Berdasarkan data dari Kemdikbudristek, sejak bangsa kita merdeka telah terjadi pergantian kabinet sebanyak 44 kali dan pergantian menteri pendidikan sebanyak 34 kali. Artinya jika setiap "ganti menteri ganti kurikulum" maka setidaknya kita sudah 34 kali mengalami pergantian kurikulum, namun faktanya baru 11 kali.
Jika diperhatikan, perubahan kurikulum paling cepat itu terjadi pada perubahan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK 2004) ke Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP 2006), dengan rentang waktu kurang-lebih 2 tahun. Sedangkan yang terlama adalah perubahan kurikulum 1952 ke kurikulum 1964 (kurang lebih 12 tahun)
Selebihnya adalah: 1947-1952 (kira-kira 5 tahun), , 1964-1968 (sekitar 4 tahun), 1968-1975 (kurang-lebih 7 tahun), 1976-1984 (kurang-lebih 8 tahun), 1984-1994 (kurang-lebih 10 tahun), 1994-2004 (kurang-lebih 10 tahun) dan 2006-2013 (kurang-lebih 7 tahun).
Jadi sebutan "ganti menteri ganti kurikulum" adalah mitos. Hanya saja jika diperhatikan, dari 2004 hingga sekarang, kita telah mengalami pergantian kurikulum sebanyak 4 kali dalam kurun 18 tahun.Â
Dan jika dirata-ratakan setiap 4,5 tahun sekali terjadi perubahan kurikulum sehingga "ganti menteri ganti kurikulum" seakan menjadi fakta.
Bagaimana Pengalaman Saya dalam Mengikuti dan Menjalankan Kurikulum?
Saya menjadi peserta didik dalam 3 kurikulum berbeda, yaitu kurikulum 1975, 1984 dan 1994.Â
Jika Anda bertanya mengenai pengalaman saya selama menjadi peserta didik dalam ketiga masa tersebut maka jawabannya adalah "sama saja". Mengapa bisa demikian?
Hal itu sangat lumrah. Kurikulumnya memang berbeda tetapi guru yang mengajarkannya tetap sama. Kurikulum baru di tangan produk lama tetaplah sama. Guru tetap lebih mendominasi pembelajaran dengan ceramah sedangkan siswa tetap pasif seperti patung.Â
Peserta didik disuruh menghafal dan tidak dilatih berpikir kritis, kreatif dan inovatif. Dan tidak diberikan ruang yang cukup untuk mengkomunikasikan ide dan gagasannya. Semuanya serba text book dan kaku. Tidak ada diskusi yang antusias antara sesama peserta didik dan guru sebagai fasilitator.
Kurikulum 1984 yang disebut CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) kemudian diplesetkan menjadi Catat Buku Sampai Abis. Mungkin karena gurunya kebingungan lantas menyuruh salah seorang siswanya menulis di papan tulis sedangkan siswa lainnya mencatat di buku masing-masing.