Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Anda Terkena Bells Palsy? Begini Cara Saya Sembuh

11 Desember 2020   15:51 Diperbarui: 12 Desember 2020   01:59 3572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wajah saya setelah sembuh/dok. pribadi

Tadi malam, Kamis (10/12/2020) sekitar pukul sebelas menjelang tengah malam, seorang teman Facebook yang baru saja saya konfirmasi dan kebetulan satu marga dengan saya (marga Sipahutar), menulis seperti ini di berandanya:

Seumur hidup, Baru x ni ku tau penyakit Bells palsy.., haccit, ngeri, stress, dibarengi rasa takut, intinya ku hampir (????????) [Haccit (bhs. Batak) = sakit]

Melihat postingan tersebut, sebagai orang yang pernah menderita Bells Palsy dan berhasil sembuh, saya langsung prihatin dan spontan menghubungi teman tersebut melalui layanan panggilan messenger.

Beberapa kali deringan tak diangkat, saya mafhum. "Beliau tidak merespon mungkin karena baru berteman dan belum saling kenal sekalipun kami sama-sama satu marga," pikirku. Sayapun menulis pesan dalam Bahasa Batak, menanyakan siapa yang sedang sakit, dan memberi isyarat agar panggilan saya diangkat.

Kemudian kami berbincang, menanyakan sudah berapa lama dia mengalaminya, pengobatan apa yang sudah dijalaninya serta apa yang dia rasakan dan pikirkan tentang Bells Palsy, penyakit aneh yang baru didengar dan sedang dideritanya itu.

Dia mengalaminya sudah seminggu dan mengatakan bahwa dia merasa panik, stres dan putus asa, dan bahkan merasa lebih baik mati saja. Alasannya karena beliau tidak mau mengalami penyakit "stroke" dalam usianya yang masih muda dan mau menjadi beban keluarga sampai kemudian akhirnya meninggal.

Kemudian saya berusaha menenangkannya dan menceritakan bahwa saya pernah menderita Bells Palsy dan bagaimana perawatan yang saya jalani hingga saya berhasil sembuh seperti sekarang ini.

Saya menegaskan bahwa Bells Palsy bukan penyakit stroke dan sama sekali tidak dapat disamakan dengan stroke ataupun gejala stroke. Bukan dan tidak boleh disama-samakan karena memang jelas berbeda. Beberapa teman mencoba membuat saya kuatir tetapi saya berusaha menentangnya.

***

Bagaimana awalnya saya mengetahui diri saya terkena Bells Palsy?

Sekitar awal Mei 2019, saya terkena penyakit aneh yang kemudian saya ketahui sebagai penyakit Bells Palsy. Awalnya ketika pagi hari saya sedang mencukur kumis, saya merasa kelu pada bagian bibir kiri atas. Saya mencoba mengusapnya dan terasa beda, seperti ada yang janggal dan mati rasa.

Saya memanggil istri saya dan memberitahukan perihal yang saya alami. Kami sempat menyalahkan pisau cukurnya yang mungkin tidak steril atau barangkali terkena kencing tikus dan terinfeksi saat bercukur.

Kemudian saya menelpon teman saya seorang anggota TNI, seorang Babinsa yang pernah ditugaskan di rumah sakit sebagai tenaga medis. Beliau menyarankan agar saya ditensi dan segera ditangani tenaga medis untuk menghindari hal yang lebih serius. Dan sayapun mulai panik karena saya berpikir bahwa ini maksudnya saya sedang berada dalam suasana gawat atau gejala stroke.

Saya terus berusaha menenangkan diri dan mencoba mencari kemungkinan ciri-ciri penyakit seperti yang sedang saya alami dan rasakan di mesin pencari google. Dan dengan cepat saya menemukan kemiripan yang sangat persis dengan Bells Palsy. 

Salah satu ciri-ciri yang paling saya yakini mirip adalah bibir atas dan bawah tidak bisa bulat saat menyebut huruf "O". Hal lainnya yang menguatkan bahwa ini bukan stroke atau gejala stroke adalah kekeluan hanya terjadi pada bagian wajah sebelah saja, tidak termasuk tangan, kaki dan bagian tubuh lainnya.

Sayapun mulai tenang dan terus berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa ini bukan stroke ataupun gejala stroke. Saya terus berusaha mencari tahu lebih banyak tentang penyakit aneh ini di google dan YouTube, apa penyebabnya, ciri-cirinya dan yang paling penting "bagaimana cara mengobatinya"

Ilustrasi dari klinik fisioterapi manual
Ilustrasi dari klinik fisioterapi manual

Apakah Bells Palsy itu?

Menurut apa yang saya baca di halodoc.com dan konimex.com serta beberapa sumber lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, Bells Palsy merupakan kelemahan yang terjadi pada salah satu sisi otot wajah yang sifatnya sementara akibat dari penyakit mononeuropati (gangguan hanya pada satu syaraf) yang menyerang syaraf no.7 (syaraf fascialis).

Jadi disini disebut "sifatnya sementara" dan bukan "permanen" atau tetap.

Inti syaraf nomor 7 berada di batang otak yang berfungsi untuk mengatur pergerakan otot wajah seperti pergerakan daerah bibir, hidung, pipi, alis, kelopak mata (menutup dan membuka), pergerakan bola mata serta mengatur aliran air mata. Otot ini juga memiliki serabut menuju kelenjar ludah bahkan pendengaran.

Pada kasus Bells Palsy, saraf nomor 7 terganggu/tersumbat sehingga sebelah wajah lumpuh (melorot) dan tidak bisa digerakkan, baik otot bibir, hidung dan kelopak mata tidak bisa menutup sehingga menimbulkan rasa pedih pada bagian mata karena kelenjar air mata mengering.

Akibat lainnya seperti yang pernah saya alami, penderita akan mengalami kesulitan saat berbicara dan saat makan. Mulut terasa mencong dan bibir pun terasa tebal dan air ludah sering meleleh sehingga terasa sangat-sangat tidak nyaman.

Tetapi beberapa hal yang perlu diketahui, Bells Palsy tidak ada hubungannya dengan stroke dan penyakit ini bisa sembuh dengan sendirinya setelah melalui masa akut 7 hari dan disarankan agar ditangani sesegera mungkin dalam waktu 72 jam.

Data dari jurnal menunjukkan bahwa 85% penderita penyakit ini bisa sembuh sempurna dalam waktu 3 minggu dan sebanyak 15% sembuh dalam waktu 3-4 bulan dengan atau tanpa cacat yang menyertainya (konimex.com).

Apa penyebab Bells Palsy?

Hingga saat ini penyebab Bells Palsy masih dalam penelitian dan belum diketahui secara pasti. Beberapa sumber menyebutkan akibat infeksi virus herpes. Ada yang menghubungkannya dengan faktor genetik atau riwayat keluarga yang pernah mengalami Bells Palsy. 

Tetapi menurut saya yang paling masuk akal dengan apa yang saya alami adalah hubungannya dengan cuaca dingin dan masuk angin akibat perilaku atau pola hidup "tak sehat". 

Salah satu kebiasaan buruk saya adalah mengendarai motor tanpa menggunakan jaket, helm ataupun masker. Bahkan disaat hujan deras pada malam, saya tidak mau menggunakan jas hujan. Saya juga termasuk orang yang paling malas berolahraga dan sangat jarang pakai baju pada malam hari.

Wajah saya setelah sembuh/dok. pribadi
Wajah saya setelah sembuh/dok. pribadi

Apa yang saya lakukan hingga saya sembuh?

(Apa yang saya ceritakan disini hanya sekedar berbagi pengalaman pribadi dan tidak disarankan untuk ditiru atau diikuti)

Setelah saya mengetahui jenis penyakit yang saya alami melalui google, saya mencoba berobat ke Puskesmas dan konsultasi dengan dokter. Saya sempat diberikan surat rujukan berobat ke RSUP Tanjungpinang. Tetapi karena saya merasa kurang nyaman dengan "perlakuan" dokternya, akhirnya saya mengembalikan surat rujukan tersebut.

Kemudian saya juga sempat konsultasi dengan dokter yang kebetulan berkunjung gereja kami. Tapi lagi-lagi saya kurang nyaman dengan "bahasa" dokter tersebut, mungkin karena emosi saya sedang tidak stabil dan mudah tersinggung sehingga merasa penyakit saya terlalu dibesar-besarkan.

Akhirnya saya memanggil istri saya dan berusaha menyakinkannya bahwa saya pasti sembuh tanpa harus pergi ke rumah sakit dan akan melakukan perawatan sendiri di rumah dengan membaca referensi di google dan YouTube.

Dan kamipun melakukan beberapa treatment berikut secara rutin hingga benar-benar sembuh:

  1. Beruap, yaitu merebus daun salam, serai dan daun salam hingga mendidih lalu beruap, terus dilakukan dengan rutin pagi dan sore hari
  2. Terapi wajah dengan air hangat yang dimasukkan ke dalam botol kaca lalu secara perlahan di tempelkan dan digulirkan pada bagian wajah yang terkena Bells Palsy, rutin dilakukan hingga 3 kali sehari
  3. Mengurut wajah dan pundak secara perlahan dengan minyak, rutin hingga 3 kali sehari
  4. Terapi wajah dengan senam Bells Palsy secara rutin (bisa ditemukan di YouTube)
  5. Rutin berolahraga, dengan menggerakkan tangan dan kaki hingga ratusan kali, setiap pagi dan sore hari.

Setelah melalui rangkaian treatment tersebut sekitar lebih kurang 3 minggu, perlahan saya mengalami perubahan yang signifikan dan akhirnya benar-benar sembuh seperti sekarang ini tanpa cacat sedikitpun.

Tetapi bila ada yang "pasti" seperti yang pernah diingatkan oleh teman saya seorang polisi yang juga pernah mengalami penyakit yang sama: "Setelah sembuh nanti pasti kamu pakai kacamata seperti saya," katanya dan hal itupun benar-benar saya alami sekarang, saya berkacamata plus dari yang sebelumnya tidak.

Demikian beberapa hal yang dapat saya bagikan, semoga bermanfaat. Ingat, tetap jaga kesehatan dengan menerapkan pola hidup sehat: menjaga pikiran tetap fresh, menjaga pola makan dan waktu tidur serta jangan lupa berolahraga.

Jangan panik dan jangan stres, Bells Palsy bukan penyakit stroke dan yakinlah pasti bisa sembuh tanpa meninggalkan cacat.

Salam sehat (RS/dari berbagai sumber dan pengalaman pribadi) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun