"Tidak, Bu. Mimpi May ada kaitannya dengan tugas dari Ibu." Aku mengacungkan robekan kertas itu.
Usai berdebat, Ibu pun memilih duduk. Dalah helaan napasnya aku mendengar suara Ibu yang berubah parau. Ibu lalu bercerita tentang sebuah koper. Koper di sebuah rumah tua di Jenar. Tidak detail Ibu menjelaskan untuk apa aku harus mengambil koper itu. Ibu hanya memberikan sebuah alamat yang harus aku cari di sana. Barangkali ini bisa memberikan jawaban tentang mimpi aneh yang aku alami.
Warna langit mulai menguning, pertanda senja segera hadir. Langit jingganya terlukis begitu indah di angkasa. Kereta api berhenti di Stasiun Jenar. Stasiun kecil yang lengang. Aku menyusuri pinggiran rel kereta dan mencari pintu keluar. Seorang Bapak paruh baya menawariku jasa pengantaran. Aku lalu mengeluarkan kertas kecil dan menyerahkannya.
Bapak itu menautkan kedua alisnya, lalu memandangku lekat-lekat. "Putrinya Sari?" tanyanya sambil memandangku tak berkedip.
Aku mengangguk sedikit ragu. "Bapak kenal Ibu saya?" tanyaku lagi.
"Kenal. Semua orang di sini kenal ibumu," jawabnya semangat. "Tapi setelah peristiwa itu, tidak ada kabar lagi dari ibumu," jelasnya.
Peristiwa? Peristiwa apa yang menyebabkan Ibu dan aku pindah? Seingatku Ibu pernah bercerita aku lahir di Jenar, lalu pindah dari Jenas 24 tahun lalu.
"Alamat yang diberikan Ibu saya itu, alamat siapa ya, Pak?"
Bapak tua itu mendongak. Kedua matanya seakan menumbuk mataku yang menunggu jawaban.
"Rumah kosong," jawabnya datar.
"Apa? Enggak salah, Pak? Tidak mungkin Ibu memberikan alamat sebuah rumah kosong?"