Simbok pulang ke rumah saat malam sudah sangat kelam. Ndoro kakung dan ndoro putri Sastro pergi rekreasi, naik bis rekreasi.Â
Bis rekreasi di perumahan pabrik gula (PG) seminggu 2x. Setiap hari Rabu dan Sabtu. Ndoro tidak selalu pergi.Â
"Tapi hari ini pengin rekreasi," kata ndoro putri, "Si Mbok harus jaga anak-anak."Â
Sebenarnya simbok boleh menginap di rumah ndoro Sastro. Tetapi simbok maunya pulang saja. Simbok sudah kenal sama orang-orang sekitar. Sudah tahu situasi perjalanan dari rumah ndoronya ke rumahnya.
Di depan rumah ndoro ada taman cemara. Kelihatannya menakutkan. Tapi bagi yang sudah kenal situasi, di tengah taman dekat lapangan tenis ada gardu hansip.Â
Salah satu menantu simbok menjadi hansip di situ. Malahan bisa menjadi hansip, atas rekomendasi dari ndoro kakung. Tapi malam ini menantunya sedang tidak giliran jaga.
Lurus saja simbok menyusuri pinggir jalan yang banyak rumah-rumah loji. Pas belokan ada gardu lagi. Tapi bukan gardu hansip. Di dalam gardu sering ada le Badu. Kadang baca buku, ngelamun atau tidur. Le Badu yang anaknya mbok Darmo sering berada di gardu sejak tidak lulus ujian. Katanya dia stress, tapi tidak gila. Kalau buang hajat masih ingat pulang ke rumahnya, di kampung seberang gardu.
"Baru pulang mbok?" tanya le Badu membuat simbok kaget.
"Ya le, maaf ya mengganggu tidurnya," jawab simbok.Â
"Ya mbok, ati-ati dicegat genderuwo penjaga pohon beringin di tikungan kampung baru."
Waduh, le Badu kok nakut-nakuti to," kata simbok.
Le Badu malahan menaikkan sarungnya, supaya tidak kedinginan pada malam yang yang semakin kelam.Â
Perumahan PG terdiri dari 3 bagian utama, yang terdiri dari rumah-rumah loji. Dikenal dengan nama Kampung Cemara--Pinggir Rel Sepur--Kampung Baru.  Sekitarnya banyak rumah-rumah kampung. Kebanyakan penghuninya saling kenal. Mereka kebanyakan juga bekerja di rumah loji, yang perempuan menjadi pembantu rumah tangga, koki atau pengasuh bayi. Sedangkan yang laki-laki jadi tukang kebun. Simbok dan orang-orang yang kerja di loji  sering disebut atau menyebut diri sendiri tiang wingking, orang yang posisinya di belakang.
Sesudah belokan yang ada gardu, simbok akan melewati rumah-rumah loji  Pinggir Rel Sepur.Â
Dulu simbok pernah kerja di rumah non Rosin, yang tinggal di salah satu rumah loji Pinggir Rel Sepur. Sekarang orang tua non Rosin sudah pulang ke negeri Belanda. Non Rosin sudah menikah dengan guru SMA nya, tinggal di kota Kediri di daerah Pakelan.Â
Waktu simbok kerja di rumah non Rosin, ada yang bunuh di rel kereta api. Mbok Jum namanya, yang kerja di rumah ndoro kakung  sebelum ditinggali ndoro kakung. Mangkanya simbok tidak mau menginap di rumah ndoro kakung. Kabarnya mbok Jum suka datang nakut-nakuti Siti yang kerja dan nginep di rumah ndoro kakung, sebelum simbok ikut ndoro kakung. Â
Ndoro kakung dan keluarga tidak pernah takut. Mungkin karena tidurnya di dalam. Siti sebagai tiang wingking, tidur di kamar belakang.
*****
Simbok jalan terus menuju rumahnya. Semakin dekat di pohon beringin di tikungan kampung baru, rasa takutnya jadi timbul.
"Apa gara-gara ditakut-takuti le Badu tadi ya? pikirnya
Simbok jadi milih jalan ngeliling lewat  kampung. Padahal kalau lewat rumah-rumah loji di kampung baru, lebih dekat. Akan melewati rumah non Roosye.
Orang tua non Roosye juga sudah pulang ke negeri Belanda. Non Roosye yang temennya non Dian anak ndoro kakung, sudah dikawin anak pemilik truk yang suka ikut nyopiri truk yang antri gula  di PG.Â
Sambil antri gula di gudang yang terletak depan rel, kok terus jauh cinta sama non Roosye.
Mangkanya simbok berani pulang malam hari, walaupan lewat rel sepur. Banyak pemilik, anak pemilik dan sopir truk antri gula. Dari siang-sore-malam-pagi tidak  pernah sepi.  Sepertinya gudang penyimpanan gula itu dulunya stasiun sepur. Soalnya sekarang cuma tinggal rel sepur yang malang melintang  tidak hanya satu, di depan gudang gula. Sepurnya juga setiap kali lewat, membawa orang dari kota Kediri ke  kota kecil Gurah, atau sebaliknya.Â
Pas simbok lewat depan rumah pak Slamet yang merupakan salah satu sopir di PG, ada 2 orang laki-laki di teras depan rumah. Keduanya memakai baju putih dan celana putih rapi. Simbok permisi lewat  dan menyampaikan selamat malam. Kedua laki-laki itu diam saja, tetapi juga tidak mengganggu perjalanan pulangnya simbok dari rumah ndoronya ke rumahnya.
*****
Keesokan harinya di kampung tempat pak Slamet tinggal, ramai sekali. Mbah Wuri, ibunya pak Slamet meninggal dunia. Mbah Wuri memang sudah lama sakit tbc tulang. Badannya makin kecil dan sudah lama tidak bisa bangun. Cucunya yang rajin memandikan dan menyuapi makanan.Â
"Apa yang dilihat simbok tadi malam itu malaikat Israil ya pa?" tanya Dian kepada papanya.
"Ah ...," kata papanya enggan memberikan komentar
Simbok juga tidak banyak omong kepada orang-orang lain tentang apa yang dilihatnya tadi malam. Dia khawatir, sedikit certa saja, di perumahan PG mudah merebak membuat heboh.Â
Dian juga hanya memikirkan, sepertinya simbok punya indra keenam. Bisa melihat apa yang tidak bisa diliht oleh orang lain.
*****
Simbok adalah tiang wingking yang setia kepada ndoro kakung dan ndoro putri. Saat ndoro kakung dipindahkan ke PG lain simbok terus mengikuti ndoro kakung dan ndoro putri.
Tak lama sejak  pak Sstro dipindahkan dari PG yang ada di Situbondo ke PG yang ada di Kediri, PG berubah sebutan menjadi PNP Gula. Maksudnya menjadi Perusahaan Negara Perkebunan, ditandai dengan banyak pegawai yang keturunan Belanda pulang ke negeri Belanda.Â
Pada PNP ada semacam rayonisasi. Seorang karyawan masih rutin dipindah tugaskan seperti dulu, sekitar per 5 tahun. Tetapi dalam selalu dalam rayon.Â
Jadi simbok tidak terlalu jauh dari kampung halaman, dalam mengikuti ndoro kakung dan ndoro putri. Dalam setahun masih bisa 3x pulang ke kampung halaman. Paling-paling naik bis ke kota Kediri, lalu naik sepur ke kampung halaman, turun di depan gudang gula yang di Pinggir Rel Sepur.
Simbok merupakan tiang wingking yang setia dan jujur. Dian yang menjadi makin dewasa, sering belajar memasak kepada simbok di dapur.Â
"Ada gagak hitam, mbok harus pulang," katanya suatu hari
"Kenapa mbok?" tanya Dian.
"Biasanya kalau ada gagak hitam lewat rendah, ada keluarga yang meninggal,"
Dian heran kan gagaknya lewat di rumahnya, jauh dari rumah simbok. Bukankah seharusnya ada keluarga yang meninggal itu, justru di rumah Dian atau di sekitarnya.Â
Ndoro kakung mengijinkan simbok pulang. Dan memberi nasihat kepada Dian untuk tidak membuka channel terhadap kepercayaan yang sering diutarakan simbok.Â
"Konon katanya di Eropa gagak hitam dipercaya sebagai burung peliharaan penyihir," kata ayahnya yang dilanjutkan, "Dan di Indonesia gagak dianggap menjadi pertanda marabahaya."
Ternyata ... ternyata memang di kampung ada keluarga simbok yang meninggal dunia. Simbok memiliki indra keenam, mudah-mudahan simbok bisa memanfaatkan kelebihannya dengan benar.
Dian mengikuti nasihat ayahnya dengan hanya membuka channel melalui agama dan ilmu pengetahuan. Selalu berdoa kepada Allah yang Mahabesar dan mengisi waktu dengan rajin belajar.
Bumi Matkita,
Bandung, 22/03/2022.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI