Mohon tunggu...
Rini DST
Rini DST Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga - Seorang ibu, bahkan nini, yang masih ingin menulis.

Pernah menulis di halaman Muda, harian Kompas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Akhir yang Ikhlas

6 September 2020   21:14 Diperbarui: 20 September 2020   20:07 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sambil mengelus perut Nara, dirasakannya gerakan-gerakan halus buah hatinya. Hampir saja Idan menitikkan air mata. Tapi ditahannya saat menatap mata Nara yang ceria. Rasa syukur yang sangat dalam terasa menghangatkan dalam setiap tarikan nafas. Sungguh, Allah telah mengirim seorang istri yang baik dan cantik untuk mendampingi hidupnya.

Idan sekarang sedang melamun sendiri di rumahnya. Kenangan hidup bersama istrinya masih tebayang, tak akan hilang. Baik saat melamun, saat tidur atau pun saat sedang melakukan apa saja yang wajib dilakukan. Idan saat ini wajib menjalani isolasi setelah hasil tes swab dinyatakan positif. 

Kadang terbayang, seandainya saat itu menolak ajakan Nara untuk menonton  saat gedung bioskop mulai dibuka kembali pada masa pandemi covid-19. Nara ingin sekali menonton film cinderella yang sering didongengkan pada masa kecilnya. 

"Pasti merupakan kesempatan indah sebelum melahirkan," pinta Nara, "sesudah melahirkan tak akan ada kesempatan menonton di bioskop lagi."

Nara juga sangat meyakini seperti apa yang dinyatakan oleh satgas covid-19 melalui jubirnya Prof. Wiku Adisasmito, "Bioskop tingkatkan imun!" 

Tak ada yang perlu disesali, tak pernah ada yang tahu apa persisnya yang menjadi penyebab Nara terdampak pandemi covid-19. Apakah karena menonton boskop? Apa karena kehamilan? Apakah karena bekerja di rumah sakit?

Suatu hari, kira-kira dua minggu sebelum jadwal melahirkan, suhu badan Nara terasa panas. Ada rasa tidak enak badan, meriang. Saat Idan mengantar Nara memeriksakan diri, dokter sudah ada firasat kurang enak. Segera meminta Nara untuk tes swab. Beberapa saat setelah melakukan tes, Nara malahan menjadi sulit bernafas. 

Tampak semakin sulit yang harus dibantu dengan  tabung oksigen, dokter meminta perawat untuk membawa ke ruang operasi. Lama Idan menunggu di depan ruangan.  Seakan ada hembusan angin melewati dirinya. Idan sempat merasa merinding. Tapi tetap berdoa untuk keselamatan istri dan anaknya.

Terdengar tangis bayi dari dalam ruang operasi. Alhamdulillah. Idan bersyukur. Tak lama kemudian suster keluar memperlihatkan bayi perempuan yang telah lahir dengan sempurna. Tak lama kemudian disusul dokter yang keluar dari ruangan menyampaikan apa yang terjadi. Benteng ketabahannya seakan tuntuh, Idan tak dapat menahan tangis sambil berpegang pada kusen pintu ruang operasi. 

Rupanya hembusan angin yang dirasakan tadi, merupakan kelebatan Malaikat Izrail yang bertugas menjemput istrinya. Entah bersama siapakah yang menyelamatkan buah cinta Nara dan Idan. Bersama malaikat, pihak rumah sakit berusaha menyelamatkan buah hatinya. Idan harus ikhlas dan tak pernah putus memanjatkan doa.

Kebetulan sekali mertuanya sudah membeli makam Islami saat sebelum ada pandemi covid-19. Ada teman sekantor, sesama pensiunan mengajak mendaftarkan diri di pemakaman Islami di tempat mereka tinggal. Satu kapling taman Firdaus yang dibeli mertuanya bisa untuk berenam. Nara adalah penghuni pertama dari taman Firdaus atas nama mertuanya. 

Lamunannya semakin jauh. Idan membayangkan Nara mengenakan baju sutera berwarna biru muda. Warna kesayangan Nara, yang menjadi warna kesukaannya juga. Warna biru seperti gaun yang dikenakan Cinderella, pada film yang dia tonton bersama Nara di gedung Bioskop. Nonton terakhir, pada pembukaan perdana gedung Bioskop pada masa pandemi covid-19.

Nara duduk di bangku berukir emas. Dibawah rindangnya tanaman anggur yang berbuah lebat. Didepannya tampak hamparan kebun zaitun yang subur dan tercukur rapi. Agak jauh di sana ada kebun tin yang buahnya telah masak. Kebun pisang tertata rapi dengan bunga yang merekah dan buah  yang bersisir-sisir. Terdengar suara gemercik air mengalir di sungai yang lebih bening dari kilauan berlian yang terpasang di cincin yang jadi mahar pernikahan mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun