Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Fintech, Sebuah Pengubah Permainan Sekaligus Penyaji Ancaman

11 Desember 2017   23:26 Diperbarui: 11 Desember 2017   23:33 1302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Adrian Gunadi pendiri Investree dan Marshal Pribadi pendiri PrivyID menjawab pertanyaan terkait penggunaan teknologi internet dalam industri keuangan di saat ini di Indonesia dalam sebuah workshop Danamon Entrepreneur Award dengan tema Fintech Solusi Literasi di Era Digital di Menara Danamon pada Kamis (7/12/2017) di Menara Danamon, Jakarta. Sumber: dokpri

Di Indonesia, banyak usaha kecil menengah yang tidak bankable. Artinya, tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan kredit bank. Umumnya terkait dengan persyaratan misalnya jaminan (collateral), laporan keuangan (audited) dan juga menunjukkan trendperkembangan yang positif. Bahkan omzet per tahun serta nilai aset perusahaan menjadi poin yang dipelototi oleh credit analyst perbankan konvensional. Usaha kecil dan menengah ini tidak dapat memenuhi.

Investree mencoba menerobos kekakuan ini dengan mengembangkan peer to peer lending (p2p). Sederhananya menemukan kreditur (pemilik uang) dan debitur (pengutang). Di workshop Danamon Enterpreneur Awards bertema Fintech Solusi Literasi di Era Digital atas kolaborasi Kompasiana dan Bank Danamaon (07/12/2017) Adrian Gunadi, pendiri Investree, memaparkan bahwa banyak usaha kecil menengah yang butuh dana. Di sisi lain, banyak juga yang ingin menginvestasikan uangnya, tetapi jumlahnya tidak banyak.

Dengan memanfaatkan platform internet, Investree mencoba mempertemukan demand dan supplyini, kreditur dan debitur atau dalam istilah Investree Lender dan Borrower. Hingga hari ini, Investree telah mengelola kapitasilasi hingga Rp. 448 milyar.

Pinjaman ini sudah disalurkan pada hampir 1200 peminjam. NPL (Non-performing loan) alias gagal bayarnya 0 (nol) persen dengan tingkat pengembalian rata-rata 16,7%. Siapa yang tidak tertarik dengan return on investment sebesar itu dengan tenor 90 hari hingga setahun. Deposito bank konvensional kalah jauh. Fintech telah melakukan 'keajaibannya'.

Karena menggunakan internet, semua proses dan data haruslah terdigitalisasi. Jika masih ada yang belum terdigitalisasi, tampaknya, ada yang kurang. Kurang layak disebut tekfin. Untuk ini salah satu yang penting dari proses ini yakni tanda-tangan digital (digital signature).

Masih di kesempatan yang sama, Marshal Pribadi dari PrivyID, menjelaskan bahwa saat ini penggunaan digital signature sudah berkembang dan diterapkan banyak perusahaan. Digital signature menjadi penting, karena merupakan sebuah tanda-tangan yang digunakan untuk pengesahan transaksi secara ditigal.

Tentunya jika dulu digital signature benar-benar membuat tanda tangan di layar, sekarang cukup menyentuh tombol, maka sistem akan 'menandatangani' untuk pelanggan. Tanda tangan pelanggan yang sudah disimpan sebelumnya dan dienkripsi dengan sistem pengamanan tinggi.

PrivyID yang dipimpin Marshal bergerak dalam penyediaan jasa digital signature ini. Menurut pria yang memiliki tiga gelar di bidang Hukum, Ekonomi dan Teknologi Informasi ini, untuk saat ini masih diperlukan upaya peningkatan awareness yang terus menerus untuk makin banyak pengguna digital signature ini. Peningkatan ini tentunya membutuhkan mitigasi yang juga terus menerus.

 Mitigasi Ancaman

Fintech memang sangat menjanjikan. Dalam kasus Investree, harus dilakukan mitigasi setidaknya pada dua sisi. Pertama pada sisi lending-nya terutama kriteria borrower-nya. Meskipun tidak seketat perbankan konvensional, Adrian menjelaskan bahwa saat ini Investree menggunakan 'kontrak pasti' sebagai kriteria untuk menerapkan unsur prudence-nya. Kontrak pasti ini yakni kontrak borrower, yang biasanya UMKM,  dengan perusahaan yang sudah bonafid, mapan ataupun dikenal memiliki integritas.

Mitigasi lainnya, pada sisi infrastruktur teknologinya terutama sistem pengamanannya. Karena semua data sudah digital dan dijalankan pada platfrom internet, pasti selalu ada pihak-pihak yang mencoba mencari celah sehingga bisa mendapatkan keuntungan 'curang' dari proses ini. Terkait digital signature juga ini relevan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun