Nenek hanya teringat bagaimana uak pernah mengajarkan pada masa remaja nenek. Tepung terigu protein tinggi sebanyak 7 sendok makan munjung. Ragi, atau sekarang menggunakan fermipan sebanyak 1 sendok makan peres. Baking powder sebanyak 1 sendok tek peres. Beri kocokan 1 butir telur ayam, garam dan gula sedikit saja, susu 50 cc dan air secukupnya.
Maksudnya cukup, bila diaduk tidak keras pun tidak encer. Nah ... lengket-lengket begitu. Setelah dibiarkan dulu kira-kira sejam, lalu diberi kismis atau masisan buah lain. Seberapa banyak pemberiannya sangat tergantung selera.
Nenek menggunakan kismis, kegemaran cucunya Laras yang manis.
Oliebolen tidak perlu dicetak dengan susah payah.
Cukup ambil dengan sendok kayu dan dorong dengan sendok makan.
Ceburkan dalam minyak panas, akan membentuk sendiri menjadi bulat.
Setelah berwarna coklat dan mengambang, itulah tanda sudah matang.
Biasanya oliebollen disantap dengan taburan gula halus. Tetapi dalam rangka menyambut cucunya Laras, nenek-kakek-Laras menikmatinya dengan menyiram dangan madu.
“Kriyet-kriyet,”terdengar suara itu yang mengganggu nikmatnya sarapan bersama cucu.
Nenek segera mengintip ke teras. Benar, teras telah penuh serpihan kayu. Suara masih ada terus. Nenek mendekat ke pintu yang tentunya masih tertutup. Melalui jendela kaca nenek menengadah ke atas.
“Aduh, kek,” seru nenek yang membuat kakek dan Laras terkejut.
“Ada apa?” tanya kakek sambil berjalan ke arah teras juga.
“Itu, lihatlah ekornya,” kata nenek.
“Ternyata ... bajing yang merusak usuk rumah kita,” kata kakek
“Aduuhh,” kata nenek sambil memegang kepalanya dengan wajah sedih seakan mau menangis.
Mereka berdua, tetap diam dibalik jendela. Tampak bajing lari menyusuri usuk dan balok kayu, berlari kembali ke kebun. Terus lari ke daun pisang. dan melompat ke dahan jambu tetangga seberang.