“Ya sudah, lain kali jangan ulangi ya?”
Andi terperanjat, seperti kaget dengan jawaban singkat Pak Kosim, dan segera pamit. Dia permisi, lalu membalikkan badan dan berlari pulang. Pak Kosim menggeleng-gelengkan kepalanya sebentar, lalu melanjutkan membaca majalahnya.
Baru berselang dua menit, Pak Kosim kembali didatangi Bowo, teman satu kelas Andi. Sama seperti Andi, Bowo juga menunduk ketakutan.
“Kenapa, Wo?” tanya Pak Kosim. Ia sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini, pernah dalam satu hari ia didatangi lima hingga sepuluh anak-anak di desa itu. Biasanya karena berkelahi dan kenakalan-kenakalan kecil lainnya. Anak-anak ini datang karena diperintahkan oleh orang tua mereka. Orang tua anak-anak ini yakin sekali jika Pak Kosim dapat memberikan pengarahan yang terbaik buat anak-anak mereka.
“Saya minta maaf, Pak, tadi saya ikut melempar kacang ke sungai,” Bowo dengan suara pelan menjawab.
“Oh… itu, Bapak kan sudah sampaikan tadi pagi, jangan membuang benda apa pun ke sungai? Ya sudah, sekarang pulang dan kerjakan PR dari Bapak!” tegas Pak Kosim.
“Benar Pak? Saya tidak dihukum?” tanya Bowo.
“Karena kamu jujur, dan kesalahan kamu juga tidak terlalu besar, Bapak tidak hukum,” lanjut Pak Kosim.
Bowo pun pamit dan bergegas pulang. Tiga menit kemudian, Arif dan Farid, yang juga teman satu kelas Andi dan Bowo datang menemui Pak Kosim.
Kali ini Pak Kosim yang memulai percakapan. Ia sudah pengalaman, biasanya anak-anak desa ini melakukan kegiatan bersama-sama, maklum namanya desa kecil.
“Ah…, kalian juga membuang kacang ke sungai? Sudah Bapak ampuni dan maafkan, sekarang segera pulang dan kerjakan PR!” Pak Kosim ingin ini segera selesai agar dia dapat melanjutkan membaca majalahnya.