“Mei-mei,aku menantimu.dan aku ingin menyemai perasaan ini untukmu.Aku tahu kita berbeda sangat berbeda tapi aku ingin perbedaan ini mampu mnyatukan kita,jika Mei-mei mau menerimaku,” Dia berbicara panjang lebar
“Keke,terima kasih atas kejujurannya,tapi kita tak saling mengenal dan akupun tak mungkin semudah ini menerima cinta dari orang asing.”
“Aku mengerti dan aku akan terus menantimu.Aku menyukai senja seperti kamu menyukainya dan akupun menyukaimu seperti aku menyukai senja.Senja bagiku sebuah keindahan dan seperti itulah artimu buatku”
“aku tahu mayoritas wanita Indonesia menganggap laki-laki Taiwan itu identik dengan pergaulan bebas,tapi aku tak seperti tu.aku kan buktikan padamu Mei-mei.Dan iIjinkan aku menantimu Mei-mei!” Pintanya kemudian
Aku hanya menjawab dengan seulas senyum.Aku memang menyukainya tapi aku juga tak mau semudah itu menerimanya.aku dan dia benar-benar berbeda walau akupun sebenarnya berharap perbedaan itu mampu menyatukan kami.
Tatapan kami pada sang senja mengantar kepergian senja bersama kembalinya sang camar ke sarang.dan harapan kami menyambut kerlip lampu jalanan yang mulai terlihat.Senja terakhir yang begitu indah dan berkesan.berharap ada waktu lain yang mampu membawaku menikmati senja di tempat ini,balkon lantai 5.
Terima kasih Keke…………..
Taiwan, Maret 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H