Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Penting Menjadikan Pembelajaran Tentang Keamanan Data Pribadi Bersama Siswa di Kelas

4 Juli 2024   04:49 Diperbarui: 4 Juli 2024   23:23 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kelas mendiskusikan tentang kejahatan digital. (Sumber gambar: Kompas.id/Samuel Oktora)

Dengan sering berulangnya kasus kejahatan digital di sekitar kita patut menjadi kewasapadaan. Bisa jadi memang pemahaman banyak orang tentang teknologi digital sebagiannya bisa disebut gatek.

Bahkan siswa di sekolah pun sebagian ada yang tidak memahami penggunaan ATM secara baik, buktinya saat saya tanyakan apakah penggunaan ATM hanya bisa dilakukan di bank di mana kita terdaftar sebagai nasabah, sebagian mengiyakan. Padahal sekarang ini sistem ATM Bersama memungkinkan orang bisa bertransaksi di ATM yang berbeda dan tidak ada masalah, kecuali perbedaan pada biaya administrasi yang dikenakannya yang lebih mahal jika kita mengguanakan ATM yang berbeda bank-nya.

Berdasarkan hal itu, dalam kesempatan pelajaran ekonomi saya juga menyempatkan mendiskusikan beberapa hal terkait dengan bentuk-bentuk kejahatan digital yang mungkin bisa terjadi. Seperti contoh kasus kebobolan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) milik pemerintah sekarang ini. Apalagi sebelumnya juga telah terjadi serangan hacker yang mengancam data-data penting Pemerintah kita. 

Pembelajaran penting yang mesti menjadi bagian dari kewaspadaan para siswa adalah saat mereka menggunakan transaksi online atau transaksi digital.

Transaksi itu seringkali mengharuskan kita memberikan data pribadi agar dapat mengakses transaksi atau memudahkan transaksinya. Namun kita juga harus mewaspadai kemungkinan kejahatan yang bisa timbul akibat kita memberikan data pribadi saat transaksi online tersebut.

Materi itu menjadi bahan diskusi yang menarik, mengingat para siswa sebenarnya sangat aktif bermain dengan media sosial, sehingga sedikit banyak mereka mengetahui bahayanya, namun tidak sedikit yang baru menyadarinya setelah sesi diskusi di kelas tersebut.

Melalui kasus yang ditemukan, memudahkan dalam memahami masalah yang menjadi inti pembahasan. Seperti contoh kasus yang sederhana yang kami temukan di media sosial.

Seseorang menuliskan pengalamannya tentang penipuan yang dialaminya. Ia baru pertama sekali menjadi pedagang online untuk bisnis merchandise. Setelah di toko onlinenya di publis, masuklah orderan pertama.

Memesan dua buah kaos dengan permintaan desain khusus. Karena begitu gembira si pemilik toko online ini tidak menyadari telah melakukan kesalahan fatal. Ceritanya, saat si pengorder kesulitan melakukan pembayaran online, dengan dalih ada masalah teknis, ia meminta data bank tertentu semacam sandi.

Ia lantas mengirim data pribadinya itu, ia tak menyadarinya sama sekali. Barulah saat mengecek bukti pembayaran yang katanya sudah dikirim, ternyata yang terjadi adalah seluruh saldo di dalam rekeningnya bobol!. Masih beruntung menurut si "korban" karena kebiasaannya menarik dana di rekening penjualan dan memindahkannya ke rekening khusus, masih menyelamatkan dananya. Jika tidak maka akan tandas seluruh tabungannya.

Pelajaran penting dari kasus ini adalah bahwa meskipun transaksi kita menjadi lebih mudah bisa dilakukan tanpa harus mengunjungi bank dengan e-banking, ternyata juga banyak hal-hal yang harus kita waspadai.

Bagi kita data pribadi mungkin hal yang biasa saja, namun bagi pihak tertentu data itu akan menjadi sangat bermanfaat tergantung penggunaannnya. Bisa menjadi perantara timbulnya kejahatan atau bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik terkait penyebaran informasi positif.

Intinya data itu ibarat pisau yang penggunaan baik dan buruknya tergantung pada si penggunanya. Maka disinilah dibutuhkan kewaspadaan.

Dan diskusi dengan tema penipuan atau kejahatan online atau digital ternyata memancing riuhnya pembahasan yang seru. Terutama karena sebagian siswa memahami persoalan dan belajar dari kasus yang pernah ditemuinya. Diskusi ini menjadi hangat dan menjadikan pembelajaran ini semakin menarik.

