Aku memang seorang yang senang memberikan hadiah untuk guru. Kebetulan aku seorang ibu, membuat aku lebih senang memberikan hadiah untuk ibu guru. Â Mengapa aku senang memberikan hadiah untuk ibu guru? Karena almarhum ibuku juga senang memberi hadiah untuk ibu guru.
Saat itu aku masih terbilang sebagai anak kecil. Seingatku kelas 3 SD. Kebetulan ... ah apakah ini semua serba kebetulan? Mungkin tidak! Tapi dalam usia sebesar anak kelas 3 SD, aku merasakan hal ini bagaikan suatu kebetulan.Â
Ayahku bekerja di pabrik gula (PG). Aku selalu pergi ke sekolah dan pulang dari sekolah dengan bis sekolah, milik PG.Â
Aku termasuk anak yang pendiam. Pagi aku bersalam, selamat pagi. Sepanjang hari mengikuti pelajaran hingga siang. Siang bersalam untuk pulang, sambil sempat mengirim lambaian tangan untuk ibu dan bapak guru dari atas bis sekolah yang mulai melaju perlahan.
Pada suatu siang ...
"Besok bawakan bunga untuk ibu ya," teriak ibu Tris sambil melambaikan tangan kiri dan menuntun sepeda dengan tangan kanan.Â
"Ya bu," aku membalas sambil berteriak lirih dari atas bis sekolah.
Itulah kenangan aku terhadap almarhum ibu. Ibu Tris meminta bunga, karena pada masa hidup almarhum ibu sering memberi bunga sebagai hadiah untuk ibu guru.
Perumahan PG, biasanya terletak jauh dipinggir kota. Halamannya luas, bangunan rumahnya juga besar. Rumah peninggalan zaman Indonesia masih dijajah oleh Belanda.Â
Sebelum berpulang menghadap sang Khalik, ibu senang menanam bunga. Di halaman bagian depan, di tengah hamparan rumput hijau, ibu membuat petak-petak yang dibatasi batu bata yang berjejer rapi.Â