Mohon tunggu...
Jari Bicara
Jari Bicara Mohon Tunggu... Jurnalis - Salam literasi!

Channel ini beragam isinya, karena yang punya penghayal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menjelang Pergantian Hari

23 September 2024   21:10 Diperbarui: 14 Oktober 2024   05:10 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BANYAK ORANG KANTOR MEMBICARAKAN SOAL PAPAN PENGUMUMAN ITU. YANG DI DALAMNYA TERPAMPANG BERBAGAI NAMA DAN HARI.


Saya tak begitu percaya, karena tak masuk di akal. Bahkan, bisa dibilang seperti bualan belaka. Jadi saya tak sudi membacanya.


Lagi pula masih ada banyak pekerjaan yang harus saya bereskan. Ya, barangkali beginilah rasanya berjuang, karena ada seorang gadis yang menunggu buat saya pinang.

Baca juga: 5 dalam Buku ini


Sudah bukan waktunya lagi di malam minggu seperti ini buat berpacaran. Saya harus segera kumpulkan uang!
Menurut perhitungan, dua minggu lagi tabungan saya sudah cukup untuk biaya pernikahan dan beli rumah baru buat keluarga kecil saya nantinya. Bahkan, kalau toko sedang banyak orang pesan, boleh jadi lebih cepat.


()


Mobil kencang melaju di malam. Saya berada di dalamnya, tengah menyetir. Melewati berbagai persimpangan, saya lihat ramainya ibu kota malam itu.
Para pedagang menjajakan barang jualannya di pinggir jalan, tukang sate mengibaskan kipasnya, menjadikan asap masuk di sela jendela mobil yang setengah terbuka. Ingin sekali mampir, karena teringat terakhir makan tadi pagi. Tapi, saya harus segera, ini tengah berpacu dengan waktu agar tidak telat bekerja.


Di persimpangan tengah kota, saya harus berhenti karena lampu sedang merah. Sebuah simpang lima yang tepat di tengahnya terdapat tugu jam, sehingga harus sedikit memutar, terlihat sekarang pukul tuju malam kurang seperempat.
Beginilah dunia saya---bekerja di malam hari, dan bekerja pula siang harinya. Dengan profesi yang berbeda. Ah, nanti kau juga akan tahu.


Lampu sudah hijau, terdengar orang yang tidak sabar membunyikan klaksonnya, termasuk saya. Segera melaju kembali, setelah berbagai persimpangan dan mencium berbagai aroma masakan dari pinggir jalan. Sampai juga di kantor.


()


Itu adalah tempat agency suatu Channel Youtube yang berfokus membuat konten film pendek maupun panjang; barangkali kau sering lihat.


Saya bekerja sebagai tim editor, ya... walau sebenarnya bisa dilakukan di rumah saja, tapi pimpinan produksi ingin agar saya tetap bekerja di kantor. Mungkin supaya lebih mudah jika ada yang kurang pas baginya, dan bisa dibicarakan dengan anggota tim lainnya.


"Nih, pesananmu," saya berkata pada seorang teman.
"Wah... bagus betul tampaknya. Langsung saya coba ya?" ia membuka bungkus, dan mengeluarkan baju baru pesanannya itu, lalu mencobanya.
"Ehm... ngomong-ngomong, kau sudah siap?" ucapnya setelah puas mencoba baju barunya.
"Siap untuk apa?"
"Kau belum baca papan pengumuman ya?"
"Belum,"
Tampak ia memandang dengan dalam, raut wajahnya kini berubah. Dari matanya saya bisa artikan banyak arti, tapi yang pasti alisnya berkerut.
Percakapan itu terhenti karena kami harus ke ruang meeting yang akan segera dimulai.


Kemudian pimpinan produksi bicara panjang lebar mengenai konsep pengambilan video konten selanjutnya yang akan diadakan di Jepang. Ia sesekali memandang pada saya. Dari sorotan matanya, sama seperti seorang teman tadi.
Terlihat sesekali yang lain juga memandang begitu. Ah, mungkin hanya perasaan saya saja yang merasa seperti itu.


Tak terelakkan dalam suatu perbincangan ide, pasti ada yang setuju dan tidak setuju. Sehingga terjadi beberapa tukar pikiran di sini. Para kameramen menyampaikan keberatannya dengan konsep yang disampaikan pimpinan produksi, karena mereka merasa akan sulit mencari posisi kamera yang tepat.


Dan pimpinan produksi pun memberi waktu untuk para kameramen ini memberikan saran bagaimana baiknya. Sehingga meeting ini berjalan lebih lama dari seharusnya.


Berbagai ide dan masukan telah disampaikan. Membuat konsep konten kali ini harus diubah sana-sini. Sementara saya hanya mengamati dan tak banyak bicara. Sebagai editor, rasanya bukan jadi tanggung jawab kami masalah ide dan konsep seperti ini. Tugas kami hanyalah terima jadinya dan menyusunnya buat lebih bagus.


Meeting berlangsung lumayan lama, hingga semua beres dan disetujui oleh semua kru. Pukul setengah sepuluh baru selesai.


Kemudian semua kembali pada kerjaan masing-masing. Saya tentunya harus segera melanjutkan editan karena besok sudah deadline, rencana mau saya rampungkan malam ini juga.
Akhirnya saya bisa juga tekan tombol "save".


Video sudah siap dan tersimpan. Lalu saya kasih lihat pada pimpinan produksi hasilnya. Ia tampak mangut-mangut dan puas.
"Segera jadwalkan buat tayang besok malam!"
"Baik, pak"
Lalu saya pamit keluar dari ruangannya.

 Namun, saat baru sampai di ambang pintu, ia memanggil.
Saya berbalik badan sembari melihatnya.
"Terima kasih, kau sudah bekerja sebaik mungkin. Saya harap, tak ada sesuatu hal di sini yang mengganggu perjalananmu," ucapnya.
"Baik, pak," hanya itu saja yang dapat saya jawab, karena bingung harus bilang apa lagi. Lagi pula, baru pertama kalinya ia bilang seperti ini; terasa aneh. Mungkin karena saya akan ikut bersama tim untuk berangkat ke Jepang kelak, ia takut ada pekerjaan yang belum selesai sehingga dapat mengganggu saya selama di sana.


Sudah pukul sebelas malam. Pekerjaan sudah beres semua, segera saya masuk mobil dan bersiap pulang. Tapi, perut ini seakan sudah memuncak protesnya, sehingga ramai. Teringat kembali kalau terakhir makan tadi pagi.


Mobil sudah melaju keluar dari kantor, setelah belok di suatu persimpangan, saya melihat ada satu warung yang masih buka. Lalu saya berhenti di sana dan memesan makanan.


()


Piring sudah bersih menyisakan minyak yang masih menempel, lalu saya merogoh kantong, dan membebaskan sebatang rokok dari kardus, lalu membakarnya. Hembusan pertama, perasaan yang tak dapat saya gambarkan, terasa lega begitu saja.


Begitu pun asap yang keluar dari mulut saya, beterbangan memenuhi sudut warung kecil itu; kemudian keluar dari jendela. Bebas!


Mobil melaju lagi, saya harus segera kembali ke apartemen. Sudah terbayangkan bagaimana empuk dan nyaman kasur di sana. Rasanya ingin cepat saya rebahkan badan ini, karena besok pagi-pagi sekali harus buka toko.


Ya.... besok hari minggu. Mungkin bakal banyak orang yang beli baju. Dan tabungan saya segera terkumpul buat meminang pujaan hati yang telah lama menunggu.


Tapi perjalanan ini terasa begitu lama. Dari persimpangan ke persimpangan, membawa saya ke sebuah lamunan.
Teringat pada ucapan seorang teman tadi, tentang "papan pengumuman".
Di dunia ini, konon semuanya sudah terjadwal, dari mulai kelahiran, begitu pun sesuatu yang dekat pada kehidupan manusia---kematian.


Semuanya terpampang di papan pengumuman itu, terdapat nama, dan tanggal.
Tapi saya tak pernah percaya, tak sudi pula membacanya, karena rasanya tak masuk diakal.


Ah, untuk apa melamunkan itu. Lebih baik membayangkan wajahnya---gadis yang akan segera saya lamar dua minggu lagi, dan bisa jadi lebih cepat kalau toko ramai orang pesan.


Barangkali kau sedang nyaman tidur nyenyak di ranjangmu yang nyaman, sementara saya masih di sini, perjalanan di tengahnya malam.
Setelah beberapa kelokan, sampailah saya di persimpangan kota, simpang lima yang terdapat tugu jam di tengah-tengahnya.
Saya lihat, sekarang sudah pukul dua belas malam. Detik-detik pergantian hari.
Sementara mobil masih saya pacu. Tanpa sadar.... kendaraan menderu dari arah samping, bunyi klaksonnya kencang! Memekakkan telinga; itu sebuah truk malam yang besar.


Saya merasa seperti asap di hembusan pertama yang melayang keluar dari jendela warung itu, menuju langit malam dan gelap. Bebas!


()


---Untuk Al-A'raf, Ayat 34

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun