Mohon tunggu...
Rin Muna
Rin Muna Mohon Tunggu... Penulis - Follow ig @rin.muna

Walrina Munangsir Penulis Juara Favorite Duta Baca Kaltim 2018 Pemuda Pelopor Kaltim 2019 Founder Taman Bacaan Bunga Kertas

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Nobar Film Sexy Killers di Taman Bacaan Bunga Kertas

15 April 2019   05:41 Diperbarui: 15 April 2019   05:49 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sorot lampu truck tambang yang lewat bisa terlihat di sini

Ini film tentang kemanusiaan dan pengorbanan rakyat untuk penguasa-penguasa negeri.

Sabtu, 13 April 2019 menjadi sebuah momen yang tidak akan pernah terlupakan bagi kami, warga Desa Beringin Agung. Pukul 19.00 WITA kami mengadakan sebuah acara nonton bareng sebuah film dokumenter berjudul "Sexy Killers". Bukan hanya nonton bareng, kami juga ikut berdiskusi tentang film "Sexy Killers" usai menonton. 

Dalam acara ini, hadir Bapak Zazuli, S.Ps.I selaku Kepala Desa. Mas Adine dan Mba Inne dari komunitas taman baca Pena dan Buku (Balikpapan). Mas Alwi dari Himpunan Mahasiswa Samboja yang menjadi moderator. Muhammad Ali Sadli dari taman Baca Macan Dahan dan Mas Isman dari Walhi Kaltim (Wahana Lingkungan Hidup).

dokpri
dokpri
Film Sexy Killers bukanlah film yang bercerita tentang pembunuhan berantai atau pembunuhan yang teroganisir dengan baik. Film ini bercerita tentang dampak perusahaan tambang batu bara dan PLTU serta orang-orang yang ada di baliknya.

Terlepas dari isu politik, film ini seperti memberikan pandangan kepada kita untuk golput. Namun, pesan yang sesungguhnya kita ambil adalah bahwa kita tidak perlu berdebat atau bermusuhan hanya karena berbeda suara.

Sebab, mereka sama-sama punya keterkaitan dan kepentingan yang sama.  Pesan lainnya untuk penonton adalah bagaimana energi alternatif yang bisa kita gunakan agar lebih ramah lingkungan dan tidak berdampak terlalu besar pada masyarakat sekitar.

Sorot lampu truck tambang yang lewat bisa terlihat di sini
Sorot lampu truck tambang yang lewat bisa terlihat di sini
Ada hal yang lebih menarik lagi ketika kami sedang menonton film ini. Bukan hanya menonton sebuah film realita yang terjadi di beberapa daerah di Kalimantan Timur. Tapi tepat di hadapan kami, truck-truck batubara sedang seliweran mengangkut batubara menuju pelabuhan atau stock file.

Ya, jalan di depan rumahku memang menjadi salah satu jalur hauling batu bara. Bagaimana bisa? Bukankah seharusnya hauling batu bara tidak menggunakan jalan milik masyarakat?

Tentu saja bisa, karena batu bara yang ada di desaku memang berada di tengah-tengah pemukiman warga. Bukan lagi berjarak 500 meter dari pemukiman.

dokpri
dokpri
Kami tidak begitu paham soal hukum. Kami tidak tahu bagaimana caranya mencegah perusahaan tambang menguras isi bumi kami. Semuanya dibiarkan saja berjalan seperti biasa. Toh, banyak juga warga yang bekerja di perusahaan tambang batu bara. Hal ini tentunya juga menjadi hal yang sulit bagi warga. Di satu sisi, kami membutuhkan pekerjaan dan di sisi lain kami ingin mempertahankan lingkungan kami.

Usai menonton film "Sexy Killers" kami melanjutkan dengan diskusi yang dibuka oleh Bapak Zazuli, S.Pd.I selaku Kepala Desa. Beliau juga memberikan gambaran kepada warga dan teman-teman dari Walhi tentang kegiatan pertambangan yang terjadi di desa kami. Mulai dari tambang batu bara yang berada di tengah pemukiman warga sampai tambang batu bara yang berada di tengah-tengah HGU perkebunan kelapa sawit. 

dokpri
dokpri
Dalam diskusi, kami juga mendapatkan banyak wawasan tentang bagaimana mencintai lingkungan hidup. Mencari sumber energi alternatif yang bisa digunakan selain menggunakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui seperti batu bara. Selain berdiskusi tentang sumber energi alternatif yang dapat diperbarui, kami juga berdiskusi tentang sumber ekonomi yang baik tanpa harus merusak alam.

Bang Ali Sadli dari Macan Dahan mengungkapkan bahwa budaya Indonesia yang paling baik adalah bertani dan beternak. Orang-orang Indonesia sebenarnya adalah orang yang memiliki budaya bercocok tanam dan beternak sejak dahulu. Namun, gaya hidup dan gengsi telah mengubah pola pikir masyarakatnya.

Pendapat dari Bang Ali juga ada benarnya. Manusia itu, kalau hidup hanya untuk makan, bertani dan beternak saja sudah cukup. Yang tidak bisa mencukupi adalah gengsi dan gaya hidupnya. Kita tidak pernah tahu bagaimana Indonesia di tahun 2050 nanti. Apakah tanah Kalimantan akan dikuras sumber daya alamnya sampai habis? Mengingat perkiraannya kebutuhan batu bara akan meningkat 5x lipat.

Yang terpikir di kepalaku adalah ... bagaimana jika alam sudah hancur? Tanah tidak lagi bisa subur, tanaman tidak lagi bisa tumbuh, ternak mati karena pencemaran lingkungan dan manusia ...? Dari manakah kita akan mendapatkan sumber makanan. Aku benar-benar ngeri! Aku jadi ingat film "IO". Aku harap, dunia tidak akan seperti itu jika kita sebagai manusia bisa menjaga alam dengan baik.

dokpri
dokpri
Generasi muda saat ini dituntut untuk kreatif dan inovatif, tapi tidak merusak lingkungan atau alam. Sehingga, manusia tetap bisa hidup berdampingan dengan alam. Sehingga anak cucu kita masih bisa menikmati indahnya alam dan tidak menanggung kerusakan alam yang telah dibuat oleh nenek moyangnya.

dokpri
dokpri
Kami berharap, rumah kami tidak digusur dan dijadikan tambang seperti yang ada dalam film tersebut, walau sudah banyak di sekitar kami yang sudah menjadi lahan tambang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun