Mohon tunggu...
susi respati setyorini
susi respati setyorini Mohon Tunggu... Guru - penulis

Pengajar yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Kala #31

24 September 2018   09:53 Diperbarui: 24 September 2018   15:08 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ra! Bangun!" teriak Galuh. Dia terus meronta berusaha membangunkan Rasya. Entah kekuatan dari mana, Galuh bergerak terus dan berhasil melonggarkan ikatan di tangannya. Secepat kilat dia melepaskan ikatan di kakinya dan berbalik arah membangunkan Rasya di belakangnya.

"Setop. Aku bilang berhenti!" larang pria itu.

Galuh sama sekali tak menggubrisnya. Diabaikannya ancaman pria tua itu dan segera melepas ikatan tali di tangan Rasya dan segera membawanya keluar.

"Urus saja adikmu itu. Dan jangan kembali ke rumah ini!"

Galuh menggendong Rasya keluar. Tubuhnya sangat lemah. Tak ada beda dengan Galuh, secara fisik keduanya lemah. Dua hari dalam sekapan tanpa asupan makan dan minum.

Tepat di pintu rumah yang terbuka, ada Hamam dan Dewi berdiri di sana.

"Astagfirullah, Mbak Rasya!" Dewi panik melihat Rasya terkulai lemah. Demikian juga Galuh.

"Saya cari mobil. Bertahan, Mas!"

Hamam lari kencang. Sementara Dewi memegangi telapak tangan Rasya yang pucat. Bibirnya kering.

"Ra ... bertahan, Ra," bisik Galuh di telinganya.

Tak berapa lama Hamam kembali dengan sebuah mobil, Galuh menguatkan diri menggendong sampai mobil. Setelah Rasya terbaring, Galuh terkulai dan pingsan.

***

Semilir angin halus menerobos masuk jendela bergorden putih. Ikut menyapa bersama cahaya pagi. Embun yang masih bertengger di kelopak bunga mawar di luar jendela terayun pelan. Angin tak sengaja menjatuhkannya.

Angin mulai nakal menerobos masuk. Menerbangkan gorden lebih kuat. Aksinya berhasil mengusik pria berkulit gelap. Bulu di pipi dan dagunya mulai tumbuh.

"Aarh ...." Galuh melenguh lirih. Lalu terpejam lagj. Barangkali ia mengigau.

Dewi dan Hamam bergantian jaga. Pagi ini,  giliran Dewi dan Ambar menjaga Rasya dan Galuh. Mereka berada dalam kamar yang sama. Rasya masih tidur barangkali pengaruh obat.

Dewi dan Ambar membaca Al Quran yang dibawanya. Beberapa lembar sudah dihabiskannya. Sesekali mereka melirik ke arah Rasya.

***

Langit yang sejak pagi cerah, tiba-tiba meredup. Awan berwarna kelabu itu merangkak menutupi cakrawala. Di atas rumah sakit, mendadak gelap. Tak berapa lama rintikan hujan menyentuh bumi.

Makin lama makin deras. Di langit terbentuk kilatan cahaya menyilaukan yang disusul suara guruh.

Suara itu sangat mengejutkan, terutama aku. Aku segera menarik selimut dan bersembunyi di baliknya. Tubuhku bergetar.

Samar-samar kudengar suara Dewi memanggilku. "Mbak Rasya,  sudah siuman?"

Aku membuka selimutku dan mencoba mengingat. Bola mataku berputar menyapu seluruh ruangan. Dan berhenti di petiduran Galuh. Dia terbaring. Tak kalah lemahnya denganku. Kulihat pergelangan tangannya dibalut perban. Tanpa aku sadari linangan di sudut mataku mengalir menyentuh pipi.

"Galuh ...."

#31

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun