Sahabat saya memiliki seorang putri. Selama masa kecilnya ia lebih banyak tinggal di kampung yang ramai dengan anggota keluarga, dan teman-teman di sekitar rumahnya. Ketika mereka kemudian pindah ke kota, komplek klaster rumahnya ternyata tak ada yang memiliki anak-anak, sehingga putri sahabat saya itu merasa kesepian.
Dan setiap kali diajak ke tempat keramaian, ia menjadi sangat aktif. Menyapa orang-orang tak dikenal, bermain dengan anak-anak lain sebayanya yang tak dikenal.Â
Suatu kali dalam sebuah kunjungan ke pasar malam, putrinya itu lepas dari pengawasan, dalam kepanikan ternyata panitia menemukan putrinya itu sudah berada di atas panggung.
Kita menyadari bahwa kejadian itu bisa menjadi salah satu pemicu terjadinya penculikan anak. Anak-anak yang proaktif di lingkungan yang ramai karena biasanya bermain sendirian, bisa membuat para orangtua lepas kontrol.Â
Beruntung jika lingkungannya meresponsnya dengan tindakan positif melaporkan anak hilang, bagaimana jika jatuh ke tangan yang tidak bertanggung jawab yaitu para penculik anak.
Berbagai motif melatarbelakangi para pelaku penculikan anak, mulai dari motif kekerasan seksual, kesulitan ekonomi dan meminta tebusan, menjadikan korban sebagai pengemis membantunya mencari uang, penjualan manusia (trafficking), hingga penjualan organ manusia yang mengerikan.
Liburan dan Kewaspadaan
Saat liburan tiba, banyak keluarga yang merencanakan perjalanan atau kegiatan bersama. Namun, kesenangan tersebut tidak boleh mengesampingkan keamanan anak-anak.Â
Setidaknya para keluarga harus memastikan liburan tetap menyenangkan dan aman. Terutama bagi anak-anak kita. Mengapa, selain faktor kemungkinan bisa terkena kecelakaan, juga berkaitan dengan keamanan.
Memangnya apa yang harus disiapkan selama menjalani masa liburan keluarga bersama anak-anak?
Sebuah pengalaman kecil pernah kami alami, ketika anak sulung kami hilang dalam keramaian. Apa yang membuat kami merasa beruntung, karena lingkungannya yang masih kondusif untuk keamanan anak.Â