Mohon tunggu...
Rinda Aunillah Sirait
Rinda Aunillah Sirait Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Alam

Pemerhati satwa liar, penyiaran dan etika media massa. Kumpulan tulisan yang tidak dipublikasikan melalui media cetak.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Selamatkan Kakatua!

16 September 2018   19:41 Diperbarui: 16 September 2018   20:16 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keunggulan kakatua seakan membawa petaka. Di balik keindahan dan hiburan yang disajikan, sejatinya burung ini mendapat perlakuan kejam. Dicerabut paksa melalui perburuan di habitatnya; diselundupkan dalam botol, pipa paralon dan rompi dada tanpa mengindahkan keselamatannya; dipaksa bertahan berhari-hari dalam perjalanan menuju tujuan penyelundupan tanpa pendukung hidup memadai; dan berakhir dengan dipaksa mengubah perilaku alamiah.

Para pemburu kerap menjerat kakatua menggunakan getah yang ditempelkan di dahan pohon. Setelah menempelkan getah, pemburu biasanya meninggalkan lokasi perburuan dan baru kembali setidaknya keesokan hari. Kakatua yang terjerat harus bertahan selama berhari-hari tanpa makan sehingga seringkali mati kelaparan.

Nasib yang selamat tak kalah mengenaskan, getah yang menjerat kerap kali menempel sangat kuat sehingga pemburu perlu membersihkan secara paksa bahkan bila perlu mencabut bulunya.

Proses perniagaan kakatua pun tergolong sadis. Pada Mei 2015 publik sempat heboh saat 24 kakatua jambul kuning gagal diselundupkan ke Surabaya melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Polisi dari Polres Pelabuhan Tanjungperak Surabaya mencurigai pelaku yang baru turun dari kapal KM Tidar jurusan Papua-Makassar-Surabaya-Jakarta.

Terungkapnya penyelundupan ini menjadi buah bibir di dunia maya. Kakatua disekap dalam botol-botol minum dengan keadaan yang menyedihkan---bahkan, tujuh ekor kakatua menemui ajal di kapal, lalu lima ekor lainnya mati di kandang transit sebelum sempat diselamatkan oleh petugas yang berwenang. (sumber: mongabay.co.id & nationalgeographic.co.id)

Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, menurut catatan Profauna, merupakan salah satu jalur penting dalam rantai perdagangan burung kakatua dan nuri asal Papua dan Maluku Utara. Sebagian besar burung yang diselundupkan dari Indonesia timur ke Jawa, melewati pelabuhan Tanjung Perak yang kemudian didistribusikan ke jaringan perdagangan satwa di Surabaya, Malang, Jember, Yogyakarta, Bandung dan Jakarta.

Penyelundupan yang sarat kekejaman semacam itu rawan mengakibatkan satwa mati. Profauna memperkirakan 40% satwa yang diperdagangkan dengan metode pengangkutan seperti itu pada akhirnya mati.

Lolos dari kekejaman penyelundupan, kakatua mengalami kekejaman lain. Sebagai satwa yang hidup berkelompok di habitatnya, kakatua dipaksa hidup sendiri di kediaman kolektor. Hidup sendiri menjadi sebuah siksaan yang harus dijalani sampai mati.

Perlakuan terhadap kakatua koleksi sirkus satwa atau objek wisata tak kalah sadis. Satwa cerdas ini dilatih berbicara, berhitung bahkan mengendarai sepeda dengan menggunakan teknik lapar. Kakatua dibiarkan lapar sebelum dilatih. Setiap keberhasilan mengikuti gerakan atau ucapan yang dijarkan diganjar makanan yang diberikan sedikit demi sedikit.

Jangan Pelihara

Sebenarnya pemerintah telah berupaya melindungi kakatua dengan melampirkan empat jenis kakatua dalam Lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No.20/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun