"Wah, iya mas. Belajar yang rajin, kuliahnya yang benar. Kehidupan keras mas."
"Siap," ia menjadi teman bicara yang boleh juga ternyata. Lanjutku, "kalo boleh tahu masnya kerjanya apa ya? Kok libur begini masih kerja."
"Waduh, rahasia ini mas. Saya enggak bisa bilang begitu saja ke orang lain tentang pekerjaan saya."
Hmm.... rahasia? Aku berpikir dalam hati, 'barangkali orang ini intel atau seorang agen FBI?' dari pakaiannya saja selalu tampak misterius, apalagi tasnya itu sudah jelas penyamaran. Rasa penasaranku semakin bertambah, lalu aku bertanya, "kerjanya ngapain saja ya mas? Bolehlah kalau saya ikut, hitung-hitung buat tambah uang saku sama ngisi waktu libur begini."
"Kerja saya berisiko tinggi mas, kurang cocok buat mahasiswa baru kayak masnya. Juga perlu dedikasi tinggi, tuh...." ia menunjuk seseorang di emperan toko lalu melambaikan tangannya. "Teman saya satu kerjaan mas."
Aku menengok ke arah yang ditunjuk orang ini.
"Tapi kok sepertinya tidak kenal masnya begitu ya?" tanyaku keheranan karena orang di emperan toko itu bersikap tak acuh saat dilambaikan tadi.
"Nak kan, kayak yang saya bilang tadi. Perlu dedikasi tinggi, dia lagi penyamaran mas jadi harus pura-pura enggak kenal," ucapnya sembari terkekeh.
'Fiks intel nih orang,' ucapku dalam hati.
Belum sempat aku bicara, ia berdiri lalu membenarkan tasnya yang tampak tak berisi itu.
"Saya pamit dulu ya mas," katanya.