, menjaga kearifan lokal, dan membangun solidaritas dalam masyarakat. Nasional sosialisme mengangkat kembali semangat ini, menjadikan negara sebagai pelindung budaya dan identitas bangsa, bukan sebagai alat untuk mengaburkan jati diri masyarakat dengan pengaruh budaya asing yang merusak.

Dalam konteks ini, nasional sosialisme tidak hanya berbicara tentang politik dan ekonomi, tetapi juga tentang bagaimana sebuah bangsa dapat menjaga dan merawat nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh para pendahulunya. Kapitalisme, meskipun menjanjikan kemajuan dan modernitas, sering kali membawa dampak negatif terhadap struktur sosial dan budaya bangsa. Nasional sosialisme menawarkan alternatif dengan kembali ke akar budaya dan sosial yang menghargai persatuan, solidaritas, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kita tak bisa menutup mata terhadap kenyataan bahwa kapitalisme, dengan segala daya tariknya, telah mengubah pola pikir masyarakat menjadi semakin materialistik. Sistem yang mengutamakan keuntungan pribadi telah mengikis nilai-nilai gotong royong dan kekeluargaan yang dulu menjadi tulang punggung masyarakat Indonesia. Pada akhirnya, kapitalisme memupuk kesenjangan, menciptakan jurang yang semakin lebar antara yang kaya dan miskin. Meskipun kita sering mendengar klaim tentang kemakmuran dan kemajuan ekonomi yang dibawa oleh sistem ini, faktanya justru kebanyakan rakyat kita masih terjebak dalam kemiskinan dan ketidakpastian ekonomi.

Kita bisa melihat di berbagai belahan dunia bagaimana kapitalisme menghasilkan ketidakadilan yang mendalam, menghancurkan lingkungan, dan merusak tatanan sosial. Negara-negara berkembang seperti Indonesia sering kali menjadi korban dari sistem ini, di mana sumber daya alam mereka dieksploitasi habis-habisan, sementara rakyatnya hanya mendapatkan sedikit manfaat. Inilah saatnya kita bertanya, apakah kita akan terus membiarkan negara kita terjerat dalam ketidakadilan global ini, ataukah kita akan bangkit untuk melawan dan mengambil kembali kendali atas nasib bangsa?

Di sinilah nasional sosialisme menjadi relevan. Ia memberikan solusi yang tidak hanya menguntungkan sebagian kelompok, tetapi untuk seluruh rakyat Indonesia. Dalam nasional sosialisme, negara berperan sebagai penjaga kesejahteraan rakyat dan pengatur kebijakan yang berpihak pada keadilan sosial. Dengan memperkuat peran negara dalam ekonomi, kita dapat memastikan bahwa sumber daya alam dan potensi ekonomi negara digunakan untuk kemakmuran seluruh rakyat, bukan hanya untuk segelintir orang yang memiliki akses kekayaan. Inilah inti dari keadilan sosial yang menjadi dasar Pancasila. Negara tidak hanya menjadi alat kekuasaan, tetapi juga pelindung bagi rakyatnya.

Tentu saja, ini bukan berarti menolak inovasi atau kemajuan. Nasional sosialisme tidak menghapuskan pasar atau perkembangan teknologi, tetapi menempatkannya dalam koridor yang mengutamakan kepentingan bersama. Perekonomian pasar tetap dapat berjalan, tetapi harus dikelola dengan penuh tanggung jawab, memastikan bahwa hasil dari pertumbuhan ekonomi dapat dirasakan oleh seluruh rakyat, tanpa terkecuali. Sektor-sektor penting yang menyangkut kebutuhan dasar rakyat seperti pendidikan, kesehatan, dan pangan harus tetap berada dalam kendali negara, agar tidak jatuh ke tangan kapitalis yang hanya mengutamakan keuntungan pribadi. Ini adalah salah satu implementasi dari sila kelima Pancasila yang menuntut adanya "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."

Pahlawan-pahlawan Indonesia yang kita agungkan, seperti Pangeran Diponegoro dan Cut Nyak Dien, sudah sejak lama menegaskan pentingnya perjuangan untuk kemerdekaan bangsa, tidak hanya dari penjajah asing, tetapi juga dari ketidakadilan dalam sistem yang ada. Pangeran Diponegoro, dalam perjuangannya melawan penjajahan Belanda, berkata: "Hidup untuk tanah air adalah hidup yang mulia, karena tanah air adalah tempat kita mengabdi dan berjuang." Ini menunjukkan bahwa cinta tanah air harus diartikan lebih dari sekadar kebanggaan nasional, tetapi juga sebagai tanggung jawab untuk memperjuangkan kesejahteraan dan kedaulatan negara. Nasional sosialisme, dengan fokusnya pada keadilan sosial dan kemandirian ekonomi, adalah jalan yang dapat mengantarkan kita pada cita-cita ini.

Melihat sejarah Indonesia, kita tidak bisa memisahkan perjuangan agama dan perjuangan bangsa. Kyai Hasyim Asy'ari, dalam membela tanah air, juga menegaskan bahwa perjuangan untuk kemerdekaan adalah perjuangan yang dibenarkan oleh agama. Beliau berkata: "Mengusir penjajah dari tanah air kita adalah bagian dari jihad." Jihad, dalam konteks ini, adalah upaya untuk menjaga kedaulatan dan kesejahteraan negara agar tidak jatuh ke tangan penjajah ekonomi atau kekuatan asing. Nasional sosialisme, dengan semangatnya yang mengutamakan kedaulatan nasional dan kesejahteraan rakyat, merupakan penerapan nilai-nilai ini dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di era modern.

Kapitalisme sering kali mengabaikan aspek moralitas dan agama dalam sistem sosial. Ketika laba menjadi tujuan utama, moralitas bisa dengan mudah dilupakan. Islam mengajarkan bahwa kesejahteraan sosial dan keadilan adalah bagian dari kewajiban setiap individu dan negara. Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya, pemimpin adalah pelayan rakyat, dan pemimpin yang terbaik adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi rakyatnya." Dalam konteks ini, nasional sosialisme menekankan bahwa negara harus bertindak sebagai pelayan rakyat, memastikan bahwa kebijakan ekonomi dan sosial benar-benar berpihak pada kesejahteraan rakyat, bukan pada kepentingan kelompok tertentu. Dengan demikian, nasional sosialisme bukan hanya sebuah ideologi politik, tetapi juga ideologi yang sejalan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam yang mengutamakan keadilan dan kesejahteraan.

Kini saatnya bagi kita untuk merenung lebih dalam, apakah kita akan terus terperangkap dalam sistem yang semakin memperburuk ketidakadilan sosial, ataukah kita akan memilih jalan yang mengutamakan kepentingan bersama, yang tidak hanya menjanjikan keuntungan bagi segelintir orang, tetapi untuk seluruh rakyat Indonesia? Nasional sosialisme, yang memperjuangkan keadilan sosial dan kemandirian ekonomi, menawarkan alternatif yang tepat untuk menghadapi tantangan ini.

Dalam menjalani perjalanan ini, kita tak bisa hanya melihat masa kini tanpa memahami akar masalah yang mendalam. Kapitalisme, meskipun menjanjikan kemajuan dan inovasi, pada akhirnya hanya mengutamakan segelintir orang yang memegang kendali atas sistem ekonomi global. Ini adalah sistem yang mendewakan keuntungan pribadi dan mengorbankan solidaritas sosial. Kesenjangan antara yang kaya dan miskin semakin melebar, dan ini menciptakan ketidakstabilan sosial yang dapat mengancam kedamaian dan kesejahteraan kita sebagai bangsa.

Namun, dalam nasib buruk ini terdapat peluang. Sebagai bangsa yang telah melalui sejarah panjang perjuangan untuk meraih kemerdekaan, kita memiliki modal besar: semangat persatuan, gotong royong, dan keinginan untuk membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Nasional sosialisme, sebagai ideologi yang menempatkan kepentingan rakyat sebagai prioritas, bisa menjadi jawaban bagi masalah-masalah tersebut. Ideologi ini memahami bahwa kemajuan yang sejati hanya bisa tercapai ketika kesejahteraan rakyat merata dan negara berfungsi sebagai pelindung serta pengatur kebijakan yang adil.

Konsep nasional sosialisme menuntut negara untuk lebih aktif dalam mengelola ekonomi dan sumber daya alam, agar kekayaan tersebut tidak hanya mengalir ke tangan segelintir elit, tetapi dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Negara harus hadir untuk memastikan bahwa hasil dari pembangunan ekonomi dirasakan oleh setiap rakyat, bukan hanya untuk mereka yang memiliki kekuatan politik atau finansial. Hal ini sangat sejalan dengan sila kelima Pancasila, yang mengajarkan kita bahwa keadilan sosial adalah hak setiap warga negara.

Bukan berarti nasional sosialisme menutup kemungkinan adanya sektor swasta atau pasar yang berkembang. Namun, negara harus memegang kendali strategis dalam sektor-sektor yang krusial, seperti energi, pertanian, dan industri vital, untuk memastikan bahwa kepentingan rakyat tidak terabaikan. Ini juga mencerminkan semangat Pancasila, yang menuntut agar kebijakan ekonomi negara selalu berorientasi pada kepentingan rakyat dan tidak hanya berfokus pada keuntungan segelintir kelompok.

Mengutip pendapat dari tokoh bangsa, Haji Agus Salim pernah menegaskan bahwa "Bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki kemandirian ekonomi." Kemandirian ekonomi yang dimaksud adalah ekonomi yang mampu berdiri di atas kaki sendiri, mengelola kekayaan alam dan sumber daya manusia untuk kemakmuran bersama. Ini adalah prinsip yang sangat relevan dalam konteks nasional sosialisme, yang mengedepankan kemandirian dan keadilan sosial. Kita harus berhenti bergantung pada kekuatan luar yang seringkali mengeksploitasi potensi bangsa kita hanya untuk kepentingan mereka sendiri.

Dalam pandangan nasional sosialisme, negara bukanlah mesin yang hanya berfungsi untuk memperkaya elit atau melayani kepentingan pasar global. Negara adalah institusi yang harus melayani rakyat, menjamin kesejahteraan mereka, dan memastikan bahwa hak-hak mereka dihargai. Ini adalah prinsip dasar dari setiap sistem yang ingin mengutamakan keadilan sosial dan kebaikan bersama. Dan ini pula yang seharusnya menjadi panduan bagi kebijakan di Indonesia.

Melihat kembali sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, kita bisa melihat bagaimana para pejuang kita, seperti Pangeran Diponegoro, mengorbankan segalanya untuk tanah air yang merdeka. Mereka tidak hanya berjuang untuk mengusir penjajah fisik, tetapi juga untuk memastikan bahwa bangsa Indonesia dapat menentukan nasibnya sendiri, bebas dari pengaruh asing dan bebas dari ketidakadilan sosial. Pangeran Diponegoro mengingatkan kita bahwa kemerdekaan bukan hanya soal fisik, tetapi juga tentang kedaulatan ekonomi, politik, dan sosial. Nasional sosialisme, dengan semangatnya yang mengedepankan keadilan sosial dan kemakmuran bersama, adalah jalan yang dapat membawa kita ke arah tersebut.

Begitu pula dengan ajaran Islam yang selalu menekankan pentingnya keadilan dalam segala aspek kehidupan. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak akan melihat kepada harta dan tubuhmu, tetapi Dia akan melihat pada amal perbuatanmu, apakah kamu melakukannya dengan penuh keadilan dan dengan niat yang benar." Ini menunjukkan bahwa dalam menjalankan kehidupan sosial dan ekonomi, yang paling penting adalah keadilan. Kapitalisme seringkali menjauhkan kita dari prinsip ini, sedangkan nasional sosialisme menawarkan jalan yang lebih adil, yang menjamin kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Dengan semua ini, kita harus merenung dan bertanya pada diri kita sendiri: apakah kita akan terus terjebak dalam sistem yang tidak adil ini, yang hanya menguntungkan segelintir orang, ataukah kita akan mengambil langkah berani untuk kembali kepada prinsip-prinsip yang telah lama diajarkan oleh para pendiri bangsa dan para ulama kita? Nasional sosialisme bukanlah sebuah ideologi asing atau asing bagi kita, melainkan sebuah jawaban yang relevan untuk memastikan Indonesia tetap berdiri kokoh sebagai bangsa yang merdeka, adil, dan sejahtera bagi seluruh rakyatnya.

Dengan semangat ini, mari kita bersatu, bekerja bersama, untuk memastikan bahwa Indonesia bisa keluar dari bayang-bayang kapitalisme yang merusak dan membangun masa depan yang lebih adil dan bermartabat, sesuai dengan cita-cita Pancasila dan tuntunan agama. Dalam kesatuan ini, kita akan menemukan jalan menuju keadilan sosial yang sejati.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun