Saya bekerja sebagai tim editor, ya... walau sebenarnya bisa dilakukan di rumah saja, tapi pimpinan produksi ingin agar saya tetap bekerja di kantor. Mungkin supaya lebih mudah jika ada yang kurang pas baginya, dan bisa dibicarakan dengan anggota tim lainnya.
"Nih, pesananmu," saya berkata pada seorang teman.
"Wah... bagus betul tampaknya. Langsung saya coba ya?" ia membuka bungkus, dan mengeluarkan baju baru pesanannya itu, lalu mencobanya.
"Ehm... ngomong-ngomong, kau sudah siap?" ucapnya setelah puas mencoba baju barunya.
"Siap untuk apa?"
"Kau belum baca papan pengumuman ya?"
"Belum,"
Tampak ia memandang dengan dalam, raut wajahnya kini berubah. Dari matanya saya bisa artikan banyak arti, tapi yang pasti alisnya berkerut.
Percakapan itu terhenti karena kami harus ke ruang meeting yang akan segera dimulai.
Kemudian pimpinan produksi bicara panjang lebar mengenai konsep pengambilan video konten selanjutnya yang akan diadakan di Jepang. Ia sesekali memandang pada saya. Dari sorotan matanya, sama seperti seorang teman tadi.
Terlihat sesekali yang lain juga memandang begitu. Ah, mungkin hanya perasaan saya saja yang merasa seperti itu.
Tak terelakkan dalam suatu perbincangan ide, pasti ada yang setuju dan tidak setuju. Sehingga terjadi beberapa tukar pikiran di sini. Para kameramen menyampaikan keberatannya dengan konsep yang disampaikan pimpinan produksi, karena mereka merasa akan sulit mencari posisi kamera yang tepat.
Dan pimpinan produksi pun memberi waktu untuk para kameramen ini memberikan saran bagaimana baiknya. Sehingga meeting ini berjalan lebih lama dari seharusnya.
Berbagai ide dan masukan telah disampaikan. Membuat konsep konten kali ini harus diubah sana-sini. Sementara saya hanya mengamati dan tak banyak bicara. Sebagai editor, rasanya bukan jadi tanggung jawab kami masalah ide dan konsep seperti ini. Tugas kami hanyalah terima jadinya dan menyusunnya buat lebih bagus.
Meeting berlangsung lumayan lama, hingga semua beres dan disetujui oleh semua kru. Pukul setengah sepuluh baru selesai.
Kemudian semua kembali pada kerjaan masing-masing. Saya tentunya harus segera melanjutkan editan karena besok sudah deadline, rencana mau saya rampungkan malam ini juga.
Akhirnya saya bisa juga tekan tombol "save".
Video sudah siap dan tersimpan. Lalu saya kasih lihat pada pimpinan produksi hasilnya. Ia tampak mangut-mangut dan puas.
"Segera jadwalkan buat tayang besok malam!"
"Baik, pak"
Lalu saya pamit keluar dari ruangannya.
 Namun, saat baru sampai di ambang pintu, ia memanggil.
Saya berbalik badan sembari melihatnya.
"Terima kasih, kau sudah bekerja sebaik mungkin. Saya harap, tak ada sesuatu hal di sini yang mengganggu perjalananmu," ucapnya.
"Baik, pak," hanya itu saja yang dapat saya jawab, karena bingung harus bilang apa lagi. Lagi pula, baru pertama kalinya ia bilang seperti ini; terasa aneh. Mungkin karena saya akan ikut bersama tim untuk berangkat ke Jepang kelak, ia takut ada pekerjaan yang belum selesai sehingga dapat mengganggu saya selama di sana.
Sudah pukul sebelas malam. Pekerjaan sudah beres semua, segera saya masuk mobil dan bersiap pulang. Tapi, perut ini seakan sudah memuncak protesnya, sehingga ramai. Teringat kembali kalau terakhir makan tadi pagi.