Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bencana, Pemulihannya dan Persoalan Rumit yang Tak Pernah Tuntas

29 November 2017   22:21 Diperbarui: 30 November 2017   01:26 1692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiga Pendekatan dalam Kebencanaan

Memang dalam konteks kebencanaan ada tiga pendekatan yang mungkin dilakukan. Pertama, berupaya memindahkan ancaman bencana dari masyarakat dan asetnya. Kedua, memindahkan masyarakatnya dari lokasi ancaman bencana. Ketiga, berusaha hidup harmonis dengan ancaman bencana. Kemungkinan pertama dan kedua telah dilakukan tetapi tidak dengan mudah juga.

Kita bisa melihat yang dialami pemerintah DKI Jakarta ketika memindahkan masyarakat dan juga memindahkan banjir dari lingkungan masyarakat pada Agustus 2015.

Proses relokasi masyarakat di Kampung Pulo dan Bukit Duri mengobarkan kericuhan dan masih menyimpan potensi konflik. Pemerintah memindahkan masyarakat ke rumah susun dengan proses yang sangat keras dan cenderung brutal.

Di samping karena banyaknya kepentingan di dalam proses itu sendiri, hidup di rumah susun bukanlah sesuatu yang biasa bagi kebanyakan masyarakat Indonesia. Perubahan yang drastis dari rumah tapak ke rumah susun, mendorong masyarakat menolak program revitalisasi sungai Ciliwung.

Dengan program revitalisasi itu, ancaman banjir dapat dipindahkan. Banjir tidak lagi terjadi di wilayah yang dulu selalu menjadi langganan. Tetapi, perlawanan tidak berhenti. Konflik tidak padam total. Setidaknya saat ini banyak masyarakat yang direlokasi tidak mampu membayar uang sewa.

Pada kasus lain, pemerintah Kabupaten Bantul dengan dukungan sebuah organisasi multilateral pada tahun 2009-2010 melakukan kajian ancaman tanah longsor di Desa Wukirsari dan Srimartani.

Hasil dari kajian merekomendasikan bahwa 618 kepala keluarga harus segera dipindahkan, karena berlokasi dilahan yang paling tinggi ancaman tanah longsornya. Gelombang pertama dilakukan relokasi 68 rumah. Selanjutnya menjadi tanggung-jawab pemerintah Kabupaten Bantul.

Tetapi, karena terbatasnya keuangan, pemerintah hanya mampu memindahkan 5 rumah per tahun. Meskipun demikian, pemerintah tetap mencari ruang-ruang fiskal dari berbagai sumber untuk memindahkan masyarakat segera. 

Sementara masih ada ratusan keluarga yang was-was akan ancaman longsor. Hidup sungguh tidak tenang. Hati selalu was-was. Tidur tidak pernah nyeyak. Terbayang tanah menggusur kehidupan mereka.

Pemahaman akan ancaman gempa, tindakan siap-siaga lewat upaya-upaya bersama masyarakat dengan pemerintah sesuai dengan kapasitas dan kemampuan pemerintah dapat menghindarkan konflik yang dipicu oleh kejadian bencana. Ini berkaitan dengan pendekatan ketiga. Kenyataannya, kita harus hidup dengan ancaman bencana. Sehingga upaya pencegahan dan pengurangan risiko bencana menjadi penting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun