"Baik Pak Salo", jawab Hamis sambil berlalu.
Sebulan sebelum pertandingan.
"Apa ini? Mana mungkin! Ini tidak boleh terjadi Asto!" Â Eyang Putri Mejah murka, sambil melempar kertas-kertas yang berisi hasil prediksi pengamat sepakbola.
Sebulan terakhir sebelum pertandingan, para pengamat sepakbola di kelurahan Nusa Antara semua kompak menyatakan kesebelasan PG akan menang telak. Waktu tinggal sebulan, tentu hasil ini membuat Eyang Putri Mejah murka.
"Kamu cari cara Asto! Bagaimana agar pertandingan ini batal!"
"Tidak bisa Eyang, kita sudah setuju ikut bertanding, kita awalnya terlalu meremehkan kesebelasan PG karena si Gi'an kita anggap sebagai titik lemah, nggak tahunya jadi begini", jawab Asto.
"Tidak..., pokoknya cari cara! Walaupun nanti mereka menang, kita pengaruhi seluruh warga kelurahan, bahwa pertandingan ini curang! Kan memang tidak selayaknya Gi'an ikut bertanding, dia tidak memenuhi syarat umur. Ini dipaksakan dengan semena-mena melalui keputusan Musyawarah Kelurahan yang diketuai pamannya. Ini tidak benar Asto!" Hardik Eyang Putri Mejah.
"Memang ada masalah etika dan moral, tapi bukankah Keputusan Musyawarah Kelurahan bersifat final dan mengikat, Eyang? Lagi pula kita juga setuju dan ikut bertanding Eyang?", jawab Asto sambil menunduk.
"Saya tidak mau tahu Asto, cari jalan!", bentak Eyang Putri Mejah. Â "Ini semua ulah Pak Lurah petugas peternakan, bandrek susu atau bansus dia bagi-bagikan sebagai doping para pemain kesebelasan PG! Padahal bansus itu dibeli pakai kas kelurahan. Itu curang! itu penyebab utamanya, Asto!", lanjutnya lagi.
"Tapi, Eyang.., bukankah bansus juga dinikmati para pemain kesebelasan kita dan kesebelasan Amin, bagaimana menjelaskannya ke warga kelurahan, agar percaya Pak Lurah telah memanfaatkan kas kelurahan untuk kesebelasan PG saja?", Asto kebingungan.
"Saya tidak mau tahu Asto, itu tugasmu sebagai sekretaris peternakan!", jawab Eyang Putri Mejah. "Kamu segera kerahkan semua sumber daya agar warga kelurahan tahu kalau ini curang. Mengerti Asto?"