Menjadi jelas kemudian, dengan waktu yang relatif lama dalam perencanaan dan ruang sempit ‘manuver’ untuk memainkan pembiayaan dari pinjaman, bisa jadi motivasi para perancang proyek pengadaan KTP-el itu mengubah sumber pembiayaan dari pinjaman menjadi APBN murni.
Sementara dengan APBN murni, para perancang korupsi itu yakin semuanya bisa diatur. Mereka percaya pada pendapat yang mengatakan bahwa jika “What’s in it for me”-nya jelas untuk setiap ‘aktor’, maka proyek akan mulus dan berjalan lancar.
Tetapi, sayangnya para perancang korupsi ini lupa bahwa ada pepatah yang mengatakan sebaik-baiknya menyimpan bangkai, akan kecium juga. Bau korupsinya sudah meruap. Sekarang tinggal KPK yang bekerja keras.
Upaya menelikung dengan mengubah sumber pembiayaan, ternyata hanya akal bulus memuluskan ‘pencurian’. Karena menurut mereka pinjaman itu susah ditelikung, sementara APBN murni dapat dengan mudah digasak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H