Mohon tunggu...
Ripan
Ripan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Pendidikan Indonesia

Di tengah dunia yang berputar cepat, saya adalah penjelajah kata dan perasaan. Saya menulis untuk menghidupkan kembali kenangan indah dan menciptakan pelangi dari kata-kata. Bergabunglah dengan saya dalam perjalanan menemukan keindahan dalam setiap detik dan momen kehidupan. 📖✍️

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pelangi di Balik Mendung

1 Agustus 2024   17:46 Diperbarui: 1 September 2024   12:04 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hujan membawa sunyi | Pixabay (pixabay.com/Pexels)

Pagi yang biasanya sunyi di bawah pohon beringin tua itu, mendadak berubah menjadi awal dari sesuatu yang aneh bagi Melati. Dia masih terduduk di sana, termenung dengan pikiran yang melayang ke masa lalu, merindukan sosok ibunya yang telah tiada. Tetapi kali ini, bukan hanya angin lembut yang menyapa, melainkan sebuah suara, samar namun jelas terdengar di telinganya.

“Melati, apakah kau percaya pada keajaiban?” Suara itu bergema di kepalanya, lembut dan mengalir seperti air. Melati terkejut, menoleh ke sekeliling, namun tak ada siapa pun di sana. Hanya dirinya, pohon beringin tua, dan kenangan yang menumpuk. Suara itu, seolah berasal dari dalam dirinya sendiri, seakan-akan berbicara langsung ke hatinya yang luka.

“Apa ini?” pikir Melati, berusaha mengabaikan suara tersebut, tapi suara itu semakin kuat, semakin mendesak. “Kenapa kau meragukan keajaiban, Melati?”

Tiba-tiba, tanpa peringatan, angin bertiup kencang. Dedaunan pohon beringin yang tadi tenang, sekarang bergemuruh seperti lautan yang mengamuk. Melati merasakan sesuatu yang dingin menyentuh bahunya. Dia melihat ke bawah, dan di sana, sebuah bulu putih lembut melayang turun, hinggap di tangannya. Bulu itu bersinar dengan cahaya yang aneh, memantulkan warna-warni pelangi dalam setiap gerakannya.

“Bulu ini…” Melati memandangi bulu itu dengan bingung. Sebelum dia sempat berpikir lebih jauh, bulu tersebut melayang pelan dari tangannya, melintasi halaman, dan masuk ke dalam rumahnya.

Seperti terhipnotis, Melati mengikutinya. Setiap langkah yang diambilnya terasa seperti dia menembus kabut tebal yang tidak nyata, dan tiba-tiba, dia berada di dalam kamarnya. Namun, kamar itu tidak seperti biasanya. Dindingnya dipenuhi lukisan-lukisan pelangi yang bergerak dan berkilau, seolah-olah hidup.

Di tengah kamar, melayang di udara, adalah kotak kayu tua yang telah ia temukan beberapa waktu lalu. Tapi sekarang, kotak itu tidak lagi tertutup debu. Ia berputar dengan pelan, mengeluarkan cahaya yang serupa dengan bulu tadi. Pita usang yang mengikat surat-surat di dalamnya berangsur-angsur terlepas, dan salah satu surat melayang ke arah Melati.

Dengan hati-hati, Melati mengambil surat itu. Tapi kali ini, surat itu tidak seperti sebelumnya. Huruf-hurufnya berubah menjadi titik-titik cahaya yang membentuk kalimat di udara, "Temukan dirimu, Melati. Temukan pelangi dalam hatimu."

Saat dia membaca kalimat itu, segalanya di sekitarnya berubah. Kamar yang tadinya penuh dengan warna-warna pelangi kini menghilang, digantikan oleh pemandangan alam yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Dia berdiri di tengah hamparan bunga-bunga yang tak terhitung jumlahnya, yang mekar dalam bentuk pelangi raksasa di bawah langit biru yang cerah.

Di hadapannya, muncul seorang wanita tua dengan rambut putih panjang yang dikepang rapi. Wajahnya dihiasi senyum lembut namun misterius. Wanita itu memandang Melati dengan mata penuh kebijaksanaan, seperti mengenal setiap luka di hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun