Setiap membeli furnitur, aku selalu melihat model sebagai pertimbangan awal. Aku menyukai atau tidak. Setelah itu aku memikirkan kegunaan, lalu akan diletakkan di mana. Barulah aku melihat keamanan dan bahan.Â
Untuk menilai semua pertimbangan, tentu aku memeriksa semua bagian. Pintu dicoba dibuka, laci diperiksa. Dari pengalaman kejatuhan kaca, engsel juga diperiksa. Semua ini aku lakukan saat sudah berniat membeli, biasanya di toko atau di tempat pameran.
Setelah deal biasanya aku membayar 50%, sisanya saat sudah diantar ke rumah.
Suatu hari aku sedang berjalan-jalan sendiri ke mal yang dekat rumah. Kebetulan ada pameran yang tidak terlalu besar, dan ada furnitur yang aku suka. Setelah periksa sana periksa sini. Deal, saat itu harganya Rp 3000.000,00. Nanti malam diantar ke rumah.
Pas datang, semua keluarga juga menyukai pilihanku. Furnitur diletakkan di tempat yang memang sudah bayangkan sejak di pameran. Sedang asyiknya aku menyelesaikan pelunasan, tiba-tiba Mita berteriak. Dia saat itu remaja yang sudah SMP.
Aku kaget. Katanya ada tikus di salah satu laci. Dia segera menutup laci itu lagi dengan rapat. Pengantar furnitur akan membuka laci untuk metihat apakah benar ada tikus. Aku melarang, dan meminta mereka mengangkat seluruh lemari ke luar rumah terlebih dahulu.Â
Benar... tikus keluar dari laci ke halaman dan lari menuju selokan di depan rumah. Tidak bisa aku bayangkan, kalau laci dibuka di dalam rumah. Kemana tikus itu akan lari? Siapa yang dapat menangkap?
Sampai saat ini aku selalu memasukkan pertimbangan keamanan dalam hal beli furnitur. Demi kesalamatan seluruh keluarga. Juga merasa sayang, bila sudah terlanjur dibeli ternyata berbahaya.Â
Bumi Matkita,
Bandung, 05/07/2022. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H