Trend penyakit tidak menular (PTM) mengalami perubahan dewasa ini. Jika dahulu PTM Sebagian besar dialami oleh Usia Lanjut, kini usia muda/produktif juga menderita penyakit ini. (Fatma dkk, 2022). Padahal menderita sakit pada rentang usia tersebut akan mengganggu aktifitas dan produktifitas penderita.
Diantara penyakit tidak menular tersebut adalah Diabetes Melitus. Diabetes Melitus adalah peningkatan kadar gula darah (>200mgdL) sehingga terjadi gangguan pada metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein tubuh.Â
Ada tiga tipe diabetes. Diabetes Tipe 1, terjadi karena sistem kekebalan tubuh menyerang sel penghasil insulin di pankreas sehingga pankreas tidak memproduksinya. Insulin membantu mengubah gula dalam darah menjadi energi. Jika insulin tidak ada maka akan terjadi penumpukan gula darah dalam tubuh. Pada diabetes tipe 2, terjadi resistensi insulin karena insulin yang dihasilkan oleh pankreas tidak sepadan dengan jumlah glukosa pada darah. Â Terakhir yaitu diabetes gestasional yang terjadi pada orang hamil.
Mirisnya data dari Kemenkes RI tahun 2019 menyatakan Indonesia berada di urutan ke-3 di Asia Tenggara dengan angka Diabetes sebesar 10,7 juta penderita pada rentang usia 20-79 tahun. Perlu menjadi perhatian, bukan hanya pada orang dewasa/tua, kasus Diabetes Melitus ini juga terjadi peningkatan yang signifikan pada anak-anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengungkapkan, kasus diabetes anak Indonesia melonjak drastis sampai 700% di tahun 2023, dibandingkan tahun 2010, yang mana berarti terjadi 2 kasus diabetes melitus per 100.000 jiwa pada anak.
IDAI mencatat, terdapat 1.645 anak dengan diabetes melitus yang tersebar di 13 kota di Indonesia yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang, Semarang, Yogakarta, Solo, Denpasar, Palembang, Padang, Medan, Makassar, dan Manado. 1346 anak menderita diabetes tipe 1 sedangkan 167 lainnya merupakan diabetes tipe 2. Namun angka tersebut hanyalah angka yang teregister pada data IDAI. Nyatanya, kasus diabetes pada anak masih seperti fenomena gunung es. Banyak kasus yang belum terdata, karena tidak semua kasus diabetes anak dirawat oleh dokter anak. Ada juga yang gejalanya tidak spesifik sehingga tidak terdeteksi. (Nanis Marzuki, 2023).
Fenomena ini sangat memprihatinkan karena seperti yang kita ketahui anak merupakan generasi penerus bangsa. Jika penerus bangsa dalam bahaya, tentu masa depan bangsa juga megkhawatirkan. Terlebih lagi usia anak merupakan rentang usia tumbuh dan berkembang individu, yang mana jika terjadi gangguan maka dalam prosesnya pun akan kurang maksimal.
Lantas, apa yang harus kita waspadai sebagai hal yang dapat menjadi penyebab diabetes Pada anak?
Â
Untuk diabetes tipe 1 pada dasarnya karena autoimun, yang mana pada awalnya karena ada factor risiko dari genetik. Namun faktor genetik itu tidak akan menjadi diabetes jika tidak ada faktor lain dari lingkungan yang mempengaruhi. Faktor lingkungan yang menjadi pemicu yaitu dapat berupa diit atau asupan nutrisi. Misal pada bayi yang minum selain asi seperti susu formula. Faktor lainnya yaitu berupa infeksi virus. Upaya menghindarinya yang bisa kita lakukan untuk mencegah penularan infeksi yang bisa dilakukan dengan menereapkan protokol kesehatan  seperi memakai masker saat di keramaian hingga rajin mencuci tangan.
Untuk diabetes tipe 2, penyebab utamanya biasanya gaya hidup:
1. Pola hidup yang tidak sehat tanpa disadari memicu terjadinya diabetes, termasuk didalamnya pola makan yang tidak sehat.
Sebagai contoh kebiasaan orang indonesia yang menganggap makan sebanyak apapun, jika belum makan nasi artinya belum makan. Misalnya  makan roti di pagi hari namun dianggap belum sarapan sehingga makan nasi lagi. Tidak lupa juga snack yang jumlah kalorinya seperti satu porsi makan misalnya batagor, martabak manis, dan lain sebagainya dari bahan tepung. Juga minuman manis seberti boba, milktea maupun minuman manis botol. Jika begini, yang dianggap makan besar hanya 3 kali dalam sehari, namun kalorinya bisa mencapai 6 porsi makan tanpa disadari. Kebiasaan seperti ini biasanya akan menurun ke anak karena telah melihat dan menjadi kebiasaan dari kecil. Gula akan menumpuk dalam tubuh, insulin harus diproduksi berlebih, hingga lama kelamaan perut mulai buncit. Jika ini menjadi kebiasaan maka diabetes  mulai mengintai dan tanpa disadari memasuki fase prediabetes.
2.Konsumsi gula pada anak-anak yang tidak terkontrol.Â
Hal ini dibuktikan oleh data Riskesdas tahun 2018 menyebutkan bahwa kelompok usia yang mengonsumsi minuman  dengan kadar gula tinggi lebih dari sekali sehari, berada pada rentang usia 3-4 tahun dengan presentasi mencapai 68,6%. Diikuti rentang usia 5-9 tahun dengan presentase 66,5%, rentang usia 10-14 tahun sebesar 61,9% dan rentang usia 15-19 tahun sebesar 56,4 persen. Anak-anak atau remaja  cenderung makan sesuatu karena rasanya mereka sukai. Belum paham dan peduli manfaat atau dampak dari makanan tersebut. Ditambah lagi orang yang menormalisasi makanan manis seperti eskrim, cokelat dan permen merupakan makanan anak kecil. Banyak penjual minuman  saset  hingga minuman gelas dengan harga sangat terjangkau untuk anak. Mereka cenderung minuman tersebut alih-alih air putih. Padahal kandungan gula pada minuman tersebut sangat tinggi. Ada juga fenomena pemberian susu kental manis pada balita. Karena nama produk mengandung kata susu, masyarakat menganggap SKM merupakan susu. Padahal kandungannya Kental manis bukanlah susu, melainkan minuman yang terbuat dari gula  dengan kandungan  mencapai 40-50% dan susu hanya sekitar 20%. Ini merupakan bukti masyarakat kurang peduli mengenai kandungan pada makanan yang dikonsumsi.
3.Anak mengalami Obesitas.Â
Orang gemuk atau obesitas memiliki risiko mengidap diabetes 30% lebih besar dibandingkan orang dengan berat badan ideal. Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena obesitas merupakan manifestasi dari pola hidup yang tidak sehat.
Profesor Aman (2023), Eksekutive director dari International Pediatric Asosiation mengungkapkan, bayi prematur/bayi lahir berat badan rendah jika dia menderita obesitas akan lebih berisiko diabetes daripada bayi normal. Â Maka dari itu bayi premature atau BBLR harus dimonitor berat badannya agar tidak sampai obesitas untuk menghindari risiko diabetes. Orangtua biasanya sangat berambisi meningkatkan berat badan bayi yang rendah sehingga tanpa disadari BB anak meningkat drastis. Hal tersebut tidak dianjurkan, melainkan peningkatan secara bertahap dan sesuai dengan persentasi berat badan:tinggi badan per umur koreksi.
4.Gadget pada anak.Â
Kecanggihan gadget generasi ini memang tidak diragukan lagi. Pengguna dapat mengakses berbagai fitur canggih dari game, internet hingga sosial media. Sisi positif gadget untuk anak yaitu dapat mengakses permainan edukatif, belajar tanggap teknologi, mengakses informasi pendidikan, belajar berbahasa hingga melatih funsi otak. Disamping hal positif tersebut ada pula hal negatif yang perlu kita waspadai. Salah satunya akibat keseringan memainkan gadget, anak menjadi kurang bergerak. Penelitian membuktikan bahwa gadget pada anak-anak menyebabkan penurunan aktivitas sehingga risiko gemuknya lebih besar yang diikuti dengan risiko diabetes tipe 2.
Kemudian apa yang bisa dilakukan orang tua untuk mencegah diabetes pada anak?
Toney, A Mulcahy dkk (2023) melalui penilitiannya mengungkapkan bahwa diabetes melitus khususnya tipe 2 yang dapat terjadi kepada siapa saja dapat dicegah dengan beberapa cara diantaranya:
1.Menerapkan gaya hidup sehat. Termasuk didalamnya mengadopsi pola makan sehat dengan memperhatikan menu diitnya yang seimbang, minum air putih cukup, mengelola kesehatan mental, dan rutin berolahraga.
2.Mengurangi konsumsi makanan dan minuman berpemanis. Memperbanyak makan sayur dan buah, juga minum airputih.
3.Beraktivitas fisik.
Diana Suganda (2022) ahli gizi menambahkan orang tua dapat berperan mencegah dengan cara:
1.Memahami kebutuhan gula harian. Menurut Kemenkes, orang normal tanpa diabetes disarankan untuk mengkonsumsi gula tidak lebih dari 10% kebutuhan energi. Untuk dewasa maksimal sebanyak 50 gram per hari (4 sdm). Sedangkan untuk anak 30gram per hari (4 sendok teh)
2.Membaca nutrition fact (kandungan gizi) pada makanan atau jajanan yang dikonsumsi anak. Hal yang perlu diperhatikan  yaitu, biasanya tabel kandungan gizi hanya memaparkan jumlah per sajian, bukan per kemasan. Namun banyak juga makanan yang tidak memiliki tabel kandungan gizi. Untuk hal ini peran sebagai orangtua sangatlah penting sebagai pengontrol.
3.Memberi penjelasan kepada anak dengan Bahasa yang mudah dipahami tentang perlunya mengontrol konsumsi gula harian. Misalnya, jika anak suka minuman manis seperti milk tea dan lain sebagainya. Berilah pengertian bahwa minuman tersebut tidak dapat dikonsumsi setiap hari.
Lalu bagaimana mengenali tanda-tanda diabetes melitus:
Ada 3 gejala utama yang biasa disingkat dengan 3P dan beberapa gejala tambahan yaitu
1.Polidipsi (banyak minum) sering haus.
2.Poliuri (banyak kencing) pada anak bisa juga yang tadinya sudah tidak mengompol jadi mengompol lagi. Bisa juga sering kencing di malam hari.
3.Polifagi (banyak makan) biasanya akan cepat lapar.
4.Berat badan anak turun. Penderita biasanya kurus padahal konsumsi makan dan minumnya banyak.
5.Anak lesu
Jika didapatkan tanda-tanda tersebut segeralah memeriksa anak ke pusat layanan Kesehatan.
Tidak dipungkiri, orang tua berperan sangat besar dalam mencegah diabetes pada anak. Bukan hanya melindungi buah hati tersayang, melakukan pencegahan diabetes pada anak juga melindungi generasi penerus bangsa yang akan menerima estafet untuk memimpin dan menetukan arah negara kita berkembang.
---------------- ----------------- -------------- ---
Daftar Pustaka
Fatma et. al., 2022. Edukasi Pengetahuan Penyakit Tidak Menular dan GERMAS Pada Usia Produktif di Dusun Karangbendo. Panrita Abdi Jurnal Pengabdian Masyarakat. Vol. 6 (1),
Kemenkes RI. 2019. Anak juga Bisa Diabetes. https://p2ptm.kemkes.go.id/tag/anak-juga-bisa-diabetes. 27 April 2023.
Marzuki, Nanis. 2022. Lindungi Anak dari Diabetes. https://www.youtube.com/watch?v=QXvAHXjwDsw&t=1089s. 28 April 2023.
Pulungan, Aman B., 2023. Waspada Diabetes pada Anak. https://www.youtube.com/watch?v=JL-8iuVxEuk. 27 April 2023. hal.2.
 Riskesdas. 2018. Laporan Nasional Riskesdas 2018 Kementrian Kesehatan RI. LPB: Jakarta.
Toney, et.al., 2023. It is in our hands---Why wait until you are sick?': Perceptions about diabetes prevention of Latina mothers in Mexico and the United States.
Suganda, Diana. 2022. Lindungi Anak dari Diabetes. https://www.youtube.com/watch?v=QXvAHXjwDsw&t=1089s. 28 April 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H