Mohon tunggu...
Ririn Anggraeni
Ririn Anggraeni Mohon Tunggu... Guru - Pekerja Biasa

Dulu pernah menggemari hujan pada akhirnya tidak pernah bertemu payung yang tepat. Tetap basah kuyup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mawar untuk Orion

3 Juni 2022   17:25 Diperbarui: 3 Juni 2022   17:28 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Dua tahun berlalu setelah Orion menjabat tangan ayahku

pertama kali berbai'at untuk menghalalkan ku menjadi teman hidupnya. Diantara kami sejak awal tak pernah tumbuh rasa cinta secuil pun. Karena pernikahan kami atas dasar keinginan orang tua. 

Bagi orang tuaku Orion memang layak untuk menjadi seorang imam dalam keluarga. Selain taat beribadah ia juga seorang yang mapan serta mencintai keluarga dan selalu patuh pada kedua orang tuanya. 

Tapi, ini berbanding terbalik dengan yang kurasakan dua tahun ini. Rumah tangga kami dingin, gelap bahkan kami lebih memilih untuk menikmati kesunyian dibanding tertawa lepas untuk sekedar melepas penat.

 Ketika ia berangkat kerja aku tak pernah mencium tangannya. Juga sebaliknya ia tak pernah mengecup keningku ataupun menyodorkan tangannya untuk kucium. 

Dia tak pernah meminta apapun dariku aku hanya menjadi pelayan untuk kebutuhan lahirnya sementara untuk kebutuhan batinnya ia tak pernah meminta padaku. Selama dua tahun Orion tak pernah menyentuhku. Sejak kami memutuskan untuk membeli rumah sendiri kami tak lagi tidur dalam satu kamar. Aku tidak mengerti apa sebenarnya yang diinginkan oleh laki-laki dingin ini?

Aku selalu membayangkan untuk memasang dasi dileher kemejanya atau sekedar merapikan kancing kemejanya ketika ia hendak berangkat kerja. Hal ini bukankah biasa dilakukan oleh para istri di luaran sana? 

Tapi, ia tak pernah memintaku sementara aku terlalu besar rasa gengsi ku untuk mendekatinya. Perasaan takut ditolak atau apapun yang mengecewakan seringkali mengacaukan keinginanku. 

Aku hanya memperhatikan apa yang dilakukannya sampai ia berlalu. Ia tak pernah melihatku apalagi berharap untuk ia menanyai jariku yang seringkali terluka saat memotong sayuran. Maklum aku belum cukup terampil dalam urusan memasak.

Suatu hari aku mencoba untuk menggosok kemeja yang akan ia kenakan tanpa memberitahunya tapi, sayang karena aku ini adalah seseorang yang ceroboh maka tanpa sengaja aku membuat kemejanya gosong.

 Melihat kemejanya ku rusak tiba-tiba wajah tampannya berubah menjadi garang segarang singa. Ia marah tapi diam dan berlalu tanpa menatapku. 

Sebenarnya kami adalah dua orang yang hidup dalam kesibukan masing-masing yang bekerja dalam satu perusahaan yang sama. Ia tak pernah mengajakku untuk pergi bersamanya apalagi menungguku untuk pulang bersama Orion tak pernah peduli padaku.

Orion itu patung bagiku dan mungkin saja aku ini figuran baginya. Jika hubungan ini berlanjut diantara kami tidak akan ada yang menjadi pemeran utama. Kami hanya akan hidup dalam sepotong kisah yang membosankan tanpa akhir. 

Malam ini saat makan malam aku akan mengatakan padanya perihal luka yang tak lagi dapat ku sembunyikan. Aku manusia dan aku seorang perempuan. Semuanya telah ku siapkan dari mulai rendang pedas kesukaannya sampai kopi hitam kental yang biasanya ku siapkan saat sarapan pun ku sajikan dimeja makan. Tak lupa setangkai mawar putih yang tadi ku beli di toko bunga ku letakkan ditengah-tengah meja. 

Kupikir ia akan sangat menyukai semuanya malam ini. Hari sudah menunjukan pukul 19.00 wib. Orion pulang tepat waktu setelah membersihkan diri ia segera menuju ruang makan seperti biasa. Tanpa menungguku apalagi mengajakku untuk sekedar menemaninya makan. 

Tanpa memikirkan apapun ia segera menyantap makanan yang telah ku siapkan dari beberapa jam yang lalu sebelum ia pulang. Melihat rendang pedas nafsu makannya meningkat tanpa terkontrol karena itu adalah salah satu makanan favoritnya. Orion berpikir bahwa aku membeli rendang itu sebab ia tahu aku tak pernah bisa memasak rendang untuknya. 

Tanpa sadar air matanya menetes. Hatinya terasa perih merasakan rendang yang ku sajikan malam ini. Matanya melirik kearah sudut meja makan dan sampailah pandangannya pada secarik kertas putih yang bersebelahan dengan mawar putih yang sengaja ku letakkan ditengah-tengah meja. Dengan segera tangannya mengambil secarik kertas yang telah ku tulis sejak beberapa jam lalu kemudian ia membacanya. Malam ini kebahagiaanmu Orion.

***
Teruntuk seseorang yang ku gelari suami, imam, kekasih dan mungkin pernah sempat menjadi harapanku Orion.

Malam ini dengan sengaja aku memasak rendang pedas kesukaanmu. Selama dua tahun ini aku tidak pernah membuatkannya untukmu. Sementara aku tahu kau sangat menyukai rendang. Kau rela menelpon ibumu yang jauh hanya sekedar minta dimasakkan rendang. 

Aku pun pernah melihatmu rela berdesak-desakan hanya untuk membeli beberapa potong rendang. Suamiku aku merasa tidak berguna karena tidak bisa memasakkan rendang kesukaanmu. Hingga suatu hari ku putuskan untuk ikut kelas memasak dan melupakan segala keterbatasanku tentang memasak. Aku tidak suka memasak karena aku tak pernah mencobanya. 

Akhirnya, hari ini kau mencicipi rendang buatan ku kan? Aku tidak menyadari mengapa aku terlalu sering melakukan banyak kekonyolan yang kau benci. Aku juga tidak sadar mengapa aku harus melakukan banyak hal yang kau suka sementara sebelumnya aku tidak menyukai apapun yang kau suka.

 Mungkin aku jatuh cinta pada suamiku. Kau tahu alasan kenapa aku menerima lamaran mu sebab ayah selalu menceritakan banyak hal baik tentangmu. Aku tidak pernah bersedih bila kau tidak membalas perasaanku. Sebab kebahagiaan terbesarku adalah pernah hidup bersama seseorang yang diinginkan orang tua dan keluargaku. 

Aku merindukanmu selalu Orion pada malam-malam sunyi yang ku usahakan untuk ku habiskan sendiri. Dua tahun aku bertahan untuk menembus kerasnya dinding diam mu. Nyatanya mungkin aku bukan perempuan yang kau harapkan. Aku putus asa dan merasa tidak mampu mengimbangi mu ketika aku ada namun kau mungkin tak pernah menganggap keberadaan ku. 

Dua tahun hanya menjadi teman serumah mu menurutku itu sudah cukup. Aku yakin tanpaku kau akan tetap bahagia. Lupakan apapun tentangku Orion karena aku akan melupakanmu dan harapan-harapan ku. Rumah itu sunyi coba pergilah ajak seseorang yang akan membuat rumah itu hangat dan bercahaya.

Jangan memintaku sebab aku pun tengah mengusahakan untuk menemukan seseorang yang akan menemaniku membangun kembali rumah yang telah kau hancurkan diam-diam.

 Berbahagialah Orion. Jangan mencari ku sebab setelah kau membaca surat ini. Itu berarti pesawat ku telah terbang jauh. Aku pergi mencari rumahku.


NB: Aku sudah pamit pada orangtuaku, orang tuamu dan keluarga kita. Surat cerai telah ku tanda tangani. Beberapa hari lagi pengacaraku akan mengunjungimu dan meminta persetujuan.
***
Setelah membaca secarik kertas yang berisi surat dari Ariana air mata Orion mengalir mungkin ia terluka. Apa cinta sebenarnya juga mulai tumbuh dihatinya? Orion mengisak sendiri ditengah malam hening  menciumi setangkai mawar putih yang di belikan khusus oleh Ariana untuknya sebagai hadiah perpisahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun