“Tidak!”
Suara selanjutnya adalah barang-barang yang berjatuhan dan menimbulkan suara berdentang.
“Jangan kamu sentuh Mayang! Dia anak kita satu-satunya yang tersisa. Iblis kamu, Mas!”
“Kalau sudah tahu aku iblis, cepat serahkan anak itu sebelum kesabaranku habis!”
“Tidak akan! Cukup, Mas. Tindakan kamu ini sia-sia. Kamu tidak akan pernah kaya. Bukan begini, Mas!”
“Cukup! Aku bosan melarat!”
Kembali terdengar benda kaca pecah. Bukan satu dua, bukan cuma benda, tetapi juga teriakan. Entah apa yang dilakukan pria di luar hingga wanita itu berteriak histeris.
Setiap mendengar teriakan itu, si gadis kecil berlari dan masuk dalam koper, lalu bersembunyi di sana. Badannya yang mungil memungkinkan ia–aku saat itu–bersembunyi di sana beberapa saat.
“Aku butuh tumbal malam ini! Bawa anak itu sekarang!”
“Ti-tidak, Mas. Jangan!”
Suara Ibu melemah. Setelah pertengkaran reda, aku keluar dari koper, lalu duduk menjuntai sambil melanjutkan membaca buku misteri kegemaranku.