Ujung Selengkung Keluwung di Keriput Senyummu
           karya: Risal Fadhil Rahardiansyah
Setelah rinai hujan menyelimuti dipan bambu,
serangkai senyum sayu semburatkan harapan semu.
Lalu di antara desir angin lembayung,
terkungkung kemolekan selengkung keluwung yang menggulung tanpa ujung.
Jemari kecil menerka-nerka dan bertanya,
"Di mana ujung rona sapta warna bermuara?"
Dihiasi binaran netra meratapi nirwana yang beranjak pudar,
gelagar deru batin menggebu-gebu kian membakar.
Terlintas jejak bayang tangan-tangan rapuh,
peluh menetaskan getirnya hidup yang hampir runtuh.
Satu yang menjadi cambuk raga yang mengakar,
"Kejar dan carilah karsa sampai ke ujung bahar."
Dihabiskannya masa-masa nirmala tanpa berlabuh,
jatuh-bangun lalu tumbuh, dihajar arus deras yang merengkuh.
Terombang-ambing, terkapar lemah, karam dalam cacian,
santapan setiap waktu tatkala menelan pahitnya pil kehidupan.
Horizon menjadi saksi bungkam dalam mengarungi nestapa,
ribuan luka menghujam di tajamnya karang-karang samudera.
Badai datang menghantam bahtera seraya menyapa,
namun jiwa raga tak ingin lagi tenggelam dalam sengsara.
Dahaga serasa binasa menghiasi dayungan biduk,
kemelut rintihan sendu bersua dalam birai lubuk.
Hanya doa terpancar dalam setiap hembusan napas,
beraharap pedar tak sia-sia hanyut di lautan lepas.
Purnama kesekian kalinya hadir tak membawa tanda-tanda,
apa yang dinanti tak kunjung hadir di hadapannya.
Harapnya sederhana, hanya keluar dari jeratan pilu di masa lalu,
dan melihat rona datang dengan secercah harapan baru
Jangkar-jangkar usang telah dibenamkan,
layar-layar terbentang lebar telah diturunkan.
Kiranya tak ada lagi sekat untuk bergeming dengan tanda tanya,
pun tak ada lagi sisa air mata untuk menangisi rentetan lara.
Awan kelabu terdengar riuh membisikkan haru-biru,
mencoba menafsirkan makna yang bersemayam di antara tulang paru-paru.
Kini tinta lama telah tergurat kering pada lembar terakhirnya,
pertanda telah usai perjalanan mengarungi lautan aksara.
Tak disangka, apa yang dicarinya telah tampak di pelupuk mata,
ujung selengkung keluwung tergores di keriput senyum senja. Â Â Â Â
Terlihat raut-raut bahagia menyambut datangnya cita,
membawa impian setinggi cakrawala dalam dekapan kain toga.
Kediri, 12 Juli 2022
Biografi Penulis
Risal Fadhil Rahardiansyah, seorang mahasiswa tahun pertama di Universitas Negeri Malang. Fadhil, panggilan akrabnya. Lahir dan tumbuh di Kediri pada 17 Juli 2002. Saat ini Fadhil sedang menempuh perkuliahan di jurusan akuntansi. Fadhil merupakan seseorang yang memiliki motivasi yang tinggi dalam berkarya sastra melalui puisi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI