Mohon tunggu...
Rintar Sipahutar
Rintar Sipahutar Mohon Tunggu... Guru - Guru Matematika

Pengalaman mengajar mengajarkanku bahwa aku adalah murid yang masih harus banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Merindukan Soeharto pada Peringatan Hari Kelahiran Pancasila

1 Juni 2018   11:19 Diperbarui: 1 Juni 2018   11:43 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Twitter @arbainrambey)

Dalam kedudukan dan fungsinya sebagai:

  1. Dasar Negara
  2. Pandangan hidup
  3. Ideologi bangsa
  4. Jiwa bangsa
  5. Sumber dari segala sumber tertib hukum, 
  6. Kepribadian bangsa,
  7. Tujuan dan cita-cita yang akan dicapai, 
  8. Perjanjian luhur, 
  9. Falsafah hidup yang mempersatukan dan 
  10. Sebagai paradigma pembangunan

Ketangguhan dan kesaktian Pancasila terus diuji tanpa henti sejak Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga saat ini, baik dari dalam maupun dari luar.

Banyak pihak-pihak yang ingin menggantikan Pancasila, baik dari kelompok sayap kiri yang menganut paham sosialisasi-komunis maupun dari sayap kanan yang berbasiskan paham agama.

Beberapa contoh yang sangat perlu kita ingat dari sekian banyak peristiwa pemberontakan yang ingin menggantikan Dasar Negara Pancasila adalah:

1. Pemberontakan PKI tahun 1948 yang dipimpin oleh Musso, yang membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR), dengan tujuan mendirikan Soviet Republik yang berpaham komunis di Indonesia.
Pemberontakan ini berhasil ditumpas oleh TNI terutama dari Divisi Siliwangi bersama dengan rakyat.

2. Pemberontahan DI/TII tahun 1953 yang dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo dan berusaha mendirikan negara berpaham Islam di Jawa Barat. Pemberontakan ini kemudian diikuti oleh pemberontakan serupa di Aceh, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah. Pemberontakan juga berhasil ditumpas oleh TNI bersama rakyat.

3. Pemberontakan PKI tahun 1965 yang lebih dikenal dengan Peristiwa G30S/PKI, yang menculik dan membunuh 7 Jenderal Revolusi: Jend. Ahmad Yani, Letjen Suprapto, Letjen M.T. Haryono, Letjen S. Parman, Mayjen D.I. Panjaitan, Mayjen Soetoyo Siswamihardjo dan 2 perwira lainnya, yaitu Kapten Pierre Tendean, AIP K. Satsuit Tubun. Selain itu masih ada dua perwira yang dibunuh di Yogyakarta yaitu: Brigjen Katamso dan Kolonel Sugiono. 

Pemberontakan ini diduga dipimpin dan direncanakan oleh pemimpin PKI terutama DN. Aidit dan Kolonel Untung. Dan sampai hari ini peristiwa ini masih menyisakan banyak kontroversi yang belum diungkap secara jelas. 

Tetapi berkat kerjasama antara TNI dan rakyat, pemberontakan ini pun berhasil ditumpas dengan sukses. Dan sejak tahun 1965, setiap 1 Oktober kemudian ditetapkan sebagai Hari Kesakitan Pancasila, karena pada saat itu ketangguhan Pancasila benar-benar telah diuji tetapi tetap kokoh.

Setelah itu masih banyak lagi usaha-usaha yang dilakukan oleh orang atau kelompok tertentu untuk menggantikan Pancasila, baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi dengan menanamkan ideologi anti Pancasila kepada masyarakat melalui berbagai macam cara.

Terlebih setelah era reformasi tahun 1998, kebebasan yang kebablasan telah menghantarkan bangsa ini ke dalam sebuah babak baru. Euforia kebebasan berdemokrasi yang dianggap dibelenggu selama Orde Baru dan kebelumsiapan sebagian besar masyarakat dalam membatasi diri akhirnya mengakibatkan kegaduhan yang serius.

Kebencian berlebihan kepada Rezim Orde Baru telah membuat kesalahan fatal dengan dihapuskannya banyak hal yang berhubungan dengan usaha penanaman dan pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara, salah satunya adalah dibubarkannya: Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) yang menyelenggarakan secara berkala Penataran P4.

Dan akibatnya adalah seperti yang terjadi seperti sekarang ini. Bahaya radikalisme yang ingin menggantikan Pancasila sebagai Dasar Negara telah menyebar dimana-mana. Mulai dari usia dini hingga mahasiswa, guru, dosen, tokoh politik dan bahkan pejabat telah banyak yang anti Pancasila dan ingin menggantikannya dengan ideologi lain dan salah satunya adalah dengan ideologi khilafah.

Kebebasan mereka yang dianggap tokoh yang haus kekuasaan, terus berusaha bereksperimen menjadikan negeri ini sebagai laboratorium percobaan dan memperalat rkayat sebagai komoditas dengan menyebarkan fitnah dan ujaran kebencian yang sudah di luar batas.

Ingin rasanya kembali ke zaman ketegasan Soeharto, yang menumpas habis semua tokoh-tokoh yang berusaha menciptakan kegaduhan dalam negera dengan mencekoki rakyat dengan informasi sesat dan ujaran kebencian yang mengancam kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara.

Ketika Soeharto mengatakan bahwa negara ini belum siap melakukan reformasi, mungkin hal inilah yang dilihatnya jauh ke depan. Banyak tokoh memperalat rakyat hanya untuk mencapai tujuannya. Dan di zaman Soeharto orang-orang seperti itu dilibas habis karena jelas-jelas dianggap sebagai penghianat bangsa.

Ingin rasanya masa-masa itu diulang kembali. Semua orang siapapun dia, yang jelas-jelas ingin mengganti Dasar Negara Pancasila dan melakukan gerakan-gerakan ke arah itu baik berupa wacana dan aksi, semuanya ditumpas habis sampai ke akar-akarnya.

Mungkinkah?

Selamat Hari Lahir Pancasila, Jayalah Indonesiaku.

(RS/dari berbagai sumber)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun