Mohon tunggu...
Rini Wulandari
Rini Wulandari Mohon Tunggu... Guru - belajar, mengajar, menulis

Guru SMAN 5 Banda Aceh http://gurusiswadankita.blogspot.com/ penulis buku kolaborasi 100 tahun Cut Nyak Dhien, Bunga Rampai Bencana Tsunami, Dari Serambi Mekkah Ke Serambi Kopi (3), Guru Hebat Prestasi Siswa Meningkat

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Tapera, Menabung di Bawah Bantal, dan Ancaman Hantu Inflasi

29 Mei 2024   12:29 Diperbarui: 29 Mei 2024   16:03 1125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
rumah murah di Bali Rp.140 jutaan (Sumber gambar: dok. PUPR via kompas.com)

Jika berpikir realistis sebenarnya kebijakan Pemerintah soal Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), harus dikritisi dengan cermat. Apalagi pengalaman kebijakan Pemerintah lain, banyak yang membuat blunder atau masalah.

Apalagi nantinya gaji para pekerja swasta, ASN dan pekerja mandiri akan dipangkas 3% untuk simpanan Tapera. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) ini sebenarnya tidak tepat waktu, dan penuh risiko dipermainkan banyak kepentingan.

Mengingat bahwa, "luka pandemi yang menyayat ekonomi kelas bawah-menengah belum lagi kering". Dan janji sebelumnya soal Program Sejuta Rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah, khususnya untuk kaum pekerja atau buruh juga belum kunjung terwujud.

Dan makin ditunggu terasa makin tidak realistis. Janji ini akan semakin sulit dengan kebijakan yang cenderung seperti formalitas, apalagi jika kita menyandingkannya dengan inflasi.

Pada kenyataannya kenaikan gaji para pekerja atau buruh selalu kalah langkah dari inflasi yang bergerak laksana deret ukur dan muncul tak kenal waktu.

Sedangkan gaji bergerak dengan deret hitung yang lambat dan konstan. Sehingga janji impian rumah, rasanya akan hanya tinggal janji yang sulit terwujud dari program yang tidak optimal.

Kini kebijakan pemotongan gaji buruh untuk mendukung program tabungan perumahan rakyat atau Tapera justru menuai masalah baru yang makin menjepit. Apalagi potongan gaji mencakup semua jenis pekerja, baik pekerja mandiri atau bukan penerima upah.

Meskipun potongan terus terjadi dalam ketidakpastian nasib para buruh, bukti rumah pun tak pernah terlihat wajahnya dengan transparan.Padahal paling tidak, bisa memberi harapan kepada para buruh, bahwa lambat atau cepat mereka bisa memiliki rumah impian dari tabungan potongan gajinya itu.

Jika belum terwujud juga, kemana mengendapnya triliunan dana milik para pekerja yang dikelola badan Tapera itu sekarang ini?.

Seperti Menabung di Bawah Bantal

Masalahnya yang juga krusial adalah bahwa para buruh itu kelompok yang paling rentan "ditendang" jika bermasalah, bagaimana jika kenyataan itu yang terjadi. Tentu akan makin menyulitkan para buruh sekedar menyimpan mimpinya itu. Belum lagi pada wujud rumah impian sebenarnya.

Dengan tekanan-tekanan tersebut, wajar jika para pekerja merasa was-was dengan kebijakan yang terlihat baik dan penuh harapan, namun sebenarnya menjadi beban berat. Seolah seperti menyimpan uang di bawah bantal,uang tak pernah bertambah, tapi sewaktu-waktu bisa hilang begitu saja!.

Kondisi buruh yang kini mudah di PHK dan terpaksa berganti-ganti perusahaan semakin menyulitkan buruh menggapai rumah lewat Tapera.

Kebingungan publik bertambah kuat karena meskipun Pemerintah telah mengalokasikan Rp 2,5 triliun sebagai modal awal program Tapera dalam APBN tahun 2018, ternyata suntikan modal itu masuk kedalam Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).

Sedangkan pembentukan BP Tapera merupakan salah satu amanat Undang-undang No. 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Dan kenyataannya BP juga punya masalah tersendiri soal tanggungjawab pengelolaan dana Tapera-nya.

Para pekerja juga tidak mau rumah impiannya dibangun asal-asalan untuk memenuhi kewajiban atas potongan yang telah dilakukan Pemerintah. Perlu kejelasan lebih lanjut antara UU Tapera dengan UU Nomor 1 Tahun 2011 tanggal 12 Januari 2011 tentang Perumahan dan Kawasan.

Terutama untuk memenuhi prasyarat agar perumahan berikut perlengkapan sarana dan prasarana pendukungnya tidak malah menjadi permukiman kumuh.

Dengan anggaran rumah murah dan fasilitas seadanya. Para buruh juga tak mau program ini hanya menjadi sebuah program percontohan belaka.

Seperti ketika membangun 10.000 unit rumah susun sederhana sewa (rusunawa) untuk pekerja di 14 provinsi. Realisasinya masih seperti utopia rumah impian.

Dan hingga kini, para buruh di Sumatera Utara, Sumatera Barat. Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Papua, masih menunggu impiannya terwujud.

Setelah kelahiran UU Tapera pemerintah dituntut untuk segera membuat peraturan yang adil dan aspiratif untuk menjalankan UU.

Para penerima manfaat jika masuk sebagai peserta dalam Program Tapera, adalah masyarakat yang memiliki penghasilan. Sedangkan yang penghasilannya sangat rendah dan masuk kategori miskin, pemanfaatan kepemilikan rumahnya dilakukan secara sewa (rental housing atau public housing) di bawah kendali pengaturannya oleh Pemerintah.

Tabungan Perumahan juga harus bisa menjangkau kelompok pekerja mandiri yang memiliki penghasilan tetapi tidak memiliki hubungan kerja industrial karena tidak ikut dalam Program Tabungan Perumahan Wajib dan belum memiliki rumah.

Kelompok ini butuh dukungan sebagai jaminan dari Pemerintah di daerah maupun dari BP Tapera untuk pembiayaan perumahan yang akan dilakukan.

Dananya berasal dari tabungan peserta Tapera setelah minimal 4 tahun dan maksimal 9 tahun, sebagai dasar pengajuan pinjaman untuk pembelian unit rumah, baik dalam kondisi baru, rumah bekas pakai, renovasi rumah, pembangunan atau pengembangan rumah, serta penambahan fasilitas seperti memasang panel surya pembangkit listrik.

Program penyediaan rumah harus sesuai UU Tapera,  jangan sampai terjadi program ganda dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang kini juga memiliki program sampingan membantu uang muka pembelian rumah bagi pekerja.

BPJS selama ini bertindak sekedar membantu pekerja dalam pengadaan rumah, dengan memanfaatkan sebagian dari keuntungan perusahaan dari hasil pembayaran anggotanya dan perputaran dananya. Jumlah penerima bantuan ini pun masih sangat kecil rasionya dibandingkan jumlah total anggota.

Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMP) adalah salah satu program dari Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) yang memberikan pinjaman sebagian uang muka perumahan kepada tenaga kerja peserta BPJS Ketenagakerjaan untuk pemenuhan kebutuhan perumahan melalui fasilitas KPR dari perbankan.

Alokasi dana PUMP diberikan kepada tenaga kerja yang telah memenuhi syarat dengan jumlah maksimal pinjaman sebesar Rp 20 juta untuk penyaluran lewat perbankan.

Dan bantuan sebesar Rp 15 juta  untuk penyaluran normal. Dengan tenor atau jangka waktu masa pinjaman maksimal 5 tahun. Sedangkan jenis atau tipe rumah yang bisa mendapatkan bantuan PUMP paling tinggi jenis rumah sederhana (RS/T36).

Hantu Inflasi Pemakan Tabungan Pekerja

Lonjakan kenaikan harga yang berimbas pada rendahnya daya beli karena nilai uang yang terus menurun adalah "hantu"yang selalu menjadi momok bagi tabungan para pekerja.

Nilai tabungan para pekerja dalam 10 tahun nilainya akan semakin kecil apalagi hanya dalam jangka waktu minimal 4 tahun dan maksimal 9 tahun.

Dengan besaran potongan sebesar 3% misalnya dari pendapatan UMR sebesar Rp.3 juta, maka besaran dana dalam 4 tahun minimal tabungan adalah Rp.3 juta x 3 % x 48 (4 tahun) adalah sebesar Rp.4.320.000,-.

Jika terjadi inflasi secara simultan beberapa kali dalam setahun, maka nilai uang sebesar Rp.4,32 juta dalam empat tahun mendatang nilai instrinsik-nya pasti akan turun. Apalagi purchasing power-nya (daya beli atau daya tawar) menjadi semakin rendah akibat kenaikan harga.

Sehingga kenaikan tabungan tidak akan berbanding lurus dengan inflasi yang terjadi. Ini tentu harus menjadi pertimbangan yang krusial.

Data statistik keluaran Bank Indonesia dalam situs bi.go.id, mencantumkan rentang inflasi Juli-Desember 2023 (3,27-2,61%) sedangkan Januari-April 2024 (2,57-3 %).

Sehingga selisih antara potongan sebesar 3% tabungan dengan inflasi yang bergerak antara 2,5 hingga 3% saja menunjukkan,di penabung tidak mendapatkan apapun dari selisih nilai tabungannya.

Apakah masih bisa memenuhi syarat kepemilikan rumah yang harganya pasti akan terus merangkak naik. Apalagi dengan perkiraan para penabung baru bisa merencanakan rumah dalam 9 tahun mendatang (maksimal tabungan Tapera).

Sejak sekarang developer telah menaikkan harganya secara perlahan seiring dengan demand yang terus meningkat, sementara supply atau ketersediaan lahan mungkin akan terus berkurang atau harga tanah kian naik.

Bayangkan jika sebuah rumah tipe Sangat Sederhana Sehingga Susah Sekali Rebahan(tipe S5R), seharga Rp.150 juta saja, dengan tabungan sebesar Rp, 90 ribu perbulan, setidaknya harga rumah tersebut baru terjangkau setelah menabung selama 1.666 bulan, itupun jika tidak naik ataunya bunganya flat tak berubah-ubah (alias naik turun sejak akad kontrak ditanda tangani),atau tidak dipecat!.

Termasuk jika Pemerintah menggunakan subsidi dan pemanfaatan alokasikan modal awal program Tapera dalam APBN sebagai suntikan modal (termasuk untuk antisipasi inflasi) yang tentu saja tidak murah, dan tidak mudah mengatur kebijakannya.

referensi:1,2

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun