Seumur hidup, saya baru ngerasain gempa. 22 Maret 2017. Dan sialnya yang saya rasain di jam pagi dimana saya dan adek lagi tidur pulas, mulai ngerasain aneh sama kepala sendiri kok puyeng-puyeng, sampai akhirnya saya sadar lagi gempa dan adek saya yang bangun tiba-tiba langsung panik.
You know what? Secara kamar kita di lantai tiga---paling atas, kaki belum menginjak tanah rasanya enggak bakalan aman. Kita lari tunggang langgang turun tangga buru-buru sampai akhirnya tiba di lobi hotel.
Menurut BMKG gempanya berkekuatan rendah berpusat di selatan Bali. Durasinya pun kurang dari satu menit. Pernah nonton Tremor? Yap, rasa-rasanya ada cacing raksasa di dalam tanah lagi jalan-jalan keliling kota.
Gara-gara Gempa, pagi-pagi Bapak sama Mamak udah nelpon dan nanyain kabar kita, celakanya diminta pulang segera takutnya ada gempa susulan, dan tsunami. Hahaha..
Kita udah booking tiket pulang beberapa hari lagi, masa mau dicepetin sih, Bapak? Puas deh kita nenangin orangtua di Bangka kalau kita baik-baik saja dan berjanji ke tempat wisata yang dataran tinggi sekalipun kemungkinan besar bohong sih.
Mungkin warga Bali udah biasa, karena bli pengelola hotelnya aja nyuruh kita santai dan baik-baik aja, tapi ya mau gimana lagi namanya juga fenomena alam, kita tetap lanjut petualangannya.
Kita sempat menuju Uluwatu Temple, saat itu kita perginya pagi menjelang siang jadi enggak ada atraksi seni yang ternyata diadakan di sore hari. Jadi di sana kita hanya jalan-jalan, sambil lihat tebing tinggi menjulang, sama memang monyet-monyet disini bandel-bandel curious ya.
Memasuki kawasan rumah-rumah penduduk yang mayoritas berbentuk panggung, kita mulai diarahkan untuk turun lagi. Jangan takut tersasar, ya. Ada petunjuk arahnya yang memudahkan wisatawan untuk jalan. Dan memang tetap ketemu tangga-tangga yang terbuat dari semen.
Dan seperti yang saya bilang tadi, keluar dari area pantai mulai capek karena mesti naik tangga. Hahaha.