Mohon tunggu...
RINI DAMAYANTI 121221162
RINI DAMAYANTI 121221162 Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa/ Universitas Dian Nusantara

Hi, my name is Rini Damayanti. Accounting student at Dian Nusantara University, Tanjung Duren. accompanying lecturer Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak - Tax Accounting

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Mengenal dan Memahami Aplikasi SPT pada kompensansi dan Fasilitas Perpajakan

24 Juni 2024   09:37 Diperbarui: 24 Juni 2024   09:52 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aplikasi SPT pada kompensasi kerugian dan fasilitas Perpajakan

Kompensasi kerugian fiskal merupakan sebuah skema untuk ganti rugi yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan yang mengalami kerugian dalam hal pembukuannya. Dimana kompensasinya dapat dilakukan pada saat tahun berikutnya selama 5 tahun berturut-turut.

Umumnya suatu perusahaan mempunyai 2 jenis perhitungan pada keuangannya yaitu perhitungan komersial dan fiskal, dimana dalam perhitungan fiskal akan lebih diperhitungkan ke penyusunan laporan perpajakannya yang ada di SPT dan akan lebih mempertimbangkan konsekuensi perpajakan dari sisi perusahaannya.

Perhitungan fiskal ini berfungsi untuk segala informasi keuangan yang ada di suatu perusahaan yang kemudian nantinya akan diberikan kepada otoritas pajak untuk tanda kepatuhan pajak perusahaan tersebut dimana atas hasil perhitungan tersebut wajib pajak akan mengetahui apakah mengalami kerugian fiskal atau tidak.

Kompensasi kerugian ini pada dasarnya telah diatur dalam Undang-undang No.36 tahun 2008 pada pasal yang ke 6 ayat 2 yang membahas mengenai Pajak Penghasilan yang didalamnya mencantumkan ayat pertama pada pasal tersebut. Ayat pertama yang tercantum itu sendiri membahas tentang pengurangan yang antara lain :

  • Adanya pengurangan biaya langsung atau tidak terkait dengan kegiatan usaha.
  • Adanya penyusutan untuk pengeluaran agar mendapat harta berwujud dan adanya amortisasi untuk pengeluaran agar mendapat hak, serta atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari setahun
  • Adanya iuran dana pensiun yang disahkan oleh Menteri Keuangan.
  • Adanya kerugian akibat penjualan dan pengalihan harta yang dimiliki dan dalam hal itu digunakan dalam perusahaan terkait.
  • Adanya kerugian yang diakibatkan karena adanya selisih kurs mata uang asing.
  • Adanya pengurangan untuk biaya penelitian serta pengembangan atas perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
  • Adanya biaya beasiswa, pelatihan, serta magang.
  • Adanya Piutang yang ternyata tidak dapat ditagih.
  • Adanya sumbangan yang dialokasikan untuk penanggulangan bencana nasional yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Aplikasi SPT pada kompensasi kerugian dan fasilitas perpajakan memiliki beberapa poin penting yang perlu dipahami. Berikut adalah beberapa hal yang terkait dengan aplikasi SPT pada kompensasi kerugian dan fasilitas perpajakan:

Basis Hukum:

Dasar hukum kompensasi kerugian fiskal berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat 2 tentang Pajak Penghasilan Badan. Menurut peraturan ini, kerugian fiskal dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya, berturut-turut sampai dengan 5 tahun.

Perhitungan:

Kerugian fiskal terjadi karena penghasilan bruto dikurangi dengan biaya yang diperbolehkan menurut ketentuan fiskal, hasilnya mengalami kerugian. Kerugian fiskal tersebut dikompensasikan dengan laba neto fiskal dimulai pada tahun pajak berikutnya, berturut-turut sampai dengan 5 tahun.

Lampiran SPT:

Perhitungan kompensasi kerugian fiskal disajikan dalam lampiran khusus yang harus dilampirkan pada SPT Tahunan PPh Badan. Lampiran Khusus 2A dari SPT Tahunan PPh Badan berisi rincian penghasilan neto fiskal dan kerugian untuk masing-masing tahun pajak, serta rincian kerugian fiskal yang dikompensasikan untuk masing-masing tahun pajak.

Kerugian Luar Negeri:

Kerugian yang diderita di luar negeri tidak boleh digabungkan dengan penghasilan di Indonesia. Namun, jika kerugian diderita di luar negeri dan diperoleh dari kegiatan atau harta yang memiliki hubungan yang kuat dengan cabang atau perwakilan di luar negeri, wajib pajak dapat memperhitungkan kerugian tersebut terhadap penghasilan neto cabang atau perwakilan di luar negeri tersebut.

Perpanjangan Kompensasi:

Direktorat Jenderal Pajak menawarkan fasilitas perpanjangan kompensasi kerugian. Perpanjangan ini memungkinkan wajib pajak untuk mengompensasikan kerugian fiskal secara lebih luas dan lebih jangka panjang.

          Kompensasi kerugian ini pada dasarnya telah diatur dalam Undang-undang No.36 tahun 2008 pada pasal yang ke 6 ayat 2 yang membahas mengenai Pajak Penghasilan yang didalamnya mencantumkan ayat pertama pada pasal tersebut. Ayat pertama yang tercantum itu sendiri membahas tentang pengurangan yang antara lain :

Adanya iuran terhadap dana pensiun yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu).

  • Adanya kerugian yang muncul saat terjadinya penjualan dan pengalihan pada harta yang dimiliki dan digunakan oleh perusahaan terkait.
  • Adanya kerugian yang muncul akibat selisih pada kurs mata uang asing.
  • Adanya pengurangan atas biaya penelitian maupun pengembangan perusahaan yang terjadi di Indonesia.
  • Adanya biaya pelatihan, beasiswa, hingga magang atau PKL.
  • Adanya piutang yang tidak bisa ditagih.
  • Adanya bentuk sumbangan yang disalurkan kepada proses penanggulangan bencana nasional sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PP (Peraturan Pemerintahan).
  • Adanya biaya sumbangan yang disalurkan dalam penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PP (Peraturan Pemerintahan).
  • Adanya biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya juga diatur dalam PP (Peraturan Pemerintahan).
  • Adanya sumbangan dalam bentuk fasilitas Pendidikan yang juga diatur dalam PP (Peraturan Pemerintahan).
  • Adanya sumbangan dalam bentuk pembinaan olahraga yang ketentuannya juga diatur dalam PP (Peraturan Pemerintah).

Adapun contoh dalam kasus kompensasi kerugian fiskal ini adalah sebagai berikut :

PT.BCD mengalami kerugian fiskal sebanyak Rp 300.000.000 pada tahun 2019 yang dimana kerugian tersebut bisa dikompensasikan sampai tahun 2024 dan akan dijabarkan dengan uraian berikut:

Tahun 2019 kerugian fiskal Rp 300.000.000

Tahun 2020 laba fiskal Rp 100.000.000  yang nantinya saat tahun 2021 kerugian fiskalnya bisa dikurangi jadi hanya tersisa Rp 200.000.000

Tahun 2021 Rugi fiskal Rp 30.000.000 dimana wajib pajak belum diwajibkan untuk membayarkan pajak. Namun untuk sisa kerugian fiskal tahun 2021 tetap Rp 200.000.000 dan akan memiliki kerugian fiskal tambahan Rp 30.000.000 untuk tahun 2023 tetapi kedua kerugian tersebut tidak dapat digabungkan.

Tahun 2022 Laba fiskal Rp 75.000.000, digunakan untuk mengurangi kerugian fiskal pada 2021. jadi nantinya kerugian fiskal 2021 berkurang sebesar Rp 125.000.000,. Namun rugi fiskal 2023 tetap Rp 30.000.000

Tahun 2023 Laba fiskal Rp 30.000.00 dimana rugi fiskal 2019 akan dikurangkan dan akan tersisa Rp 95.000.000 namun rugi fiskal 2023 jumlahnya tidak akan berubah.

Tahun 2024 Laba fiskal Rp75.000.000, dimana rugi fiskal 2019 akan dikurangkan lagi dan akan tersisa Rp 20.000.000 namun rugi fiskal 2023 tetap Rp 30.000.000

Berdasarkan penjabaran tersebut diketahui pada 2020, 2022, 2023, dan 2024 menghasilkan laba fiskal yang dimana kerugian tahun 2021 bisa dikompensasi atau diperhitungkan. Kemudian pada tahun 2024, masih terdapat sisa kompensasi kerugian sebesar Rp 30.000.000 Jumlah inilah yang tidak dapat dikompensasikan lagi karena telah melewati batas waktu 5 tahun, sehingga sisa Rp 30.000.000 tersebut dikatakan hangus.

Perpanjangan Kompensasi Kerugian

Peraturan Terkait :

  • Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2015 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang UsahaTertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu s.t.d.d Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2016
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.010/2015 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu Serta Pengalihan Aktiva dan Sanksi Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Diberikan Fasilitas Pajak Penghasilan
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER41/PJ/2013 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan, Penetapan Realisasi Penanaman Modal, Penyampaian Kewajiban Pelaporan, dan Pencabutan Keputusan Persetujuan Pemberian Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Wajib Pajak yang Melakukan Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di DaerahDaerahTertentu

Ketentuan Umum :

Layanan yang diberikan kepada Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penambahan jangka waktu kompensasi kerugian bagi Wajib Pajak yang telah mendapatkan Keputusan Persetujuan Pemberian Fasilitas PPh dan Keputusan Penetapan Saat Pemanfaatan Fasilitas PPh

Prosedur :

Wajib Pajak harus mengajukan permohonan penetapan penambahan jangka waktu kompensasi kerugian tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur Pemeriksaan dan Penagihan

Jangka Waktu :

Paling lama 60 (enam puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap

Syarat & Dokumen :

  • surat permohonan penetapan penambahan jangka waktu kompensasi kerugian
  • fotokopi persetujuan Penanaman Modal baru di kawasan industri dan/atau kawasan berikat dari instansi yang berwenang
  • pernyataan investasi pengeluaran untuk infrastruktur ekonomi dan sosial di lokasi usaha paling sedikit sebesar Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk penanaman modal baru dilampiri dengan dokumen-dokumen pendukungnya
  • pernyataan penggunaan bahan baku dan/ atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) sejak tahun ke-4 dilampiri dengan dokumen-dokumen pendukungnya
  • rekaman akta pendirian badan usaha dan perubahannya dilengkapi dengan pengesahan/persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM atau Pengadilan Negeri
  • pernyataan bahwa Wajib Pajak telah memperkerjakan sekurang-kurangnya 500 (lima ratus) atau 1.000 (seribu) orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut dilampiri dengan dokumen-dokumen pendukungnya
  • pernyataan biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% (lima persen) dari investasi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun dilampiri dengan dokumen-dokumen pendukungnya
  • dokumen Penanaman Modal berupa perluasan dari usaha yang telah ada pada Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau Daerah-daerah Tertentu sebagian sumber pembiayaannya berasal dari laba setelah pajak (earning after tax) Wajib Pajak pada satu tahun pajak sebelum tahun diterbitkannya izin prinsip perluasan Penanaman Modal
  • dokumen melakukan ekspor paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari nilai total penjualan, untuk Penanaman Modal pada bidang-bidang usaha yang dilakukan di luar kawasan berikat

Jika perpanjangan kompensasi kerugian diberikan maka kompensasi kerugian akan lebih lama dari 5 (lima) tahun, tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun

lampiran
lampiran

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun