Mendorong Kreativitas Sejak Dini: Faktor Pendukung dan Hambatan Perkembangannya
Â
 Murhima A. Kau, S.Psi, M.Si, Psikolog , Muh. Saldin, M.Si, Fadhilah Ahmad Qaniah, S.Psi, M.Si, Indah Khairunnisa Pakaya
(1)Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Gorontalo  Â
Email: ririna.pakaya@gmail.com
Abstrak
Â
Kreativitas merupakan potensi penting dalam perkembangan anak yang berperan dalam penyesuaian diri secara pribadi dan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan hambatan perkembangan kreativitas pada anak. Metode yang digunakan adalah studi literatur dengan mengkaji berbagai sumber dari buku, jurnal, dan penelitian terdahulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor pendukung kreativitas meliputi lingkungan yang merangsang, pola asuh demokratis, pendidikan yang memberi ruang eksplorasi, serta kesempatan bermain bebas. Sebaliknya, hambatan perkembangan kreativitas antara lain lingkungan yang otoriter, penekanan pada disiplin kaku, minimnya rangsangan, serta sikap negatif terhadap ide-ide kreatif anak. Kreativitas tidak hanya merupakan bakat bawaan, tetapi dapat dikembangkan melalui interaksi antara faktor bawaan dan lingkungan. Dengan menciptakan lingkungan yang mendukung, kreativitas anak dapat dikembangkan secara optimal sejak dini untuk membantu mereka menghadapi tantangan di masa depan.Â
Â
Kata Kunci: Kreativitas, faktor pendukung, hambatan, anak, perkembangan
Â
Abstract
Â
Creativity is an essential potential in child development, playing a significant role in personal and social adjustment. This study aims to identify the supporting factors and barriers to children's creativity development. The method used is a literature review by analyzing various sources, including books, journals, and previous research. The findings reveal that supporting factors for creativity include stimulating environments, democratic parenting styles, educational approaches that encourage exploration, and opportunities for free play. Conversely, barriers to creativity development include authoritarian environments, rigid disciplinary approaches, lack of stimulation, and negative attitudes toward children's creative ideas. Creativity is not merely an innate talent but can be developed through the interaction between innate abilities and the environment. By creating supportive environments, children's creativity can be optimally fostered early on to help them face future challenges.
Â
Keyword: Creativity, supporting factors, barriers, children, development
Â
Â
Kreativitas merupakan salah satu potensi penting dalam perkembangan anak yang berperan besar dalam penyesuaian pribadi dan sosial. Kreativitas sering kali diartikan sebagai kemampuan menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda, dan orisinal. Drevdahl mendefinisikan kreativitas sebagai kemampuan seseorang untuk menciptakan komposisi, produk, atau gagasan yang baru dan sebelumnya tidak dikenal oleh pembuatnya (Drevdahl, 1956). Kreativitas mencakup proses berpikir divergen yang unik, imajinatif, dan fleksibel. Proses ini memungkinkan anak untuk menemukan solusi inovatif terhadap berbagai masalah dan mengekspresikan dirinya secara unik dalam lingkungan sosial maupun pribadi. Kreativitas bukan sekadar bakat bawaan, tetapi juga kemampuan yang dapat dikembangkan melalui dorongan dan lingkungan yang mendukung.
Kreativitas dapat diartikan sebagai: 1) kemampuan untuk memahami, merespons, dan memberikan solusi terhadap berbagai tantangan atau masalah; 2) keterlibatan aktif dalam proses penciptaan yang bermanfaat; 3) perpaduan antara kecerdasan, gaya berpikir, dan motivasi pribadi; serta 4) kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Kreativitas ini didukung oleh beberapa aspek utama, yaitu fleksibilitas, kelancaran berpikir, kecakapan, dan kecerdasan (Campbell, 2017: 35).
Â
Menurut Hurlock (1978), kreativitas memiliki peran penting dalam kehidupan anak. Anak yang kreatif cenderung lebih mudah menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial karena kemampuan mereka untuk berpikir fleksibel dan menemukan cara baru untuk menyelesaikan masalah. Selain itu, kreativitas membantu anak dalam pengembangan konsep diri yang positif, rasa percaya diri, dan kepuasan pribadi. Kreativitas juga memiliki hubungan erat dengan kecerdasan, meskipun keduanya tidak sepenuhnya sinonim. Drevdahl menekankan bahwa kreativitas membutuhkan pengetahuan yang diterima sebelumnya agar dapat digunakan secara orisinal dan inovatif. Dengan demikian, kreativitas bukanlah kemampuan yang muncul dalam kekosongan, melainkan hasil dari interaksi antara kemampuan bawaan, pengalaman, dan lingkungan. kreativitas dikembangkan sejak usia dini, maka jiwa kreatif anak dapat terstimulasi dan berkembang secara optimal. Kreativitas pada anak usia dini dimulai dari kemampuannya dalam menciptakan sesuatu yang baru atau menyusun pengetahuan melalui berbagai kegiatan. Kreativitas anak membuka peluang bagi setiap individu untuk meningkatkan perkembangan diri, baik dalam bentuk potensi maupun kualitas pribadi. Dengan potensi kreativitas alami yang dimiliki, anak akan terdorong untuk menghasilkan ide-ide baru, menumbuhkan rasa ingin tahu, dan memotivasi dirinya untuk mempelajari hal-hal baru. Usia dini merupakan waktu yang ideal untuk mengembangkan kreativitas anak (Sari, 2017:2). Anak memiliki kemampuan belajar yang akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan usianya.
Faktor-faktor seperti lingkungan rumah, pendidikan, status sosial ekonomi, dan metode pengasuhan anak memainkan peran kunci dalam perkembangan kreativitas anak. Lingkungan yang merangsang, pola asuh demokratis, serta kesempatan bermain bebas menjadi pendorong utama kreativitas. Sebaliknya, hambatan seperti lingkungan yang otoriter, kurangnya rangsangan, serta sikap negatif terhadap anak kreatif dapat membekukan potensi ini (Hurlock, 1978). Misalnya, sekolah yang terlalu menekankan disiplin kaku dan hafalan dapat mematikan imajinasi anak, sementara rumah yang membatasi eksplorasi akan menghambat perkembangan ide-ide orisinal.
Selain itu, terdapat kondisi khusus yang mempengaruhi kreativitas anak, seperti status sosioekonomi, ukuran keluarga, dan lingkungan tempat tinggal. Anak dari keluarga kecil dengan pola asuh yang demokratis cenderung memiliki tingkat kreativitas yang lebih tinggi dibandingkan anak dari keluarga besar yang cenderung memiliki pola asuh otoriter. Lingkungan perkotaan juga lebih mendukung kreativitas dibandingkan pedesaan karena lebih banyak rangsangan dan peluang eksplorasi (Hurlock, 1978).
Penting untuk memahami kondisi yang dapat mendorong atau menghambat kreativitas agar potensi ini dapat dikembangkan secara optimal sejak dini. Oleh karena itu, kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan hambatan dalam perkembangan kreativitas anak berdasarkan sumber-sumber yang ada, sehingga dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam bagi orang tua, pendidik, dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan kreativitas.
Â
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode studi literatur yang mengkaji sumber-sumber relevan dari buku Child Development oleh Harlock (1978), jurnal Journal of Clinical Psychology oleh Drevdahl (1956), dan beberapa hasil penelitian lainnya yang disebutkan dalam makalah. Analisis ini berfokus pada faktor-faktor yang mendukung perkembangan kreativitas anak dan hambatan yang berpotensi menghambatnya. Data dianalisis secara deskriptif untuk mengidentifikasi kondisi optimal dalam mendorong kreativitas.
Â
HASIL DAN PEMBAHASAN
Arti Kretivitas
Kreativitas merupakan salah satu istilah yang sering digunakan meskipun merupakan istilah yang taksa (ambiguous) dalam penelitian masa kini. bahkan lebih taksa dan sering digunakan dengan bebas di kalangan orang awam.untuk memahami arti istilah "kreativitas" seperti yang digunakan para psikolog, pengkajian pengertian istilah ini yang populer dan umum akan membantu memperlihatkan apa yang tidak benar atau hanya benar. sebagian dalam berbagi bentuk yang berbeda ini dan mengapa para psikolog telah memilih definisi istilah seperti yang sekarang lazim di kalangan mereka.
Menurut Drevdahl:Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk, atau gagasan apa saja yang pada dasarnya baru dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya. ia dapat berupa kegiatan imajinatif atau sintesis pemikiran yang hasilnya bukan hanya perangkuman. ia mungkin mencakup pembentukan pola baru dari pengalaman sebelumnya dan pencangkokan hubungan lama ke situasi baru dan mungkin mencakup pembentukan korelasi baru. ia harus mempunyai maksud atau tujuan yang ditentukan, bukan fantasi semata, walaupun merupakan hasil yang sempurna dan lengkap. ia mungkin dapat berbentuk produk seni, kesusastraan, produk ilmiah, atau mungkin bersifat prosedural atau metodologis.
Terdapat banyak arti kreativitas yang populer di antaranya delapan yang sering di gunakan, yaitu sebagai berikut:
Menekankan pembuatan sesuatu yang baru dan berbeda. contohnya pada saat kita melamun, kita bisa merancang sesuatu yang baru dan berbeda, tetapi hanya kita sendiri yang bisa mengetahuinya. dengan demikian kreativitas suatu proses adanya sesuatu yang baru entah itu gagasan atau benda dalam bentuk atau rangkaian yang baru dihasilkanÂ
Kreativitas memandangnya sebagai kreasi sesuatu yang baru dan orisinal secara kebetulan. contohnya seorang anak yang bermain dengan balok kayu untuk membaangun tumpukan yang menyerupai rumah dan kemudian menyebutnya rumah.maka anak itu dinilai sebagai "orisinal"Â
Kreativitas yang menyatakan bahwa apa saja yang diciptakan selalu baru dan berbeda dari yang telah ada dan karena uniknya. semua kreativitas mencakup gabungan dari gagasan dari produk lama kedalam bentuk baru, tetapi yang lama merupakan dasar bagi yang baru. keunikan merupakan prestasi yang sifatnya pribadi,namun belum tentu merupakan prestasi yang universal. contohnya orang dapat menjadi kreatif bila mereka menghasilkan sesuatu yang belum pernah mereka hasilkan sebelumnya, walaupun hal itu sudah pernah dihasilkan dalam bentuk yang hampir sama atau bahkan sangat serupa oleh orang lain.Â
Kreativitas merupakan proses mental yang unik, suatu proses yang dilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang baru, berbeda,dan orisinal. Menurut Guilford pemikiran berbeda menyimpang dari jalan yang telah dirintis sebelumnya dan mencari variasi. ia melampaui apa yang jelas dan nyata, mempertimbangkan beberapa jawaban yang mungkin ada untuk suatu masalah, bukan hanya satu penyelesaian yang benar. Hal ini berbeda dari "pemikiran seleras" (convergent thinking) yang mengikuti jalur konvensional dimana pemikir menggunakan informasi yang tersedia untuk sampai pada kesimpulan yang mengarah ke satu jawaban yang benar dan bisa dicapai oleh orang lain.Â
Kreativitas seringkali dianggap sinonim dengan kecerdasan tinggi. Hal ini telah diperkuat dengan kenyataan bahwa orang dengan IQ yang sangat tinggi disebut "jenius" istilah yang oleh orang awam disamakan dengan kreativitas. kreativitas hanyalah salah satu aspek kecerdasan sebagaimana kolega ingatan atau penalaran.Â
Kreativitas adalah sepercik kejeniusan yang diwariskan pada seseorang dan tidak ada kaitannya dengan belajar atau lingkungan. orang kreatif merupakan sarana konsep.ini menyatakan bahwa mereka tidak berperan dalam perilaku kreatif mereka, kecuali untuk mengungkapkan suatu ciri bawaan dalam tindakan yang jelas dan tidak berkaitan dengan pengalaman dan keputusannya sendiri. sebaliknya, terdapat bukti bahwa jika orang ingin kreatif, mereka memerlukan pengetahuan yang diterima sebelum mereka dapat menggunakannya dengan cara yang baru dan orisinal.Â
Kreativitas umumnya dianggap sinonim dengan imajinasi dan fantasi dan karenanya merupakan bentuk permainan mental. Goldner telah mengatakan bahwa kreativitas merupakan "kegiatan otak yang teratur, komprehensif, dan imajinatif menuju suatu hasil yang orisinal."jadi ia lebih inovatif dari reproduktif.Â
Kreativitas menyatakan bahwa semua orang umumnya terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu "penurut" dan "pencipta". penurut (conformers) melakukan apa yang diharapkan dari mereka tanpa mengganggu atau menyulitkan orang lain sebaliknya pencipta (creators) menyatakan gagasan orisinal, Pandang yang berbeda atau cara baru menangani masalah dan menghadapinya.Konsep ini tidak mengakui adanya variasi dalam tingkatan kreativitas yang dimiliki seseorang meskipun pengukuran kreativitas masih pada tahap awal pertumbuhan terutama karena sulitnya menemukan cara untuk mengukurnya dengan tepat dari pengamatan dan pengukuran yang sederhana sekarang tersedia cukup bukti yang menunjukkan bahwa gagasan ini tidak benar.
Berikut ini adalah unsur karakteristik kreativitas:
Kreativitas merupakan proses bukan hasil.Â
Proses itu mempunyai tujuan, yang mendatangkan keuntungan bagi orang itu sendiri atau kelompok sosialnya.Â
Kreativitas mengarah ke penciptaan sesuatu yang baru, berbeda, dan karenanya unik bagi orang itu, baik itu berbentuk lisan atau tulisan, maupun konkret atau abstrak .Â
Kreativitas timbul dari pemikiran divergen sedangkan sedangkan konformitas dan pemecahan masalah sehari-hari timbul dari pemikiran konvergen.Â
Kreativitas merupakan suatu cara berpikir, tidak sinonim dengan kecerdasan yang mencakup kemampuan mental selain berpikir.Â
Kemampuan untuk mencipta bergantung pada perolehan pengetahuan yang diterima.Â
Bebas merupakan bentuk imajinasi yang dikendalikan yang menjurus ke arah beberapa untuk prestasi, misalnya melukis, membangun dengan balok atau melamun
Di masa lalu orang yang kreatif ditemukan hanya setelah mereka menghasilkan sesuatu yang original seperti film, komposisi musik atau penemuan lainnya dengan pengetahuan kita sekarang bagaimana kemampuan untuk menjadi kreatif dapat dibentuk oleh pengaruh lingkungan. Akibatnya, minat sekarang dipusatkan pada cara menemukan potensi kreativitas agar potensi ini dapat diberi kesempatan untuk berkembang titik menemukan potensi kreativitas terbukti merupakan tugas yang sangat sulit. Dalam upaya mencarinya usaha yang dilakukan diarahkan pada penyusunan tes yang dapat diukur kreativitas atau beberapa aspeknya. Beberapa tes kreativitas berbentuk verbal dan yang lain visual. Dalam teks verbal kreativitas diukur dengan melihat jumlah kata yang dapat dikaitkan anak dengan suatu kata yang diberikan misalnya "petir" atau "hujan." Dalam tes visual kreativitas, diberikan pola atau gambar garis pada anak dan imajinasinya dinilai dengan melihat apa arti gambar tersebut bagi mereka.
Kreativitas menunjukkan bahwa perkembangan mengikuti pola yang dapat meramalkan titik ini tampak pada awal kehidupan dan pertama-tama terlihat dalam permainan anak, lalu secara bertahap menyebar ke berbagai bidang dalam kehidupan lainnya seperti pekerjaan sekolah, kegiatan rekreasi, dan pekerjaan. Hasil kreatif biasanya mencapai puncaknya pada usia 30 atau 40-an. setelah itu tetap mendatar atau secara bertahap menurun titik Erikson menyebut usia menengah sebagai "usia kritis" saat "generativity" (kecenderungan untuk mencipta atau mewujudkan sesuatu).
Periodi kritis dalam perkembangan kreativitas adalah sebagai berikut:
Sebelum anak memasuki sekolah mereka belajar bahwa mereka harus menerima peraturan dan perintah orang dewasa di rumah dan kelak di sekolah semakin keras kekuasaan orang dewasa, semakin beku kreativitas anak tersebut.Â
Keinginan untuk diterima sebagai anggota gang mencapai puncak pada usia ini kebanyakan anak merasa bahwa untuk dapat diterima, mereka harus dapat menyesuaikan diri dengan pola gang yang telah ditentukan dan setiap penyimpangan membahayakan proses penerimaan.Â
Upaya untuk memperoleh persetujuan teman sebaya, terutama dari anggota jenisn kelamin yang berlawanan, mengendalikan pola perilaku anak remaja. Seperti hanya anak yang berada pada usia gang, remaja yang menyesuaikan dirinya dengan harapan untuk mendapatkan persetujuan dan penerimaan.Â
Pada usia ini untuk memperoleh persetujuan dan penerimaan, dan juga latihan untuk pekerjaan yang dipilih mungkin akan mengekang kreativitas. Apabila pekerjaan menuntut konformitas dengan pola standar serta keharusan mengikuti perintah dan peraturan tertentu, sebagaimana halnya dengan kebanyakan pekerjaan rutin, hal itu akan membekukan kreativitas.
Â
Faktor Pendukung Perkembangan Kreativitas
1. Lingkungan yang Merangsang
Lingkungan rumah dan sekolah yang merangsang kreativitas memiliki peran penting dalam perkembangan anak. Kondisi ini mencakup penyediaan sarana bermain, kebebasan eksplorasi, serta dorongan untuk bereksperimen. Harlock (1978) menyatakan bahwa anak-anak yang diberi kebebasan bermain dengan benda-benda sederhana seperti tanah liat, pasir, balok, atau bahan-bahan yang tidak terstruktur cenderung lebih mampu mengekspresikan kreativitasnya. Lingkungan yang kaya rangsangan akan membantu anak mengembangkan kemampuan berpikir divergen, yaitu kemampuan menemukan berbagai solusi terhadap suatu masalah. Aktivitas seperti menggambar, membangun sesuatu dengan balok, atau menciptakan cerita dapat meningkatkan daya imajinasi anak dan merangsang kreativitasnya.
Lingkungan yang merangsang juga mencakup kebebasan anak dalam bereksplorasi tanpa batasan yang kaku. Misalnya, ketika anak memiliki akses ke alam terbuka atau bahan-bahan sederhana untuk bermain, mereka lebih mudah menemukan solusi kreatif terhadap permasalahan yang dihadapi. Proses bermain bebas memungkinkan anak untuk mengembangkan ide-ide baru tanpa takut salah atau dikritik.
2. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis memberikan kebebasan bagi anak untuk mengeksplorasi ide-idenya tanpa rasa takut. Orang tua yang tidak terlalu posesif atau protektif menciptakan suasana yang mendukung kreativitas. Harlock (1978) menekankan bahwa disiplin otoriter cenderung membatasi kebebasan berpikir anak dan membekukan kreativitas. Sebaliknya, pola asuh yang terbuka dan mendorong dialog antara orang tua dan anak memungkinkan anak untuk bebas berekspresi dan mencoba berbagai hal baru.
Dalam pola asuh demokratis, anak diajarkan untuk percaya pada ide-idenya sendiri dan diberi kesempatan untuk mengeksplorasi solusi-solusi kreatif. Orang tua yang mendukung kreativitas akan lebih cenderung memberikan apresiasi terhadap karya anak, sekecil apa pun hasilnya. Dukungan positif seperti ini sangat berpengaruh terhadap motivasi dan rasa percaya diri anak dalam mengeksplorasi potensi kreatifnya.
3. Kesempatan Menyendiri
Singer menjelaskan bahwa anak membutuhkan waktu menyendiri untuk mengembangkan imajinasi dan khayalan yang kaya. Menyendiri memberikan anak ruang untuk berpikir bebas, mengembangkan konsep-konsep kreatif, dan menghasilkan gagasan-gagasan orisinal. Hal ini menjadi penting karena kreativitas sering kali muncul ketika anak bebas dari tekanan sosial dan memiliki waktu untuk bereksplorasi dengan pikirannya sendiri (Harlock, 1978). Ketika anak tidak mendapat tekanan untuk selalu berinteraksi atau berprestasi, mereka memiliki ruang untuk merenung dan menciptakan sesuatu yang unik.
4. Dorongan dan Apresiasi
Anak-anak yang didorong untuk berkreasi dan bebas dari kritik cenderung lebih percaya diri dalam mengungkapkan ide-ide mereka. Apresiasi terhadap karya anak, meskipun sederhana, memberikan motivasi bagi mereka untuk terus berkarya. Lingkungan yang positif dan memberikan penghargaan akan membantu anak merasa dihargai dan termotivasi untuk mengeksplorasi lebih banyak ide (Harlock, 1978). Selain itu, apresiasi yang tulus dari orang tua, guru, atau teman sebaya akan membangun persepsi positif anak terhadap kreativitasnya sendiri.
5. Sarana dan Peralatan Bermain
Penyediaan sarana bermain yang fleksibel seperti alat-alat gambar, bahan konstruksi, dan media kreatif lainnya akan mendorong perkembangan kreativitas. Anak yang diberikan alat-alat sederhana akan terdorong untuk bereksperimen dan menemukan berbagai cara baru dalam bermain. Harlock (1978) mencatat bahwa permainan konstruktif dan eksplorasi bebas memainkan peran signifikan dalam menumbuhkan kreativitas anak. Aktivitas seperti membangun rumah-rumahan dengan kursi dan selimut atau melukis dengan warna-warni yang bebas dapat menjadi sarana eksplorasi kreativitas yang efektif.
Â
Hambatan Perkembangan Kreativitas
1. Lingkungan Rumah yang Tidak Mendukung
Lingkungan rumah memainkan peran sentral dalam membentuk dasar perkembangan kreativitas anak. Pola asuh yang otoriter, harapan keseragaman, dan pembatasan terhadap eksplorasi menciptakan atmosfer yang membekukan daya imajinasi anak. Ketika orang tua menerapkan aturan yang kaku, menekankan keseragaman dalam perilaku, atau bahkan membatasi kebebasan anak untuk bereksperimen, hal ini secara signifikan menghalangi tumbuhnya kreativitas. Harlock (1978) menekankan bahwa anak memerlukan ruang untuk mengeksplorasi lingkungannya secara bebas guna mendorong imajinasi kreatif mereka. Orang tua yang terlalu konservatif, dengan ketakutan akan penyimpangan dari norma sosial yang diterima, sering kali menjadi hambatan tambahan. Mereka cenderung membatasi perilaku kreatif anak, seperti bermain dengan alat sederhana atau menciptakan cerita imajinatif. Selain itu, harapan bahwa semua anggota keluarga harus terlibat dalam kegiatan bersama tanpa memedulikan minat individu, semakin mengikis ruang pribadi anak untuk berekspresi.
2. Sikap Sosial yang Negatif
Sikap negatif dari lingkungan sosial terhadap anak kreatif juga menjadi penghalang utama. Anak-anak yang menunjukkan ide-ide baru sering kali dianggap aneh, tidak masuk akal, atau bahkan tidak relevan oleh lingkungan sekitarnya. Menurut Torrance, sikap semacam ini tidak hanya merusak rasa percaya diri anak, tetapi juga menciptakan tekanan sosial yang mendorong mereka untuk menyembunyikan atau mengurangi intensitas ekspresi kreatifnya. Anak-anak yang merasa bahwa ide-idenya tidak dihargai cenderung menginternalisasi perasaan negatif tersebut, yang pada akhirnya berdampak pada pengembangan karakter dan kemampuan berpikir kreatif di masa depan. Dalam beberapa kasus, anak bahkan bisa menjadi enggan untuk berbagi gagasan karena takut dikritik atau diejek.
3. Kondisi Sekolah yang Otoriter
Lingkungan sekolah yang didesain secara otoriter juga sering menjadi penghambat kreativitas. Sekolah yang berfokus pada disiplin yang kaku, tekanan untuk menghafal, dan jadwal belajar yang terlalu terstruktur menciptakan kondisi yang menekan  kemampuan anak untuk berpikir divergen. Pemikiran divergen, yang menjadi dasar kreativitas, sulit berkembang dalam suasana belajar yang hanya menekankan pada jawaban yang benar sesuai standar. Kurikulum yang terlalu terpaku pada pemikiran konvergen mengabaikan pentingnya ruang untuk imajinasi dan eksperimen. Harlock (1978) mencatat bahwa lingkungan sekolah yang mendorong eksplorasi ide dan kebebasan berpikir adalah kunci untuk menumbuhkan kreativitas anak secara optimal.
4. Kurangnya Rangsangan dan Sarana Bermain
Kekurangan alat bermain yang fleksibel atau keberadaan peralatan bermain yang terlalu terstruktur dapat menghambat perkembangan kreativitas. Anak membutuhkan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan mereka dengan alat-alat sederhana yang dapat digunakan secara multifungsi. Sebaliknya, alat bermain yang sudah didesain dengan tujuan spesifik sering kali membatasi imajinasi anak karena mereka tidak dapat menggunakannya untuk menciptakan sesuatu yang baru. Harlock (1978) menyatakan bahwa eksplorasi melalui permainan adalah fondasi penting dalam membangun kemampuan berpikir kreatif, sehingga orang tua dan lingkungan sekitar perlu menyediakan sarana yang mendukung.
5. Melamun Berlebihan
Meskipun melamun dapat menjadi salah satu bentuk ekspresi kreativitas, melamun yang berlebihan sering kali menjadi mekanisme pelarian dari kenyataan. Anak-anak yang terlalu sering melamun mungkin menghadapi kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan sosial mereka. Harlock (1978) menunjukkan bahwa melamun yang tidak terkendali cenderung menciptakan jarak emosional antara anak dan lingkungannya. Akibatnya, anak dapat kehilangan peluang untuk mengembangkan hubungan sosial yang sehat, serta sulit untuk membangun kemampuan berpikir yang realistis dan produktif. Jenis lamunan yang mendominasi, seperti lamunan pahlawan menderita atau tokoh imajiner dengan cacat fisik, juga dapat memperburuk perasaan rendah diri anak.
Â
KESIMPULAN
Faktor-faktor pendukung kreativitas meliputi lingkungan rumah yang kondusif, pola asuh demokratis, pendidikan yang memberikan ruang eksplorasi, serta status sosial ekonomi yang mendukung. Sebaliknya, hambatan terhadap perkembangan kreativitas meliputi lingkungan yang otoriter, kurangnya stimulasi, tekanan untuk konformitas, serta sistem pendidikan yang terlalu menekankan hafalan dan disiplin kaku. Dengan memahami faktor pendukung dan hambatan ini, orang tua, pendidik, dan masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang merangsang pemikiran divergen dan imajinatif anak sejak dini.Â
Â
Â
Â
Â
REFERENSI
Drevdahl, J. E. (1956). Journal of Clinical Psychology, 14(3), 220--229.
Hurlock, Elizabeth. B. (1978). Perkembangan Anak Jilid 2, Chili development. Erlangga.
Torda, C. (1970). Some observations on the creative process. Perceptual and Motor Skills, 31, 107--126.
Campbell, D. (2017). Mengembangkan Kreativitas. Yogyakarta: PT Kanisius.: https://ejurnal.mercubuana-yogya.ac.id/index.php/psikologi/article/view/1206/754
Sari, R. (2017). Pengembangan Kreativitas Anak Usia Dini. Jakarta: Penerbit Ilmu Pendidikan.:
https://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/KINDERGARTEN/article/viewFile/12196/6275
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI