Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hati Sang Malaikat

25 Juni 2024   02:48 Diperbarui: 9 Juli 2024   20:11 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hingga beberapa minggu kemudian, Mia menerima sebuah pesan singkat dari Natalie. 

"Maafkan aku, Mia. Aku tidak tahu bagaimana caranya menghadapi ini semua." Aku tak tahu harus memulai lagi darimana. 

Pesan itu terasa penuh penyesalan, menceritakan bagaimana Natalie sendiri tidak tahu bagaimana cara menanggapi situasi yang rumit ini. 

Mia duduk di ruang tamunya yang kecil, menatap layar ponselnya dengan tatapan kosong. Pesan singkat dari Natalie masih terbuka di layar, menggema di keheningan ruang itu seperti bayangan masa lalu yang masih memburai hati Mia. 

Pesan itu telah menggantung di udara selama beberapa hari sekarang, sementara Mia mencerna kembali semua yang terjadi. Tapi sekarang, Mia tahu ada sesuatu yang tidak biasa.

***

Mia mengingat kembali saat mereka bertemu beberapa minggu yang lalu. Saat Mia mengirimkan balasan yang jujur kepada Natalie, hingga mereka akhirnya bertemu untuk berbicara.

Natalia menceritakan semuanya, bagaimana dia ternyata juga didiagnosis kanker beberapa bulan sebelum Mia. Bagaimana dia merasa takut dan terisolasi menghadapi kenyataan yang sulit ini, dan dia tidak tahu cara untuk memberi tahu Mia tanpa membuat segalanya lebih buruk. 

"Aku berobat disana. Begitu dokter Martha bilang benjolan di leher itu positif Limfoma, aku shock!. Aku berusaha membuat semua seolah baik-baik saja."

"Kamu ingat terakhir kita duduk di Libera, aku tak tahu harus bilang apa untuk memilih kata-kata perpisahannya. Jadi aku bilang soal tawaran itu".

Mia duduk terdiam, membiarkan kata-kata Natalie meresap ke dalam pikirannya. Sebagian dari hatinya masih terluka karena merasa ditinggalkan, tetapi sebagian lainnya mulai memahami betapa sulitnya situasi yang dihadapi oleh Natalie seperti juga dirasakannya ketika hari-hari pertama setelah diagnosa dokter Martha untuknya.

"Aku tidak ingin membuatmu merasa lebih buruk," kata Natalie dengan lembut, matanya terpaku pada lantai kayu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun