Akhirnya, tepat jam 17.59 acara dimulai. Mbak Nicky yang mengirimkan aku email undangan, membimbing diskusi. Seperti biasa, perkenalan dilakukan. Untuk dokumentasi, panitianya menyediakan sound recorder, handycam dan kamera. Lengkap sekali. Rasanya menjadi sangat penting. Setiap peserta juga diminta mengisi kuesioner. Mbak Nicky melanjutkan bahwa diskusi dilakukan sesantai mungkin, tidak ada benar dan salah. Semua peserta boleh menyampaikan pendapatnya dan itulah tujannya diundang.
Setelah menjelaskan tujuan diskusi dan cara diskusi, Mbak Nicky mengajukan pertanyaan perdana. Bagaimana kegiatan bermedia sosial setiap hari? Masing-masing perserta menjelaskannya. Semuanya peserta bisa dikatakan pelaku media sosial yang sangat aktif. Mulai dari bangun pagi hingga tidur, tidak terlepas dari aktivitas bermedis sosial termasuk mencari berita-berita dari situs-situs yang ada.
Pertanyaan tentang media konvensional juga diajukan. Pertanyaan apakah media cetak masih perlu menjadi pertanyaan yang agak menantang. Tetapi para peserta meyakini bahwa suatu saat koran cetak akan mati dan semuanya akan berbasis online. Saat ini media cetak masih hidup, karena masih ada generasi yang disebut sebagai generasi digitial refugee dan digital migrant. Generasi yang lahir sebelum pada zaman digital.
Jika ditegaskan, generasi yang lahir sebelum tahun 1990-2000. Generasi ini masih suka dengan suasana membaca koran, membolak-baliknya, aromanya dan juga kebiasaan membaca koran di pagi hari sembari minum kopi. Nanti, ketika generasi digital native yang mayoritas, maka koran cetak akan menemukan senjakalanya.
Terkait media-media yang diakses dan hubungan antar media yang diakses tersebut dengan kebiasaan bermedia sosial, peserta memiliki kesamaan. Pada akhirnya, media-media mainstreamakan menjadi acuan untuk mengkonfirmasi berita-berita yang berseliweran di masyarakat. Media mainstreamyang memiliki budaya jurnalistik yang matang dan dewasa, tentunya, yang ditopang oleh data dan informasi yang terkelola dengan baik.
Di Kompas sendiri ada Pusat Informasi Kompas yang mengelola informasi dan data dalam berbagai format. Data dan informasi sejak berdiri. Ini merupakan kekuatan sebuah media dalam menjalan visi ideal dan juga sosialnya.
Bagi peserta, media sosial digunakan sebagai tempat mencari isu-isu yang lagi happening. Berbagai isu sesuai kesukaan peserta. Isu-isu itu kemudian dikonfirmasi ke media utama. Yang menjadi rujukan peserta yakni Kompas cetak, kompas.id dan beberapa media cetak nasional lainnya. Tentunya yang punya reputasi.
Akhirnya diskusi mengerucut tentang Kompas.id. Format digital dari kompas cetak, dulunya kompasprint. Bagaimana kira-kira kompas.id diterima pembaca. Semua yang hadir mengakses kompas.id setiap hari. Kemudahan yang ditawarkan tentunya sifatnya yang online. Jika tidak sempat membaca di rumah, kompas cetak dapat di akses melalui kompas.id, dimana saja.
Format digital kompas cetak ini memberikan cakupan yang luas. Bahkan pembaca koran cetak kompas yang sedang bepergian di luar kota yang pun, tidak harus kehilangan ‘kompas cetak’. Terlebih mereka yang ada di luar negeri.
Pertanyaan selanjutnya terkait apakah format Kompas.id sudah nyaman? Apakah perlu dibuatkan versi premiumnya, sehingga lebih menarik? Mungkin karena memang sudah matang bermedia sosial, para peserta tidak memusingkan format dan layout serta coloringKompas.id yang sekarang.
Peserta cenderung lebih fokus ke konten, karena sudah percaya dengan akurasi dan kredibilitasnya. Penulis sendiri melihat sistem manajemen informasi dan data yang dimiliki Kompas sangat mendukung proses produksi dan penyebaran berita yang berbasis kepada pengetahuan – Knowledge-based News.