Dalam artian jika ada hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan tidak sesuai dengan perkembangan sosial dan teknologi maka perlu diadakan pembaharuan.
Ibarat sebuah rumah yang diwariskan oleh nenek moyang kita kepada kita untuk ditempati, kita wajib merawat dan melestarikannya. Dan jika suatu saat ada bagian-bagian yang rusak, kita harus memperbaiki dengan tidak merubah wujud asli dari rumah itu.
Tetapi dalam beberapa kasus, jika misalnya atapnya yang terbuat dari ijuk sudah rusak sementara ijuk sudah sulit untuk didapatkan, maka saya pikir tidak masalah jika diganti dengan atap seng atau spandek, disesuaikan dengan keperluannya.
Demikian juga dengan bentuk rumah yang baru dibangun oleh masyarakat suku Batak, bentuknya tidak harus mengikuti bentuk rumah adat Batak, tetapi memaknai filosofi rumah sebagai "bagas" saya pikir tidak salah dan sangat perlu tetap dilestarikan.
Dalam beberapa hal yang sangat mendasar mengenai aturan hukum sesuai dengan kepercayaan kepada Tuhan yang maha esa berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab (Butir pertama dalam sila pertama, PANCASILA), umpasa Batak berkata:
Nunga mumpat akka taluktuk, nunga sega akka gadu-gadu
Nunga muba uhum naburuk, nunga ro be naimbaru
Yang artinya:
Sudah tercabut tiang (tempat menyembelih orang), sudah rusak pematang sawah
Sudah berubah hukum (aturan) yang buruk, sudah datang/digantikan dengan (hukum/aturan) yang baru.
Kita harus mengakui dengan jujur bahwa dahulu sebelum masuknya agama ke tanah Batak, ada hukum dan aturan-aturan yang bertentangan atau tidak baik menurut ajaran agama maka hal-hal tersebut perlu dibuang sedangkan yang baik tetap dipertahankan dan dilestarikan.