Mohon tunggu...
Rinsan Tobing
Rinsan Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Seorang pekerja yang biasa saja dan menyadari bahwa menulis harus menjadi kebiasaan.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pilkada DKI: Menelisik Program Agus dan Anies

26 Januari 2017   14:40 Diperbarui: 4 April 2017   17:31 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: kompassurabaya.com

“The devil is in the details”

Begitulah ungkapan yang terkenal itu dituliskan. Maknanya kurang lebih, salah satunya, dalam sebuah rencana atau program, hal-hal kecil yang terlewatkan bisa menjadi masalah serius kemudian. Makna lainnya, bahwa banyak hal di permukaan sepertinya sederhana, gampang dan mudah dilakukan, tetapi ketika pada tahap pelaksanaan, masalah dan hambatan muncul.

Sederhananya, ketika membuat suatu program, gambaran besarnya akan sangat mudah dibuat. Akan tetapi, ketika mulai hal-hal yang detail, kesulitan itu muncul. Bahkan pada titik tertentu, karena tidak mengerti mengoperasikan dan menjelaskan detailnya, program tidak bisa dieksekusi.

Akhir-akhir ini, dalam rangka pemilihan kepala daerah di Jakarta yang diikuti oleh tiga pasangan kandidat yakni Agus-Silvy, Ahok-Djarot dan Anies-Sandi, sedang bertarung memenangkan posisi gubernur DKI Jakarta. Posisi DKI 1 ini sangat seksi. Dilihat dari jumlah APBD-nya, paling tinggi di antara 34 provinsi di Indonesia. Posisi sebagai ibukota negara menjadikan Jakarta sebagai pusat perhatian di tingkat nasional dan internasional. Posisi gubernur juga dekat dengan pusat-pusat kekuasaan. Presiden, wakil presiden, menteri dan petinggi-petinggi negara lainnya, berada di Jakarta. Posisi ini menarik minat banyak orang.

Untuk menuju kursi DKI 1 itu pada pilkada 2017 ini, para pasangan mencoba menjual programnya untuk menarik minat pemilih. Program-program dijabarkan di setiap kampanye model blusukan. Model lama yang mengundang artis dan mengumpulkan penggembira dan calon pemilih di lapangan sudah usang. Konvoi di jalan raya juga sudah lama dikandangkan.

Dengan intensnya interaksi dengan calon pemilih, program harus dijabarkan dengan baik dan menarik. Program ini menjadi daya jual. Selain itu tampang, pengalaman dan gaya bicara serta sopan santun. Program ini harus dirancang mengena ke hati calon pemilih dan bisa menarik lebih banyak pemilih. Kadang-kadang jurusngecap dan membual juga dikeluarkan. Lalu bagaimana Agus dan Anies membuat programmnya.

Bagi-Bagi Uangnya Agus

Program yang ditawarkan Agus-Silvy yang menguar ke publik cenderung bersifat cash-basis. Program yang ditawarkan dalam janji-janji kampanyenya sangat kental dengan aroma transaksi. Pasangan ini menawarkan berbagai bantuan yang memiliki nilai nominal yang cukup menggiurkan.

Bagaimana tidak menggiurkan. Setiap keluarga miskin diberikan uang Rp. 5 juta rupiah. Uang ini katanya bersifat sementara, meskipun tidak dijelaskan juga dengan rinci periode waktu pemberian program ini, dan alasan untuk menghentikannya.

Program lain yang sifatnya merayu dengan uang yang diluncurkan Agus-Silvy yakni membagi dana Rp. 1 milyar per RW per tahun untuk memberdayakan komunitas. Komunitas masyarakat memang sangat perlu diberdayakan. Tetapi jika setiap RW dibagikan, pertanyaan pertamanya adalah apakah setiap RW memang komunitasnya harus diberdayakan. Bisa jadi, seperti yang banyak ditemui di program pemerintah yang membuat Ibu Susi Pudjiastuti murka. Program-program pemberdayaan ini sering sekali hanya berupa pelatihan-pelatihan yang tidak menghasilkan apa-apa.Output-nya hanya berupa daftar hadir dan paparan-paparan.

Masih bagi-bagi uang. Agus-Silvy memberikan dana bantuan langsung modal usaha Rp. 50 juta per satu unit usaha untuk menciptakan lapangan kerja. Banyak sekali yang harus dilihat disini. Uang pemerintah diharapkan harus menghasilkan barang atau jasa. Dengan memberikan uang Rp. 50 juta per satu unit usaha, maka perlu upaya selanjutnya untuk mendampingi dan mengawasi.

Program membagi-bagikan uang ini, meskipun Agus Silvy menolak mengatakannya sebagai program bagi-bagi uang, tentunya menarik perhatian dan juga minat banyak orang. Siapa juga yang menolak uang, apalagi sepertinya gratis. Program ini rawan gagal, karena belum tampak yang namanya mekanisme pengaturan, kontrol, management dan sanksi. Ini membutuhkan sumber daya dan sumber dana yang besar.

Program bagi-bagi uang dipandang tidak baik. Bahkan dalam kebencanaan sendiri pun dikenal program bagi-bagi uang yang sering disebut dengan Cash for Work. Program ini sebenarnya tidak gratisan, tetapi memberikan uang kepada masyarakat untuk bekerja yang sifatnya kasar. Program ini dipercaya memberdayakan masyarakat yang terdampak bencana supaya tidak terlalu lama mengalami trauma dan kesedihan. Program Cash for Works ini pun dinilai tidak baik.

Mengapa Cash for Work ini tidak baik? Pengalaman di daerah-daerah bencana, program seperti ini membuat masyarakat kehilangan nilai-nilai sosialnya yakni gotong-royong. Masyarakat menjadi terbiasa dengan program berbasis uang. Uang yang cepat dan segar. Tidak ada lagi budaya kerja sama. Semuanya dinilai dengan uang.

Di program lain, dana bergulir (revolving fund) dengan sistem tanggung-renteng juga gagal. Setidanya seperti disampaikan oleh Basuki-Djarot bahwa program serupa yang dilaksanakan oleh Fauzi Bowo mengalami gagal bayar, penyelewengan dan juga memasukkan banyak orang ke hotel prodeo.

Moral hazard menjadi satu ancaman tersendiri, karena berhubungan langsung dengan uang. Bagi-bagi rejeki ini juga semakin sulit dilaksanakan karena permasalahan data. Mungkin sering dengar kalau daftar DPT pun tidak pernah benar-benar solid.

Sekali lagi dari perspektif kebencanaan, ketika pemerintah mengumumkan bantuan stimulan kepada penduduk yang rumahnya rusak, maka jumlah rumah rusak akan bertambah. Rumah yang rusak sedang, akan dirusak supaya masuk kategori rusak berat. Rumah rusak ringan dirusak supaya menjadi rusak sedang. Karena dana stimulan untuk rusak berat lebih besar dari rusak sedang. Moral hazard ini benar-benar menjadi kendala. Bahkan bantuan untuk pengungsi pun sering sekali disunat oleh pejabat sehingga beberapa diantarnya masuk penjara. Uang segar menggoda untuk berbuat curang.

Sangat besar godaan dan kerugian memberikan bantuan uang kepada masyarakat. Sistemnya harus dibuat dan dibangun dengan pengawasan yang ketat. Sementara, kita semua sadar di pengawasan negara ini lemah.

Dengan keisengannya, seorang pengguna facebook menghitung besaran biaya yang digunakan untuk membagikan uang di APBD DKI Jakarta dalam tiga program ini. Totalnya lebih dari 45 trilyun rupiah (75%) dari total APBD 2016. Lalu, biaya untuk mengawasi juga akan sangat besar. Karena tidak hanya terkait sistem perbankan. Tetapi juga sumberdaya untuk melatih, mengawasi, memonitor, mengevaluasi, memberikan sanksi dan seterusnya.

Sepertinya, Agus-Silvy harus bekerja keras untuk menggali sumber-sumber dana untuk menambah APBD menjadi sekitar 125T. Harapannya, dengan APBD sebesar itu, program bagi-bagi uangnya dapat dijalankan dan biaya manajemennya juga tersedia. Bisakah?

Penataan Kota Tanpa Menggusurnya Anies

Lain Agus, lain Anies tentunya. Dua program Anies-Sandi yang menonjol adalah One Kecamatan One Center of Entrepreneuship (OK OCE) dan penataan kota tanpa menggusur. Program-program lainnya sepertinya sudah dan sedang dilaksanakan oleh pemerintah sekarang, sehingga yang benar-benar baru relatif tidak ada. Akan tetapi dua program yang menonjol dalam setiap diskusi dan blusukannya adalah dua program di atas.

Dengan 44 OK OCE, maka diharapkan akan tumbuh 200.000 pengusaha-pengusaha di Jakarta. Sandiaga mengatakan bahwa dia punya pengalaman dengan program sejenis dan dianggapnya berhasil. Mungkin berhasil, karena memang dulu program itu sifatnya swasta, tidak menggunakan mesin birokrasi. Sedikit belajar dari start-up yang banyak tumbuh, hanya 3% yang berhasil seperti disampaikan oleh Hari Sungkari, Deputi Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif di sela-sela pelaksanaan acara Bekraf Developer Day di bulan Oktober tahun lalu.

Biasanya para start up ini adalah orang-orang yang sangat militan. Jadi, jika hanya berhasil di angka itu, akan sangat banyak sumber daya yang disia-siakan untuk membangun 200.000 pengusaha ini.

Program lain yang didorong oleh Anies-Sandi adalah Urban Renewal. Perdefinisi, Urban renewal adalah the redevelopment of areas within a large city, typically involving the clearance of slums.Menata kota dalam skala besar untuk menghilangkan daerah-daerah kumuh yang identik dengan kaum miskin dan tempat-tempat yang tidak komersil seperti di bawah jembatan dan pinggir kali, setidaknya di Indonesia.

Anies-Sandi juga mencoba merayu pemilihnya dengan mengatakan bahwa mereka tidak akan melakukan penggusuran dalam kerangka penataan kota. Malah dikatakan hanya diberikan warna saja. Mungkin Anies terinspirasi dari suatu kampung di Malang dan Yogyakarta.

Secara kasast mata, jika mau menatanya, maka mau tidak-mau daerah-daerah kumuh itu harus dibersihkan, dirapihkan dan dihilangkan seperti konsep di atas. Dengan demikian, penggusuran harus dilakukan. Sementara Anies sangat menentang penggusuran karena alasan mencabut masyarakatnya dari akar-akarnya.

Program Anies dan keinginannya tidak sejalan alias bertolak belakang. Penggusuran yang dilakukan tidak menimbulkan riak-riak, itu harapannya. Tetapi dengan kompleksitas Jakarta dan tarik menarik kepentingan yang sudah sangat rumit, sangat disangsikan jika riak-riak dan ombak di masyarakat tidak muncul dalam program calon ini.

Begitulah adanya, ketika visi dan misi digariskan, terasa mudah sekali. Menjabarkannya ke program-program masih juga tidak menantang. Mendetailkannya menjadi langkah-langkah operasional, kerumitan muncul dan ketidaktahuan menjadi tuan. Kembali ke pernyataan petahana di dalam debat pertama itu, “Namanya juga ingin jadi gubernur, ya segala upaya digunakan”. Termasuk upaya melupakan detil-detil yang menjadi perangkap kegagalam program. Hantunya ada di detailnya. Begitulah adanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun