Dalam adegan menit 09:16–12:12, pada  Scene 1 Perjalanan menuju rumah opung Domu, Mak DDomu bertemu pak pendeta. Mak Domu menghadapi tekanan sosial untuk menjaga citra keluarga sebagai keluarga yang harmonis dan terhormat di hadapan Amang Pendeta, meskipun tengah berdebat dengan Pak Domu. Sebagai perempuan, ia dituntut untuk menahan emosinya dan menyembunyikan konflik, mencerminkan bagaimana perempuan sering kali dibebani tanggung jawab untuk menjaga keharmonisan dan reputasi keluarga, bahkan dengan mengorbankan ekspresi dirinya.
Pada  Scene 2 dan 3, Mak Domu menunjukkan kekesalannya terhadap Pak Domu yang mengambil keputusan sepihak untuk menutup kekurangan biaya acara Sulang-Sulang Pahoppu tanpa melibatkan dirinya dalam proses tersebut. Adegan ini menyoroti perasaan Mak Domu yang tidak dihargai sebagai seorang istri dalam pengambilan keputusan keluarga. Situasi ini mencerminkan ketimpangan gender dalam hubungan suami istri, di mana perempuan sering kali diabaikan dalam urusan yang seharusnya melibatkan kedua belah pihak secara setara, meskipun mereka juga memiliki tanggung jawab yang sama besar dalam keluarga.
Lalu dalam Scene 4, Pak Domu dan Mak Domu sepakat membuat kebohongan terkait perceraian untuk memancing ketiga anak laki-lakinya pulang dari perantauan. Namun, saat menjalankan drama kebohongan tersebut, Pak Domu mengucapkan pernyataan bahwa seorang ibu seharusnya tidak boleh bangun kesiangan karena tugasnya mengurus rumah tangga, sementara seorang bapak tidak masalah jika bangun siang. Meski bagian dari sandiwara, pernyataan tersebut mencerminkan bias gender yang mengakar, di mana beban tanggung jawab domestik sepenuhnya dilimpahkan kepada perempuan. Hal ini tidak hanya mereproduksi stereotip tradisional, tetapi juga memperlihatkan ketimpangan persepsi mengenai peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga, yang membuat Mak Domu merasa jengkel dan tidak dihargai. Perempuan sering kali ditempatkan di ranah domestik, sementara laki-laki lebih banyak berada di ranah publik, sebuah pembagian yang, baik disadari maupun tidak, sangat merugikan perempuan. Meskipun perempuan bekerja di luar rumah, mereka masih dibebani dengan tugas-tugas domestik dan sosial tanpa adanya pembagian kerja yang adil antara laki-laki dan perempuan (Syafe’i Imam, 2015).
Bagian 3Â
 Scene 1
 Scene 2
 Scene 3