Mak Domu : “kata bapakmu, jangan kan kenalan, jumpa kau pun gak mau kalau kerjaan mu cuman melawan”
Pada Scene 2 dan 3 tetap sama , dimana Pak Domu meminta untuk Mak Domu yang berbicara kepada anak – anak mereka dan memberi isyarat kepada Mak Domu disaat ada pesan yang yang disampaikan Mak Domu tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan Pak Domu.
Deborah Cameron menekankan bahwa bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga mencerminkan dan memperkuat struktur kekuasaan dalam masyarakat. Bahasa merepresentasikan dunia dari sudut pandang maskulin dan sesuai dengan kepercayaan yang distereotipekan tentang wanita, pria, dan hubungan di antara keduanya (Katubi, 2004). Dalam hal ini, ketidakpercayaan yang tercermin dalam bahasa atau sikap Mak Domu, seperti menunggu instruksi dari suaminya-adalah bagian dari hubungan kekuasaan yang tidak setara antara gender. Ketika seorang perempuan merasa bahwa perkataannya tidak dianggap valid atau kurang penting dibandingkan dengan perkataan suami, ini memperlihatkan bahwa otoritas dalam hubungan tersebut lebih sering diberikan kepada laki-laki, dan ini tercermin dalam cara mereka berinteraksi melalui bahasa.
Pak Domu memegang otoritas penuh atas isi pesan yang harus disampaikan, menunjukkan dominasi patriarki di dalam keluarga. Mak Domu, di sisi lain, tidak memiliki kuasa untuk mengubah atau menyesuaikan pesan tersebut sesuai dengan pemahamannya sendiri. Hal ini mencerminkan realitas budaya patriarki dalam tradisi Batak, di mana laki-laki sering kali memegang kendali penuh dalam pengambilan keputusan, sementara perempuan hanya berfungsi sebagai pelaksana atau penghubung. Peran ini juga menggambarkan bagaimana perempuan, meskipun memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga komunikasi keluarga, tetap berada di bawah kendali laki-laki dalam struktur sosial dan keluarga yang patriarkal. Adegan ini secara simbolis menunjukkan ketimpangan gender yang menjadi bagian dari dinamika keluarga tradisional dalam masyarakat Batak.
Bagian 2
Scene 1
Scene 2
Scene 3
Scene 4