Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

MPLS Edukatif, Bangun Sekolah Ramah Siswa Baru, Memupus Bibit Bullying di Sekolah

16 Juli 2024   11:01 Diperbarui: 16 Juli 2024   18:41 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi masa oerientasi siswa baru yang berbau plonco / sumber gambar kompas.com

Sepulang mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) hari pertama di sekolah barunya, seperti biasa sebagai orang tua, saya ingin mendengar curhatan putri saya. Apakah kegiatannya nyaman, menyenangkan atau masih ada masalah di sekolah barunya.

Ternyata masih ada ganjalannya. Intinya bahwa masih ada dampak dari praktik budaya "senioritas" yang masih membekas pada siswa-siswa senior di sekolahnya. Praktik tersebut ternyata masih belum sepenuhnya hilang meskipun tidak kentara berupa kekerasan verbal dan fisik. Namun hanya berupa aturan yang dianggap para siswa baru tidak membuat mereka nyaman dan bernilai diskriminatif. 

Bagaimanapun jika modelnya terus diulang, maka budaya negatif tersebut tidak akan pernah hilang diantara para siswa senior dan siswa barunya.

Berbagai temuan yang dieskposes Ombudmens di media terhadap sekolah-sekolah yang terindikasi melakukan perpeloncoan, sebenarnya akan makin memperburuk citra sekolah itu sendiri, sekalipun sekolah elit. Pihak sekolah mestinya aware dan harus berhati-hati menyikapi kemungkinan kasus seperti ini.

Masa Orientasi Bukan Perpeloncoan 

Setelah liburan panjang, Senin kemarin menjadi hari pertama bagi sebagian anak-anak kembali ke sekolah. Kegiatan prioritas yang biasa dilakukan di sekolah tentu saja perkenalan siswa dengan lingkungan sekolah barunya. Masa orientasi ini penting sebagai cara para siswa baru bertransisi dengan teman-teman barunya, lingkungan baru sekolah dan berbagai aturan yang ada di sekolah.

Tak sedikit muncul rasa kuatir dari para siswa baru, apakah lingkungan sekolah barunya akan bisa menerimanya dengan baik, bagaimana dengan masalah "kelas" sosial ekonomi apakah akan menganggunya. Begitu juga apakah akan ada kekerasan dari para seniornya. Berbagai kekuatiran dari yang paling sederhana, hingga yang berbau bullying menghantui para siswa baru.

Meskipun kekuatiran itu belum tentu sesuai dengan realitasnya, namun hal-hal tersebut menjadi beban dan kekuatiran bagi para siswa baru.

Apalagi dalam beberapa kasus, masa orientasi ini dicederai dengan berbagai kejadian kekerasan para senior kepada anak-anak baru yang identik dengan kegiatan perpeloncoan. Pelanggaran yang tidak terang-terangan masih kerap terjadi secara kasuistis.

Padahal jelas-jelas Kemendikbud telah mengeluarkan aturan terkait Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang menggantikan Masa Orientasi Siswa (MOS) melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah Bagi Siswa Baru. 

Di dalam aturan itu jelas ditegaskan larangan keras segala bentuk tindakan kekerasan, perpeloncoan, dan diskriminasi, karena tujuan utamanya adalah membantu siswa baru beradaptasi dengan lingkungan sekolah baru, mengenalkan siswa baru dengan visi, misi, dan program sekolah, membangun rasa persaudaraan dan kebersamaan antar siswa dan memperkuat disiplin dan motivasi belajar siswa.

Sehingga dalam praktiknya para guru dan pihak sekolah mestinya harus tanggap jika menemukan indikasi ke arah perpeloncoan. Bahkan mestinya sejak awal pihak sekolah dan guru panitia MPLS telah melakukan koordinasi, apalagi jika melibatkan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan para senior yang direkrut menjadi panitia tambahan.

Dalam beberapa hari menjelang MPLS sekolah juga telah melakukan berbagai persiapan, bahkan sebagai salah seorang guru yang diberi tanggungjawab menyampaikan informasi tentang inovasi sekolah, saya diharuskan menyiapkan modul yang nantinya akan dijadikan acuan saat kegiatan MPLS. Bentuk kegiatan yang dipilih tentu saja yang bersifat edukatif dan kreatif karena juga ditujukan juga untuk rekruitmen siswa untuk bidang sains.

Ibarat merekrut fans baru, pihak sekolah, panitia MPLS harus membuat suasana sekolah senyaman mungkin dan membuat kegiatan bersama antara adik kelas dan kakak kelas sekompak mungkin. Bukan menunjukkan siapa yang lebih senior dan harus ditakuti.

Justru ketika para adik kelas segan kepada kakak kelas karena prestasinya, karena kekompakanya menjadi sebuah semangat baru bagi adik kelas untuk melanjutkan apa yang sudah menjadi capaian positif para kakak kelasnya.

Dalam upacara kemarin sekolah dimulai dengan upacara senin, sekaligus dalam kesempatan itu menampilkan para siswa yang berhasil mendapatkan juara. Kesempatan ini menjadi cara sekolah membangkitkan semangat dan motivasi para siswa baru agar berprestasi seperti kakak kelas mereka.

Bahwa sekolah juga sangat memperhatikan minat bakat para siswa baru, apakah bidang olahraga, maupun sains semua akan diakomodir. Ini juga menjadi sebuah kekuatan baru yang bisa mempengaruhi para siswa baru agar berprestasi nantinya.

Maka dengan panduan para guru kegiatan MPLS diarahkan untuk menarik sebanyak mungkin minat bakat anak-anak agar sedini mungkin dan kemudian diarahkan masuk ke dalam kelas ekstra kurikuler (eskul) yang tersedia.

Kebanggan bahwa sekolah saat ini menjadi sekolah kedua terbaik sebagai penyumbang kelulusan di seluruh perguruan tinggai di Aceh dan nasional juga menjadi sebuah motivasi bahwa sekolah yang mereka masuki sekarang ini membuka luas peluang untuk berprestasi dan menjadi sekolah yang disegani.

Inilah yang harus didorong pihak sekolah sejak masa pengenalan lingkungan sekolah barunya. Bahkan sejak dini para siswa baru juga mulai diarahkan untuk menentukan pilihan jurusan saat mereka kelak masuk perguruan tinggi. Salah satu penguatan materi selain memberi kesempatan untuk berkonsultasi atau melakukan konseling via sekolah, anak-anak juga mulai diarhakan untuk fokus pada pembelajaran sesuai minat bakat mereka.

Sehingga persoalan kebingungan siswa saat masuk perguruan tinggi harus memilih jurusan dan fakultas apa sudah bisa diakomodir pihak sekolah sejak dini.

Dengan begitu anak-anak bisa lebih fokus belajar dan tidak bingung lagi saat hendak melanjutkan pendidikan tingginya. Inilah sebenarnya yang juga harus diinformasikan sejak siswa baru masuk dilingkungan baru sekolah mereka.

Bukan jamannya lagi ada senioritas di sekolah, justru semakin kompak antara siswa baru dan siswa lama akan menjadi sebuah amunisi baru sekolah bisa berprestasi lebih besar tanpa ada tekanan-tekanan.

Sejak awal sebagai panitia juga menekankan bahwa MPLS ini menjadi kesempatan besar bagi sekolah menemukan talenta-talenta baru agara tak perlu acara khusus sekedar mencari tahu soal bakat minat tersebut.

Bahkan dalam beberapa sesi kegiatan nantinya akan ada rekruitmen lansung bagi para siswa baru untuk bisa langsung bergabung di kelas eskul sesuai pilihan mereka. Sekolah juga terus mendorong agar kelas sains dan segala sesuatu yang berbau keilmuan menjadi prioritas sekolah. Karena selama ini berbagai presasi olahraga sudah banyak diraih, agar ada keseimbangan 

Dan dalam kaitannya dengan MPLS, jika nantinya ada temuan berupa kekerasan atau tinfakan yang menjurus pada senioritas apalagi diksriminasi akan mendapat perhatian khusus dari guru sebagai pengawas.

Jikalaupun terjadi pelanggaran dari para siswa baru, harus dimulai dari teguran dan peringatan, bukan pada tindakan indispliner berupa kekerasan. Intinya siswa baru harus terus diberi arahan, tidak boleh diarahkan memakai atribut yang tidak relevan dengan kegiatan pendidikan dan bisa menjadi indikasi perpeloncoan, dan juga melarang kegiatan yang membahayakan keselamatan siswa.

Bahkan dalam pelaksanaan MPLS sebagaimana arahan kementerian, sepenuhnya dilaksanakan oleh guru dan bukan siswa senior. Kepala sekolah bertanggung jawab langsung atas pelaksanaan MPLS, sedangkan guru dan pembina OSIS bertugas untuk mengawasi dan membimbing siswa selama MPLS. Namun sayang dalam praktiknya MPLS masih dilaksanakan siswa senior dan sebaliknya guru menjadi pendampingnya.

Kekuatiran jika dilakukan oleh para senior dan tidak dikontrol dengan baik, siswa yang melakukan pelanggaran bisa diberi sanksi berlebihan, meskipun aturan mainnya hanya dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan sekolah. Bahkan jika guru yang terlibat dalam pelanggaran dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan kepegawaian.

Kemendikbud berkomitmen untuk menciptakan MPLS yang aman, nyaman, dan edukatif bagi seluruh siswa. Dengan mengikuti aturan dan rekomendasi dari Kemendikbud, diharapkan MPLS bisa menjadi momen positif bagi siswa baru untuk memulai perjalanan pendidikan mereka dengan penuh semangat dan optimisme.

Mengubah Masa Orientasi Dari Tradisi Kekerasan Menjadi Ruang Edukasi

Masa orientasi siswa baru harusnya diibaratkan gerbang awal untuk memasuki dunia pendidikan di jenjang selanjutnya yang lebih nyaman. atau ramah siswa baru. Meskipun terdengar mudah dalam praktiknya senioritas dan perlakuan mengajarkan disiplin yang terlalu berlebihan selalu menjadi kendala.

Kecuali di sekolah yang sejak awal menjadikan MPLS sebagai sambutan persahabatan. Dan untuk mencapai target tersebut berbagai langkah krusial harus di lakukan pihak sekolah bersama jajaran guru-gurunya saat MPLS.

Sekolah harus meninjau kembali, apakah terdapat pengalaman atau tradisi dan budaya sekolah yang mengarah pada perpeloncoan, diskriminasi, seperti mengharuskan siswa baru memakai label yang buruk. Ini merupakan bibit yang berbahaya bagi kelangsungan sekolah menerapkan MPLS yang ramah siswa baru dan  menghilangkan sistem senioritas disekolah.

Langkah awal yang esensial adalah melakukan refleksi mendalam terhadap budaya negatif yang selama ini melekat di sekolah. Adakah unsur-unsur dalam budaya tersebut yang berpotensi memicu perundungan atau senioritas? Apakah terdapat kegiatan yang secara fisik atau mental menindas siswa baru? 

Sekolah perlu berani meninjau ulang dan merevisi budaya yang tidak sejalan dengan nilai-nilai positif seperti saling menghormati, menghargai perbedaan, dan membangun rasa kekeluargaan. Tradisi positif dan edukatif bisa diciptakan untuk menumbuhkan rasa kebersamaan dan semangat belajar pada siswa baru. Hal ini merupakan langkah kongkrit memupus kemunculan kasus bullying di lingkungan sekolah sejak awal.

Penting untuk membangun kolaborasi yang melibatkan orang tua dan guru dalam peran aktif. Hal ini pentng sebagai bentuk pengawasan dan membimbing anak-anak mereka. Sekolah bisa mengadakan sosialisasi dan edukasi kepada orang tua tentang pentingnya membangun karakter positif pada anak dan bahaya perundungan.

Keterlibatan aktif guru dalam setiap kegiatan orientasi juga tak kalah penting. Guru harus sigap dan proaktif dalam memantau interaksi antar siswa, serta berani menegur dan menindak tegas segala bentuk tindakan perundungan.

Salah seorang orang tua siswa menelepon saya, memberitahukan jika anaknya membutuhkan perhatian khusus. Sebagai siswa baru yang diharuskan rambutnya dipangkas rapi, ia justru berambut sedikit panjang. Rupanya sejak ia melakukan terapi kemo beberapa kali, seluruh rambutnya rontok dan disarankan oleh dokter memakai wig atau rambut palsu. Jika tidak ada koordinasi khusus antara orang tua dengan guru dan para panitia pendukung dari OSIS bisa saja terjadi salah sangka. 

Dan disinilah perlunya komunikasi yang intens tersebut, sehingga kita bisa merekomendasikan solusi agar tidak menganggu teman-teman lain atau menimbulkan pertanyaan yang tidak perlu agar siswa tersebut tidak terganggu selama proses MPLS, atau sekolah bisa memberikan keringan khusus jika yang bersangkutan tidak bersedia mengikuti MPLS.

Masa orientasi bukan hanya tentang perkenalan lingkungan sekolah, tetapi juga momen penting untuk menanamkan nilai-nilai positif dan menumbuhkan rasa kebersamaan antar siswa. Sekolah bisa merancang program orientasi yang edukatif dan kreatif, melalui kegiatan pemecahan masalah (problem solving) dan team building.

Aktifitas tersebut tidak saja melatih kerjasama, komunikasi, dan kepemimpinan siswa namun membentuk kekompakan antar siswa sejak dini.

Mengubah tradisi masa orientasi dari budaya kekerasan menjadi gerbang persahabatan memang membutuhkan komitmen dan kerjasama dari seluruh pihak di sekolah. Dengan langkah-langkah yang terencana dan terukur, sekolah bisa menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan kondusif bagi seluruh siswa, sehingga mereka dapat fokus pada proses belajar dan meraih prestasi terbaik.

Perlu diingat bahwa masa orientasi mestinya menjadi momen penting untuk membangun fondasi karakter dan mental para siswa, sehingga sekolah harus benar-benar bertanggung jawab menjadikan kegiatan orientasi yang positif dan edukatif, dan menjadi awal para siswa baru memulai tradisi dan budaya positif di sekolah mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun