“Katanya Tika dan keluarga akan pindah ke Bandung lagi,” kata nenek suatu hari.
“Suruhlah tinggal di rumah kita, ada banyak kamar kosong,” kata kakek ,”Bukankah sejak pandemi covid-19, kita sudah tidak menerima anak kos lagi.”
Nenek sudah mencoba menawarkan kepada anaknya untuk tinggal bersama-sama. Tetapi suami anaknya menolak dengan alasan privacy.
Nenek sebetulnya sedih atas penolakan tersebut. Tetapi langsung dikenangnya saat kakek menjabat tangan menantu di pelaminan. Nenek harus bisa menerima. Sejak saat anaknya mengawali menyatakan ikrar pernikahan anaknya bersama suami. Sekaligus merupakan ikrar kakek melepaskan anaknya kepada seseorang yang menjadi suami anaknya.
Dalam rangka pindahan, pengurusan kantor baru dan mencari rumah kontrakan, anaknya, yang merupakan cucu kakek dan nenek, sering ditinggalkan bersama kakek dan nenek. Tentu itu membuat kakek dan nenek senang.
“Sibuk apa pagi-pagi begini?” tanya kakek melihat nenek sibuk di dapur.
“Aku mau bikin oliebollen untuk sarapan bersama Laras,” jawab nenek yang ingin menyambut kebersamaan dengan cucunya secara gembira.
“Apa itu oliebollen?” tanya kakek, “Rasanya sepanjang kehidupan kita nenek belum pernah bikin oliebollen.”
“Itu jajanan Belanda,” jawab nenek yang dilanjutkan, “Kalau di Bandung ya ... odading gitu lah.”
“Wah pasti asyik,” kata kakek yang menjadi ikut gembira.
Nenek yang sudah tua, banyak pengalaman masak-memasak. Tampak asal-asalan dalam membuat oliebollen.