Dan ternyata tak sedikit siswa yang selama ini telah memanfaatkan dunia online untuk bisnis dan media pemasaran produk mereka sekalipun hanya sebagai reseller. Jadi pemahaman tentang pembelajaran ini menjadi semakin penting.

Ilustrasi siswa berdiskusi di kelas/sumber gambar pexel via naik pangkat.com
Ilustrasi siswa berdiskusi di kelas/sumber gambar pexel via naik pangkat.com

Data Pribadi Kita adalah Aset Penting

Menjadi bentuk kewasapadaan kita agar tak menjadi korban penipuan bermodus digital, penting bagi kita untuk memahami jenis-jenis data pribadi dan mana yang boleh dibagikan dan mana yang tidak.

Ternyata para siswa juga sangat memahami pentingnya menjaga data pribadi. Bahkan menurut mereka kita harus berhati-hati terhadap survei yang tidak jelas tujuan dan maksudnya. 

Karena survei atau kuis, sering mengharuskan kita memberikan data pribadi. Jika data pribadi yang diminta berupa informasi yang umum, seperti data identitas dasar; nama lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat email, dan nomor telepon, mungkin kita memberikannya tanpa merasa terlalu kuatir berlebihan.

Begitu juga data demografi seperti usia, pendidikan, pekerjaan, dan hobikarena data seperti ini sering digunakan untuk analisis pasar dan penargetan iklan, termasuk untuk kebutuhan saat kita mengikuti survei atau kuis.

Apalagi data aktivitas online seperti riwayat penelusuran web, produk yang dilihat, dan pembelian online karena data ini membantu perusahaan memberikan rekomendasi produk dan layanan yang sesuai. Terutama bagi siswa yang memiliki bisnis yang berbasis online.

Namun hampir sebagian besar siswa memahami tentang bahaya jika mereka menyebarkan data menyangkut keuangan. Data PIN, bahkan nomor rekening bank, nomor kartu kredit, menjadi data yang menurut mereka sangat tabu untuk dibagikan.

Bahkan menyimpan PIN atau nomor penting di dalam dompet juga sangat berbahaya, karena jika data ini sampai jatuh ke tangan orang jahat, berisiko tinggi disalahgunakan untuk penipuan keuangan.

Begitu juga data kesehatan seperti riwayat kesehatan, diagnosis, dan informasi asuransi. Data ini bersifat rahasia dan bisa dimanfaatkan dan disalahgunakan untuk tujuan diskriminatif. Seperti penawaran asuransi yang seolah memahami kondisi kita sehingga bisa membuat kita tertipu dengan mudah.

Apalagi data biometrik, baik sidik jari, retina mata, dan DNA karena data ini sangat unik dan bisa digunakan untuk pencurian identitas dan pelacakan.

Bahkan data kehidupan pribadi seperti orientasi seksual, agama, dan pandangan politik kita saja bisa menjadi data yang sangat penting dan harus kita jaga dengan sangat hati-hati, agar tidak memicu diskriminasi atau penggunaan yang bisa menyerang kita.

Dengan memahami prinsip memilah data pribadi dan kehati-hatian bisa membantu kita dari ancaman kejahatan. sehingga harus dibiasakan untuk berhati-hati membagikan data. Bagikan data hanya jika benar-benar dibutuhkan dan pertimbangkan manfaat dan risikonya.

Kita juga harus bisa memastikan untuk memeriksa kebijakan privasi, dengan memahami bagaimana data kita nantinya akan digunakan dan dikumpulkan sebelum membagikannya.

Dengan menggunakan pengaturan privasi kita bisa membatasi akses terhadap data pribadi di akun media sosial dan platform online lainnya agar tak mudah digunakan pihak tertentu. Seperti dengan cara tidak menggugah dokumen penting di medsos yang bisa diakses semua orang. Ini sangat fatal dan berbahaya!.

Jika perlu gunakan kata sandi yang kuat dan menghindari menggunakan tanggal lahir atau informasi pribadi lainnya sebagai kata sandi, seperti yang umum disarankan saat kita membuka rekening di bank.

Dan tentu saja kita harus mewaspadai terhadap modus penipuan online, dengan tidak mudah tergoda dengan tawaran yang mencurigakan dan periksa keaslian situs web sebelum memberikan data pribadi. Membiasakan mengecek apakah sebuah lembaga, transaksi itu pernah berkasus atau tidak dengan hanya menggunakan google saja bisa bermanfaat membantu kita lebih waspada. Dan hal ini ternyata menjadi salah satu langkah antisipasi yang sudah dilakukan oleh para siswa jika mereka merasa ragu atas informasi terntentu.

Menurut Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), data pribadi memang dikategorikan menjadi dua jenis;. Meliputi Data Pribadi Umum berupa, nama lengkap, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama, status perkawinan, dan data lain yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang.

Dan data pribadi spesifik, misalnya data dan informasi kesehatan, biometrik, genetika, catatan kejahatan, data anak, data keuangan pribadi, dan data lain yang bersifat spesifik dan sensitif.

Semakin memahami jenis-jenis data pribadi itu dan menerapkan prinsip pemilahan data dengan bijak adalah langkah awal untuk melindungi kita dari segala kejahatan online yang kini marak dan mudah dialamioleh siapapun.

Belajar dari Kasus PDNS

Peristiwa termutakhir kebocoran Pusat Data Nasional Sementara (Pusdatnas) bagaikan tamparan keras yang menyadarkan kita pentingnya menjaga privasi data. Banyak dari kita tak menyadari mana data pribadi dan mana yang bukan, sehingga sering bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berniat jahat. 

Meskipun sebagian siswa tak begitu memahami tentang hacker atau ransomware, namun pada intinya kewaspadaan harus diperketat jika menyangkut data pribadi.

Dalam keseharian kita sering kita dapati dengan mudahnya pihak lain meminta data pribadi dan kita dengan sukarela memberikannya, termasuk dalam interaksi kita di media sosial. Dengan berbagai modus pihak lain meminta kita memberikan data-data tersebut.

Dan sebagian orang karena kegagapan teknologinya menganggap bahwa permintaan itu bisa membantunya mengatasi masalah sehingga dengan tidak sadar memberikan data pribadinya.

Padahal data pribadi, seperti nama lengkap, alamat, nomor telepon, dan bahkan informasi finansial, bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk berbagai tujuan jahat.

Pencurian identitas, penipuan keuangan, pelecehan online, hingga pemerasan hanyalah beberapa contoh dari bahaya yang mengintai di balik data pribadi yang bocor. Bayangkan, nama baik kita tercemar, uang kitalenyap, dan hidup kita terancam hanya karena kita tidak berhati-hati dalam membagikan data.

Tiba-tiba muncul tagihan online atas pinjaman yang sama sekali tak pernah kita lakukan, tentu saja kasus seperti itu bisa membuat kita panik dan bisa salah memberikan solusinya karena ketidaktahuan kita. Paling tidak kita harus semakin berhati-hati, terutama jikakita belajar dari kasus yang terjadi dari PDNS yang saat ini sedang terjadi.

Terutama memahami cara kita melindungi diri dari bahaya ini? 

Salah satu yang paling penting, adalah "jangan gatek", dengan cara terus meningkatkan kesadaran. Kita harus memahami jenis data apa yang termasuk data pribadi dan potensi bahayanya jika dibagikan sembarangan. Hindari membagikan informasi pribadi yang tidak relevan dengan kebutuhan, seperti tanggal lahir, alamat rumah, atau riwayat keuangan di media sosial. Apalagi jikasi peminta data tidak jelas statusnya seperti email spam yang masuk di email pribadi kita.

Kita juga harus memastikan diri tahu, mana data yang perlu dan bisa dibagikan. Jika perlu gunakan pengaturan privasi yang ketat di akun media sosial dan platform online lainnya. Batasi akses terhadap data pribadi hanya kepada pihak-pihak yang terpercaya dan memiliki reputasi baik.

Gunakan kata sandi yang kuat dan unik untuk setiap akun online. Hindari menggunakan tanggal lahir atau informasi pribadi lainnya sebagai kata sandi. Ganti kata sandi secara berkala dan hindari menggunakan kata sandi yang sama untuk beberapa akun.

Bahkan dalam kasus ketika terjadi pembobolan bank oleh hacker, ransomware, sebaiknya kita mengganti pasword di tabungan atau rekening kita sebagai cara sederhana mengatasi masalah dan bisa meningkatkan pertahanan kita agar tidak ikut didodol.

Apalagi sekarang ini banyak sekali modus yang digunakan dalam kasus penipuan online. Jangan mudah tergoda dengan tawaran yang terlihat terlalu menarik atau mencurigakan. Periksa keaslian situs web dan email sebelum memberikan data pribadi. Apalagijika transaksi dilakukan by telepon dan meminta data pribadi kita karena promo atau diskon khusus.

Kita bisa terus belajar dari peristiwa kebocoran PDNS sebagai momentum untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap bahaya data pribadi. Apalagi kasus ransomware bukan hanya terjadi sekali ini saja. Jadi dengan melindungi diri dan menjaga privasi data pribadi dengan menjadi pengguna internet yang cerdas adalah sebuah keniscayaan yang harus kita lakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun