Ini film tentang kemanusiaan dan pengorbanan rakyat untuk penguasa-penguasa negeri.
Sabtu, 13 April 2019 menjadi sebuah momen yang tidak akan pernah terlupakan bagi kami, warga Desa Beringin Agung. Pukul 19.00 WITA kami mengadakan sebuah acara nonton bareng sebuah film dokumenter berjudul "Sexy Killers". Bukan hanya nonton bareng, kami juga ikut berdiskusi tentang film "Sexy Killers" usai menonton.Â
Dalam acara ini, hadir Bapak Zazuli, S.Ps.I selaku Kepala Desa. Mas Adine dan Mba Inne dari komunitas taman baca Pena dan Buku (Balikpapan). Mas Alwi dari Himpunan Mahasiswa Samboja yang menjadi moderator. Muhammad Ali Sadli dari taman Baca Macan Dahan dan Mas Isman dari Walhi Kaltim (Wahana Lingkungan Hidup).
Terlepas dari isu politik, film ini seperti memberikan pandangan kepada kita untuk golput. Namun, pesan yang sesungguhnya kita ambil adalah bahwa kita tidak perlu berdebat atau bermusuhan hanya karena berbeda suara.
Sebab, mereka sama-sama punya keterkaitan dan kepentingan yang sama. Â Pesan lainnya untuk penonton adalah bagaimana energi alternatif yang bisa kita gunakan agar lebih ramah lingkungan dan tidak berdampak terlalu besar pada masyarakat sekitar.
Ya, jalan di depan rumahku memang menjadi salah satu jalur hauling batu bara. Bagaimana bisa? Bukankah seharusnya hauling batu bara tidak menggunakan jalan milik masyarakat?
Tentu saja bisa, karena batu bara yang ada di desaku memang berada di tengah-tengah pemukiman warga. Bukan lagi berjarak 500 meter dari pemukiman.
Usai menonton film "Sexy Killers" kami melanjutkan dengan diskusi yang dibuka oleh Bapak Zazuli, S.Pd.I selaku Kepala Desa. Beliau juga memberikan gambaran kepada warga dan teman-teman dari Walhi tentang kegiatan pertambangan yang terjadi di desa kami. Mulai dari tambang batu bara yang berada di tengah pemukiman warga sampai tambang batu bara yang berada di tengah-tengah HGU perkebunan kelapa sawit.Â
Bang Ali Sadli dari Macan Dahan mengungkapkan bahwa budaya Indonesia yang paling baik adalah bertani dan beternak. Orang-orang Indonesia sebenarnya adalah orang yang memiliki budaya bercocok tanam dan beternak sejak dahulu. Namun, gaya hidup dan gengsi telah mengubah pola pikir masyarakatnya.
Pendapat dari Bang Ali juga ada benarnya. Manusia itu, kalau hidup hanya untuk makan, bertani dan beternak saja sudah cukup. Yang tidak bisa mencukupi adalah gengsi dan gaya hidupnya. Kita tidak pernah tahu bagaimana Indonesia di tahun 2050 nanti. Apakah tanah Kalimantan akan dikuras sumber daya alamnya sampai habis? Mengingat perkiraannya kebutuhan batu bara akan meningkat 5x lipat.
Yang terpikir di kepalaku adalah ... bagaimana jika alam sudah hancur? Tanah tidak lagi bisa subur, tanaman tidak lagi bisa tumbuh, ternak mati karena pencemaran lingkungan dan manusia ...? Dari manakah kita akan mendapatkan sumber makanan. Aku benar-benar ngeri! Aku jadi ingat film "IO". Aku harap, dunia tidak akan seperti itu jika kita sebagai manusia bisa menjaga alam dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H