Masalah identitas diri dan tekanan sosial ternyata juga riskan dan mencemaskan. Di dunia yang semakin terbuka dan terhubung ini, anak-anak dan remaja dihadapkan pada berbagai tekanan sosial yang mempengaruhi perkembangan identitas diri mereka.
Media sosial, misalnya, sering kali menampilkan gambaran hidup yang tampaknya sempurna, yang membuat anak-anak merasa tertekan untuk memenuhi standar kecantikan, kesuksesan, dan gaya hidup tertentu.
Menurut laporan dari American Academy of Pediatrics (2022), lebih dari 50% remaja merasa cemas tentang penampilan fisik mereka setelah terpapar gambar-gambar yang dimodifikasi di media sosial. Ini menciptakan distorsi persepsi diri, yang berujung pada masalah kecemasan, tekanan untuk menjadi sempurna, dan kesulitan dalam membangun identitas yang sehat.
Orang tua harus lebih aktif dalam membantu anak mereka memahami bahwa media sosial sering kali tidak menggambarkan kenyataan dan pentingnya merasa nyaman dengan diri sendiri. Pemberian pengajaran tentang penerimaan diri dan keterampilan untuk menanggapi tekanan sosial secara sehat sangat penting dalam perkembangan psikologis anak.
Kesehatan mental yang kurang mendapat perhatian. Tidak sedikit  anak-anak akrena mendapat tekanan dari lingkungan menjadi down jiwanya. Orang tua kadang salah sangka ketika melihat anaknya pendiam. Disangkanya karena bawaan. Padahal sebaliknya justru anak-anak mungkin menghadapi problem psikologis yang kurang disadarai orang tuanya.
Meskipun kini semakin banyak orang yang menyadari pentingnya kesehatan mental, stigma terhadap terapi atau dukungan psikologis masih ada di beberapa kalangan. Anak-anak yang mengalami kecemasan, depresi, atau masalah psikologis lainnya sering kali tidak mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan.
Malah ada yang menganggap anaknya terlau manja, takut berlebihan, tidak bisa bersosialisasi dan sakit secara sosial. Tanpa disadari substansi penyebabnya secara psikologis.
Menurut data dari National Institute of Mental Health (NIMH), sekitar 1 dari 5 anak-anak di Amerika Serikat mengalami gangguan mental serius, tetapi hanya sebagian kecil yang menerima perawatan yang memadai. Hal ini menunjukkan perlunya peran orang tua dalam memberikan dukungan emosional dan mendorong anak untuk mencari bantuan jika diperlukan. Orang tua yang terbuka terhadap pembicaraan tentang kesehatan mental dan menyediakan akses ke terapi atau konseling memiliki peluang lebih besar untuk membantu anak-anak mereka mengatasi masalah psikologis yang mereka alami.
Perubahan peran keluarga dan peran orang tua. Dampak langsung yang paling terasa tentu saja ketika banyak orang tua yang juga sibuk dengan pekerjaan atau tuntutan ekonomi. Hal ini bisa mengurangi waktu berkualitas antara orang tua dan anak, yang berpengaruh pada hubungan emosional dan psikologis mereka. Anak-anak sering merasa kurang diperhatikan atau kurang mendapatkan bimbingan dari orang tua.
Banyak masalah ini memang berakar pada dinamika sosial yang terus berubah, dan orang tua serta anak harus beradaptasi dengan cara yang sehat. Â Dulu kebiasaan makan bersama keluarga di meja makan adalah salah satu bentuk Quality Time yang ditanamkan para orang tua kita tanpa kita sadari manfaat besarnya.