“Selamat datang, Melati,” ujar wanita itu. “Aku adalah Penjaga Pelangi. Kau telah lama mencariku, bahkan tanpa menyadarinya.”
Melati tidak tahu harus berkata apa. Hatinya dipenuhi oleh campuran emosi—kebingungan, harapan, dan ketakutan. “Mengapa aku di sini? Apa yang terjadi?” tanyanya dengan suara gemetar.
Penjaga Pelangi tersenyum lebih dalam, lalu mendekat. “Kau telah kehilangan banyak hal, Melati, tapi yang paling penting, kau hampir kehilangan dirimu sendiri. Ibumu mengirimkan pesan ini melalui dunia ini, untuk mengingatkanmu bahwa cinta tidak pernah benar-benar hilang. Namun, untuk memahami itu, kau harus menjalani perjalanan ini.”
Wanita tua itu kemudian mengangkat tongkat kecil yang tiba-tiba muncul di tangannya. Dengan satu ayunan lembut, tongkat itu memancarkan cahaya yang menyelimuti Melati, membawanya ke tempat yang berbeda.
Dia sekarang berdiri di taman tempat ia biasa bermain dengan ibunya. Tetapi taman itu juga tidak seperti biasanya. Setiap bunga, setiap pohon, setiap rumput, semuanya bersinar dengan warna-warna yang intens, seolah-olah pelangi telah merasuk ke dalam mereka.
“Temukan makna dalam setiap warna, Melati. Mereka adalah bagian dari dirimu, bagian dari kenangan dan cinta yang kau bagi dengan ibumu,” suara Penjaga Pelangi terdengar di udara, meskipun sosoknya tidak terlihat.
Melati mulai berjalan di taman itu. Setiap langkahnya membawanya ke ingatan-ingatan masa kecilnya, bermain bersama ibunya, tertawa, dan merasakan kehangatan kasih sayang yang begitu nyata. Namun, setiap ingatan juga membawa rasa sakit akan kehilangan. Ketika dia mendekati pohon di mana mereka biasa duduk bersama, pohon itu meledak menjadi ribuan kupu-kupu yang berterbangan, membentuk awan warna-warni di atas kepalanya.
“Saat kau kehilangan seseorang yang kau cintai, ingatlah bahwa mereka tidak benar-benar pergi,” suara itu berkata lagi. “Mereka hanya berubah menjadi sesuatu yang lebih besar, lebih luas, seperti pelangi setelah hujan.”
Melati menyadari bahwa pelangi bukan hanya tentang warna-warna indah di langit, tetapi juga tentang penerimaan, tentang bagaimana menerima kepergian dan menemukan harapan baru dalam kehilangan. Ketika dia mencapai tengah taman, dia melihat sebuah cermin besar yang berdiri sendirian. Di dalam cermin itu, dia melihat dirinya sendiri, tetapi bukan hanya dirinya. Di sana, dia juga melihat bayangan ibunya, tersenyum dengan penuh kasih, seolah-olah berada di sampingnya.
Air mata mengalir di wajah Melati. Bukan air mata kesedihan, tetapi air mata penerimaan. Dia mengulurkan tangan ke arah cermin, dan saat dia menyentuhnya, cermin itu pecah menjadi ribuan keping, yang terbang ke langit dan berubah menjadi pelangi yang indah, melengkung di atas taman.
Penjaga Pelangi muncul kembali di sampingnya. “Kau telah menemukan dirimu, Melati. Kau telah menemukan pelangi di hatimu. Sekarang, kembalilah dan hiduplah dengan cinta yang kau bawa. Ibumu selalu bersamamu, dalam setiap langkah yang kau ambil, dalam setiap pelangi yang kau lihat.”