Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Tiga Hal yang Perlu Dilakukan untuk Mengakhiri Hubungan Toksik

17 Februari 2022   01:25 Diperbarui: 20 Februari 2022   23:07 1281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | Foto oleh Alena Darmel dari Pexels

Hubungan toksik sebenarnya adalah permasalahan serius tetapi sering dianggap sepele oleh banyak orang. Seharusnya tema ini semakin sering diulas di media untuk menyadarkan banyak orang yang terjebak di dalamnya dan untuk mencegah jatuhnya korban toksik berikutnya.

Terimakasih kepada Kompasiana, bertepatan dengan perayaan hari kasih sayang valentine kali ini mengangkat tema tentang "hubungan toksik".

Awalnya tema ini kedengaran agak kontradiktif dengan hari kasih sayang tetapi sebenarnya tidak. Justru sangat relevan dan kekinian mengingat tanpa disadari di luar sana ada banyak orang yang terjebak dalam hubungan kasih sayang yang palsu. Mereka harus disadarkan dan "dibebaskan" sesegera mungkin.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), toksik adalah racun, beracun atau berkenaan dengan racun. Definisi ini cukup untuk menggambarkan betapa berbahayanya "hubungan toksik" yang cepat atau lambat akan membunuh korbannya setelah terlebih dahulu menyiksanya dengan racun berbisa.

Hubungan toksik adalah hubungan asmara yang rusak atau buruk antara dua insan. Dan apabila hubungan itu terus dilanjutkan pasti akan mendatangkan kehancuran kepada kedua belah pihak, baik si laki-laki maupun si perempuan. Tetapi biasanya yang paling menderita adalah si perempuan.

Dan alangkah baiknya jika hubungan itu segera disadari sedini mungkin dan segera diakhiri untuk menghindari penderitaan yang sudah pasti akan berujung pada kehancuran. Karena racunnya akan terus menjalar menggerogoti organ-organ paling vital lalu kemudian berakhir dalam kematian.

Saya pernah mengenal dan mengetahui dua pasangan yang menjalani hubungan toksik. Mereka tidak pernah akur dan selalu terlibat dalam konflik tidak wajar. Bahkan terkadang mereka saling melukai secara verbal dan fisik. Tetapi anehnya kedua pasangan itu berlanjut hingga ke jenjang pernikahan walaupun mendapatkan tantangan dari orang tuanya dan teman-temannya.

Pasangan yang satu tidak bertahan lama. Sebelum anak pertama mereka lahir, akhirnya mereka memutuskan untuk bercerai dan tidak pernah rujuk kembali hingga hari ini.

Si perempuan tidak pernah berniat lagi untuk menikah dengan laki-laki lain karena menurutnya semua laki-laki itu sama. Sedangkan si laki-laki juga tidak yakin akan bisa menjalin hubungan yang sehat dengan perempuan lain.

Kemudian pasangan yang kedua tetap bertahan sampai akhir hidupnya karena keduanya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Mereka tetap bertahan bukan karena hubungan mereka bertambah baik malah makin hari makin bertambah hancur. 

Adapun alasan mereka untuk tetap bertahan adalah karena sudah terlanjur memiliki anak. Tetapi karena seringnya mereka bertengkar hebat di depan anak-anaknya, anak-anaknyapun menjadi korban hubungan toksik.

Kedua anaknya memiliki kepribadian yang kasar dan liar, dan bisa jadi mereka juga kelak akan membangun hubungan toksik dengan pasangannya masing-masing.

***

Apa yang saya ceritakan di atas bukan cerita fiksi dan bukan pula bermaksud membuka aib orang lain. Saya tidak menyebutkan identitas mereka bahkan inisialnyapun tidak.

Jika ada yang mencoba menerka-nerka tokoh-tokoh dalam cerita yang saya maksud, itu menjadi urusan yang menebaknya.

Tetapi apa yang saya ceritakan disini adalah untuk menegaskan bahwa hubungan toksik itu benar-benar ada bahkan mungkin lebih banyak lagi dikalangan kalangan muda-mudi dan jika tetap berlanjut akan berakhir dalam penderitaan.

Dari apa yang saya amati langsung di lapangan dan dari apa yang saya ketahui dari berbagai sumber, beberapa hal agar lepas dari jebakan hubungan toksik adalah sebagai berikut:

1. Jangan Lebih Mementingkan Perasaan daripada Logika 

Beberapa pasangan yang terjebak dalam hubungan toksik sering beranggapan bahwa konflik adalah bagian dari hubungan percintaan.

Hal itu tidak salah tetapi konflik tak wajar dan berlebihan, seperti sering saling melukai atau mengucapkan kata-kata kotor yang sangat menyakitkan, harus diketahui sebagai  hubungan yang tidak sehat.

Beberapa pasangan hubungan toksik yang saya kenal sering merasa "bahagia" dengan konflik tak wajar yang selalu mereka ulangi. Mereka seperti orang mabuk alkohol atau dalam pengaruh obat bius. Mereka menganggap bahwa konflik yang sering terjadi diantara mereka adalah bunga-bunga asmara nikmat.

Dalam posisi seperti ini pasti ada sesuatu yang tidak beres. Maka cinta harus lebih didasarkan pada logika dan bukan pada perasaan cinta yang palsu. Merasa "bahagia" walau sudah saling menyakiti berulang-ulang, bukankah itu sesuatu pertanda yang sangat buruk?

Dalam hubungan asmara jangan hanya mementingkan perasaan saja, logika juga harus tetap digunakan. Perlu ada evaluasi dan pertimbangan: baik-buruk, patut-tidak patut, layak-tidak layak, wajar-tidak wajar, sebagai dasar untuk memutuskan apakah hubungan tersebut layak dilanjutkan atau harus segera diakhiri.

Setiap orang yang menggunakan logika pasti memiliki kepekaan terhadap fakta yang sebenarnya terjadi. Dan apa yang harus diperbuatnya ketika mengetahui hubungan yang dijalaninya buruk, yaitu: "harus segera diakhiri".

2. Jujur Terhadap Diri Sendiri dan Jangan Takut Meninggalkan dan Ditinggalkan

Biasanya perempuan adalah yang paling sulit jujur terhadap dirinya sendiri untuk menerima kenyataan bahwa hubungan yang dijalaninya adalah hubungan asmara yang buruk. Hal itu wajar karena perempuan biasanya lebih mengedepankan perasaan daripada logika.

Tetapi anehnya walaupun perempuan lebih mengedepankan perasaan daripada logika, perempuan sering menipu dirinya dan tidak mau jujur terhadap dirinya sendiri.

Hal itu biasanya juga diakibatkan karena perasaan takut kehilangan karena merasa sudah banyak berkorban dan mengorbankan sesuatu.

Tetapi apapun yang sudah terjadi harus berani jujur kepada diri-sendiri dan berani menerima kenyataan.

Apapun alasannya, perempuan harus berani mengakhiri hubungan buruk dan berharap suatu kedepannya akan dapat menjalin hubungan asmara yang lebih baik dengan orang yang lebih baik.

3. Lebih Terbuka dan Mau Menerima Nasihat dari yang Lebih Bijaksana

Salah satu penyebab mengapa sebuah pasangan terjebak dalam hubungan toksik dan terus berlarut-larut dalam hubungan yang lebih buruk adalah karena keduanya tidak membuka diri kepada orang luar terpercaya dan lebih bijaksana.

Umumnya orang yang terjebak dalam hubungan toksik tidak mau membicarakan hubungan buruknya dengan orang lain dan cenderung menutup diri kepada sahabatnya yang sangat dipercayainya. 

Bahkan ketika dinasehati oleh orang tuanya sekalipun, sering tidak didengar dan berusaha untuk menghindar seolah-olah semuanya baik-baik saja.

Hal itu biasanya terjadi karena merasa malu dan takut kehilangan. 

Tetapi agar dapat terlepas dari jeratan hubungan toksik maka keduanya terutama si perempuan harus mengabaikan rasa malu, berani menceritakan segalanya kepada orang yang lebih bijaksana dan yang bisa dipercaya serta mau menuruti nasihat baik.

Semoga melalui artikel ini pada momen bulan kasih sayang, para pembaca menyadari akan adanya hubungan toksik dan orang-orang yang terjebak di dalamnya dapat terbebas dan mendapatkan cinta yang sesungguhnya (/rs)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun