Sejak pertengahan Oktober, menjelang maghrib, langit di atas Alun-alun Kota Banjar selalu menghitam disertai suara cicit yang terdengar samar.Â
Seiring berkumandangnya adzan Maghrib, langit makin bersih namun suara cicit masih saja terdengar samar. Suara itu berasal dari ribuan burung layang-layang api (barn swallows) yang singgah di kota kecil ini di tengah perjalanannya bermigrasi ke bumi bagian selatan.
Tamu matuh (tamu yang rutin datang), demikian sebutan warga Banjar bagi burung layang-layang api. Sejak lama masyarakat Banjar memang rutin dikunjungi burung layang-layang api.
Mereka berada di kota ini tiap akhir tahun, sekitar Oktober hingga Desember.
Dirilis dari mongabay.id, burung layang-layang api asia memiliki morfologi tubuh sekitar 15 hingga 20 sentimeter. Warna biru metalik pada bagian dorsal, putih pada ventral, garis biru di dada, dan warna orange hingga merah di bagian dagu.Â
Burung jenis ini memiliki ekor cagak agak dalam berbentuk V, dan hidup berkelompok.
"Burung ini selalu hinggap di kabel-kabel listrik dan dahan pohon. Datang tiap sore, sebelum maghrib, trus besok pagi-pagi sekali sudah pergi.Â
Kayaknya mereka mencari makan," jelas Untung Wantoro, warga yang mengamati kehadiran layang-layang api di kota kelahirannya ini sejak 1980-an.
Menurut Untung, warga Banjar sudah terbiasa dengan kehadiran burung ini. Warga lokal menyebutnya Kapinis Migran, karena dianggap jenis Kapinis yang kerap bermigrasi.Â
Nampaknya tak ada warga yang merasa terganggu dengan kehadiran mereka, bahkan tanpa disadari kehadirannya mengingatkan warga bahwa akhir tahun sudah menjelang.
"Sudah mau ganti tahun lagi ya, Kapinis Migran sudah datang," ucap Ajat, petugas parkir di sebuah Bank swasta yang berlokasi sekitar 50 meter dari Alun-alun Kota Banjar.
Dia memaparkan menjelang akhir tahun ribuan burung ini memang selalu datang. Tahun ini, katanya, bahkan ada kelompok yang hinggap di panel jendela Bank tempatnya bekerja. Jendela kantor dan trotoar di depan Bank itu pun diwarnai bercak kotoran ratusan Kapinis Migran. Baunya khas.
Pengakuan Ajat memang benar, penulis melihat tak seorang pun, bahkan anak-anak, yang iseng mengganggu mereka. Reaksi Warga Banjar biasa saja saat ribuan burung datang dan hinggap di sekitar Alun-alun.Â
Sesekali pengendara motor atau pejalan kaki cuma bisa meringis saat  "beruntung" terkena kotoran burung. Tak ada cacian atau umpatan. Kalimat yang sesekali terucap, "euh..beunang (yah, kena)."
Untung menjelaskan sejumlah lokasi di Kota Banjar sempat jadi tempat persinggahan burung layang-layang api. Pada 1990-an mereka memilih hinggap di sekitar perempatan Soponyono dan Jembatan Bendungan Doboku.Â
Dekade berikutnya mereka memilih hinggap di kawasan Alun-alun sampai perempatan Garuda. "Tahun ini sekitar 3000 ekor layang-layang api memilih berpusat di perempatan Alun-alun.Â
Sebagian kecil memang ada yang masih hinggap di sekitar perempatan Garuda dan Soponyono, tapi jumlahnya sedikit, sekitar 100-200 ekor saja," jelasnya.
Kehadiran layang-layang api ini pun diakui pentolan pemuda Kota Banjar Ferdinand Siringoringo, M.Si. Lebih jauh, katanya, Pemkot Banjar bisa memanfaatkan momentum kedatangan burung migran ini sebagai salah satu agenda wisata.Â
Dia membayangkan para wisatawan nantinya menikmati atraksi kelompok burung yang hendak hinggap di sore hari di sebuah tempat pengamatan khusus yang disediakan Pemkot.
"Selama ini antisipasi pemkot menyambut Kapinis migran terbatas pada pembersihan kotoran burung yang tersebar di jalan dan trotoar.Â
Saatnya penyambutan terhadap Kapinis migran ditingkatkan dengan menjadikannya salah satu atraksi wisata ikonik Kota Banjar," papar mantan anggota DPRD Kota Banjar termuda ini.
Penjelajah
Layang-layang api memang dikenal sebagai burung penjelajah yang tangguh. Ferry Hasudungan, aktivis Burung Indonesia menjelaskan burung yang bernama latin Hirundo rustica ini merupakan pengembara dari bagian utara Asia seperti Cina dan Jepang.Â
Biasanya puncak migrasi mereka berlangsung pada Desember sampai Januari.
Pernyataan Ferry di atas diamini Untung. Pada 1990, dirinya pernah mendampingi kelompok peneliti burung migran asal Jepang yang tengah memetakan jalur migrasi Asian Barn Swallow.Â
Saat itu, para peneliti meminta dirinya mengantar ke lokasi burung layang-layang api yang tengah berada di Banjar.
"Kata para peneliti, mereka menemukan sejumlah burung yang telah dipasang ring di Jepang. Ternyata burung yang dipasangi ring itu sempat terpantau di Rusia, Cina daratan, dan Indonesia.Â
Di Indonesia, mereka menemukannya di Surabaya, sekitar Solo-Yogyakarta dan ditemukan lagi di Banjar. Luar biasa," terang Wantoro yang sehari-hari bertugas di Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bidang III Ciamis.
Ferry menjelaskan burung layang-layang api memang menjadikan Indonesia sebagi salah satu tempat transit dalam perjalanan panjangnya menuju bagian selatan bumi.Â
Dirinya mengaku rombongan layang-layang api terbesar yang pernah diamatinya berlokasi di Jambi. "Jumlahnya sekitar 16.000 ekor."
Di Jawa Barat, burung layang-layang api ini sempat dilaporkan ditemukan di Jalan Moh Toha Bandung, dekat sebuah pabrik tekstil.
Sejumlah pengamat burung juga sempat mengamati mereka di kawasan Ciranjang-Cianjur. Di sana, mereka terlihat berjajar rapi di sepanjang aliran kabel listrik.
Kita perlu mengapresiasi warga Kota Banjar yang selalu guyub dengan si tamu matuh. Kehadiran burung layang-layang api di Kota Banjar nampaknya mengingatkan pada perjalanan panjang kehidupan layaknya penjelajahan yang mereka lakukan. Wilujeng sumping tamu matuh!***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H