Selama Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) tak sedikit temuan adanya praktik budaya "senioritas". Bisa jadi ini merupakan bagian dari mara rantai yang masih membekas pada siswa-siswa senior di sekolah. Dulu mereka menjalani praktik perpeloncoan sehingga mereka juga menerapkannya kepada adik kelasnya.Â
Ternyata praktik itu masih belum sepenuhnya hilang meskipun tidak kentara berupa kekerasan verbal dan fisik. Namun bisa berupa aturan yang bisa membuat para siswa baru merasa tidak nyaman, bahkan cenderung diskriminatif.
Bagaimanapun jika modelnya terus diulang, maka budaya negatif tersebut tidak akan pernah hilang diantara para siswa senior dan siswa barunya.
Apalagi perilaku dan praktik senioritas ini bisa menjadi bibit yang memicu timbulnya bullying dan tindak diskriminasi di sekolah.
Berbagai temuan yang dieskposes Ombudsman di media terhadap sekolah-sekolah yang terindikasi melakukan perpeloncoan, sebenarnya akan makin memperburuk citra sekolah itu sendiri, sekalipun sekolah elit. Pihak sekolah harus ekstra hati-hati menyikapi kemungkinan munculnya kasus seperti ini.
Mengubah Masa Orientasi Dari Tradisi Kekerasan Menjadi Ruang Edukasi
Setelah liburan panjang, Senin kemarin menjadi hari pertama bagi sebagian anak-anak kembali ke sekolah. Kegiatan prioritas yang biasa dilakukan di sekolah tentu saja perkenalan siswa dengan lingkungan sekolah barunya.
Masa orientasi ini penting sebagai cara para siswa baru bertransisi dengan teman-teman barunya, lingkungan baru sekolah dan berbagai aturan yang ada di sekolah.
Tak sedikit muncul rasa khawatir dari para siswa baru, apakah lingkungan sekolah barunya akan bisa menerimanya dengan baik, bagaimana dengan masalah "kelas" sosial ekonomi apakah akan menganggunya. Begitu juga apakah akan ada kekerasan dari para seniornya. Berbagai kekhawatiran dari yang paling sederhana, hingga yang berbau bullying menghantui para siswa baru.
Meskipun kekhawatiran itu belum tentu sesuai dengan realitasnya, namun hal-hal tersebut menjadi beban dan kekhawatiran bagi para siswa baru.
Apalagi dalam beberapa kasus, masa orientasi ini dicederai dengan berbagai kejadian kekerasan para senior kepada anak-anak baru yang identik dengan kegiatan perpeloncoan. Pelanggaran yang tidak terang-terangan masih kerap terjadi secara kasuistis.
Padahal Kemendikbud telah mengeluarkan aturan terkait Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang menggantikan Masa Orientasi Siswa (MOS) melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah Bagi Siswa Baru.Â
Di dalam aturan itu jelas ditegaskan larangan keras segala bentuk tindakan kekerasan, perpeloncoan, dan diskriminasi, karena tujuan utamanya adalah membantu siswa baru beradaptasi dengan lingkungan sekolah baru, mengenalkan siswa baru dengan visi, misi, dan program sekolah, membangun rasa persaudaraan dan kebersamaan antar siswa dan memperkuat disiplin dan motivasi belajar siswa.
Sehingga dalam praktiknya para guru dan pihak sekolah mestinya harus tanggap jika menemukan indikasi ke arah perpeloncoan. Bahkan mestinya sejak awal pihak sekolah dan guru panitia MPLS telah melakukan koordinasi, apalagi jika melibatkan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan para senior yang direkrut menjadi panitia tambahan.