Mohon tunggu...
Rina Yuliani
Rina Yuliani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Love movie

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Manusia dari Masa Lalu

8 Desember 2022   20:53 Diperbarui: 8 Desember 2022   21:11 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dia menatapku, dengan tatapannya yang bagai elang menemukan mangsanya. Tak berkedip, tajam, menusuk sampai hampir membunuh. Aku hampir berlari saat pertama kali mata itu menemukanku. Berharap kereta yang aku tumpangi lekas berhenti di stasiun terdekat dan menyelematkanku dari tatapan mengerikan itu. aku tak bisa menghindar. Keadaan gerbong yang penuh sesak tak mengizinkanku untuk bergerak sedikitpun. Dia berada tepat dua langkah di depanku. Mengawasi setiap detiknya. Ini mengerikan. 

Lima menit yang terlewati bagai lima tahun lamanya. Aku tak mengenalinya, wajahnya tertutup topi juga masker yang senada seluruhnya "Hitam" persis seperti penjahat dalam serial drama yang sering aku tonton. Aku ingin teriak dan mengatakan untuk jangan menatapku seperti itu, namun dengan keadaan ini bisa saja menjadi kerugian untukku setelahnya. aku tak tahu apa yang sudah aku lakukan sampai membuat manusia itu memandangku dengan sebegitu tajamnya. Apa aku akan dibunuh? Oh Tuhan, selamatkan aku.

Ini bukanlah akhir dari kehidupanku. Aku tak mengenal manusia itu dan kalaupun aku harus mati, itu tidak karena manusia itu. tidak boleh. Aku tidak akan membiarkan dia membunuhku. Untuk itu, aku harus berhati-hati. Dia tak mungkin membunuhku di tempat ramai. 

Maka, aku akan terus berada di gerbong ini sampai keadaan gerbong stabil. Tak boleh turun di stasiun tujuan. Aku harus menghindari hal itu.  aku tak tahu apa yang menungguku di sana, bisa saja komplotannya menungguku disana bukan? Semua bisa terjadi, akan lebih baik bila aku berhati-hati.

20 menit kemudian. Keadaan kereta sudah lebih lengang dari sebelumnya. Manusia itu masih ada ditempatnya. duduk dengan pandangan lurus kedepan. Seolah menatap ke pemandangan yang ada di balik jendela di belakangku, walau sejatinya sedang mengamatiku. Aku tahu seharusnya aku tetap takut pada titik ini, namun suasana hatiku menghancurkan itu semua. aku mulai muak dengan apa yang dilakukan oleh manusia ini. aku sudah sangat jauh dari stasiun tujuan hanya untuk mengindahkan pikiran negatif tentang manusia ini. masa bodo dengan apa yang akan dilakukan olehnya aku akan turun.

Pintu kereta berdenting, aku bergegas keluar dan mulai berlari secepat yang aku bisa untuk menghindari kemungkinan manusia itu mengejarku. Tak punya waktu untuk mengecek keadaan yang ada di belakang aku terus berlari sampai menemukan papan toilet didepanku.

Aku aman. Aku rasa seperti itu. setelah menunggu satu jam lamanya di dalam toilet, aku beranikan diri untuk keluar. Tentu saja, dengan jaket yang sudah kubalik agar berbeda warnanya. Aku juga melepas kacamataku. aku tahu ini akan sedikit menyulitkan, namun masa bodo dengan penglihatan yang tidak normal ini aku hanya merasa harus berjaga-jaga.

Tak ada yang mencurigakan. Keadaan stasiun juga sudah mulai sepi. Malam sudah mulai larut. aku harus sampai rumah sebelum diomeli oleh kakakku. Walau mungkin, di jam segini dia masih berada di tempat kerjanya karena belum ada notice darinya. namun tidak ada salahnya berhati-hati. Aku tak mau membuatnya khawatir.

Aku sampai rumah dengan selamat. Tak ada lagi yang mencurigakan. Tak ada lagi manusia dengan tatapan tajam. Dia tak mengikutiku sampai rumah. Semuanya normal. Rasanya amat lega ketika sudah sampai rumah. Aku merasa sudah berada ditempat teraman. Kakakku belum sampai rumah. Aku mengecek kamarnya dan tak menemukan ia didalamnya. Setelah membersihkan diri aku mulai membaringkan diri di tempat tidurku dan langsung terlelap.

...

Matahari bersinar dengan cerah hari ini. cahayanya menghangat di tubuhku yang tertangkap olehnya. menyenangkan. Ini adalah hari yang menyenangkan karena perasaanku sedang tidak berulah. Biasanya setiap keluar dari rumah selalu ada yang membuat hatiku tak tenang. Entah itu sebab kesiangan, cuaca yang seketika mendung dan membuat aku tak bisa beraktivitas diluar, atau sebab gersangnya cuaca yang membuat rasanya malas bertemu orang-orang diluar ruangan. Banyak hal yang sering membuat suasana hatiku hancur dan menjadikan hariku hancur kemudian, namun hari ini lain, hari ini berbeda, entah kenapa.

Aku berada di dalam busway, duduk sambil memandangi  suasana kota yang ramai oleh gedung-gedungnya yang tinggi menjulang. Entahlah aku tak tahu apa yang akan aku lakukan hari ini. aku hanya merasa harus keluar rumah dan melihat keadaan dunia yang indah ini. aku turun di halte terdekat. 

Masuk ke dalam rumah makan lokal, dan mulai memesan makanan. Rumah makan ini belum begitu ramai, walau mungkin sebentar lagi akan sesak oleh para pekerja yang akan makan siang. Makananku siap dan aku mulai menyantapnya.

Di tengah makan siangku yang amat tenang ini seseorang memanggilku, mengatakan bahwa ia adalah temanku saat di bangku putih biru. Aku sama sekali tak mengenalnya.  namun mungkin manusia ini benar-benar temanku. Tak ada salahnya aku berbincang-bincang sedikit sambil menghabiskan pesananku. Setelah menghabiskan makan siang ku aku bilang padanya bahwa aku harus pergi. Ia memaklumi dan mengatakan untuk menghubungiku lagi untuk bermain jika memiliki waktu senggang yang aku setujui dengan senyuman.

Selama menghabiskan makan siangku dia mengatakan banyak hal. Namun ada beberapa hal yang tak aku mengerti. Tentang bagaiamana kabar suamiku juga anakku. Aku sama sekali tak mengerti apa yang dia ucapkan. Bagaimana aku tahu kabar mereka sedang aku tak pernah menikah? Aku belum menikah. Itu yang aku tahu dengan sangat jelas.

Pertemuan dengan teman lama itu sukses membuat hariku hancur. Aku tak bisa memikirkan apapun selain mencoba untuk menyingkap apa yang sebenarnya terjadi. Apa yang ia katakan jelas saja bukan kebohongan. Terlebih sebab fakta bahwa aku tak pernah dekat dengannya saat Putih biru. 

Jelas dia tak punya motif apapun untuk menipuku. Ia jelas hanya menyapa sebab merasa bahwa kita pernah sekelas dan pernah menghadiri acara pernikahanku. Lalu kenapa aku merasa tak pernah menikah dan memiliki anak? Selama memikirkan hal itu telepon ku berdering yang sontak membuatku terkejut dan lebih terkejut lagi ketika nama yang tertera dalam ponselku adalah "suami".

Aku benar-benar terkejut dan tak bisa melakukan apapun. Aku tak berani mengangkat telepon juga tak berani memikirkan apapun soal ini. Semuanya begitu aneh. Apa yang sebenarnya terjadi? Sambil menghalau rasa panik yang datang aku mulai mencoba membuat diriku lebih tenang dengan mengerjakan pekerjaan yang sedang ada didepanku saat ini. lebih baik aku menghindarinya untuk saat ini. itu akan lebih menguntungkan untukku.

Setelah menyelesaikan pekerjaan yang sebenarnya tidak terlalu penting, aku menutup laptopku dan pulang. Rumahku tak jauh dari area ini yang memungkinkan untuk aku pulang dengan berjalan kaki. Selama perjalanan pulang pikiran tentang apa yang di bicarakan oleh teman lama itu kembali mengusikku. Apa yang sebenarnya terjadi? ada apa ini? mengapa aku sudah menikah? Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghampiri otakku yang tanpa di sadari ternyata aku sudah sampai di depan rumahku.

Begitu pintu rumah ku buka terdengar suara seseorang di dalam dapur juga suara televisi dari ruang tengah. Apa ibu berkunjung? Rasanya mustahil kakakku memasak masakan harum seperti ini kalau bukan ibuku siapa lagi? aku memanggil ibuku seperti yang sering aku lakukan ketika di rumah orangtua ku. Namun aku kembali terkejut dengan jawaban yang diterima dari orang yang ada di dapur. itu bukan suara ibuku.

Dia mengatakan "sayang, kau baru pulang? Aku sudah membuat masakan ayo kita makan".

Siapa itu, kenapa ia ada dirumahku. Aku sama sekali tak mengenali suara itu. lalu sosoknya keluar dari dapur dan menghampiriku. Apakah ini suamiku? Mengapa ia begitu asing? Aku sama sekali tak mengenali wajah ini.

Ia menuntunku ke dapur dan mulai menyiapkan makanan yang telah ia masak.

"siapa kamu?" tanyaku.

Ia tersenyum dengan tenang dan menjawab "aku suamimu"

Tak ada keterkejutan disana. Dia seperti sudah terbiasa dengan apa yang aku pertanyakan dan itu membuatku merasa aneh. Ia melanjutkan makan malamnya tanpa merasa perlu untuk menjelaskan apapun kepadaku yang sampai detik ini masih belum menyentuh makanan yang tersaji didepanku. Setelah menyelesaikan makan malamnya ia tersenyum padaku dan meninggalkanku.

Lalu Ia kembali lagi ke dapur. duduk di hadapanku, kemudian memberikan buku yang sangat aku kenal. Itu buku catatanku. Itu buku tentang segala hal yang terjadi pada diriku. Aku langsung membukanya. dan kembali terkejut dengan apa yang tak bisa aku ingat.

Seketika ingatan itu kembali menyeruak dalam pikiranku setelah ku baca berkali-kali catatan itu. aku ingat pernah menulis hal itu. aku ingat semuanya. Dia memang suamiku.

Kami bertemu di sebuah pernikahan seorang teman. Kemudian menjadi dekat dan akhirnya menikah. Ia sangat baik kepada keluargaku. Kehidupan rumah tangga kami cukup harmonis dan itu semakin bertambah ketika aku di nyatakan hamil. Aku merasa hidupku penuh dengan kasih sayang. 

Hal itu berlangsung sampai kelahiran anak pertamaku dinyatakan gagal. itu membuatku depresi berat sampai mencoba untuk bunuh diri. Hidupku hancur. Semuanya berantakan. Suamiku selalu ada di sampingku. Ia menguatkan. Mencoba menyadarkanku bahwa semuanya bukan salahku dan memintaku untuk merelakannya.

Sampai situ. Catatanku berhenti disitu. Tak ada lagi tulisan setelahnya. Setelah membacanya berulang kali dengan pipi yang masih basah oleh air mata ku tatap mata suamiku. Ia tersenyum. namun bukan senyuman hangat, ia tersenyum meremehkan. Aku tak tahu mengapa ia memberikanku senyuman dan tatapan seperti itu. sebelum aku menanyakan tentang kejanggalan itu perutku sudah ditusuk oleh belati yang sudah ia siapkan di balik punggunya. Aku terkejut dengan tindakan yang ia perbuat. Aku menatapnya dengan tatapan meminta jawaban atas apa yang telah ia perbuat sambil menekan rasa sakit yang aku terima dari tusukan yang ia berikan.

"kau telah membunuh kakakku. Sudah sepatutnya aku membunuhmu. Jika ia tidak bertemu denganmu, jika ia tidak jatuh cinta kepadamu, jika kau melahirkan dengan benar, jika anaknya hidup, jika kau tidak terlalu terpuruk dengan apa yang kau alami karena anakmu, kakaku tak akan mengakhiri hidupnya. Semuanya karena kau" ia mengatakannya dengan berapi-api.

Ia jelas begitu menyayangi kakaknya. Namun karena hatinya telah diselimuti oleh dendam yang membara ia tak akan bisa dengan mudah untuk sadar akan apa yang telah ia lakukan. Aku tak bisa mengubah apapun. Terlebih dengan tusukan di perutku yang membuatku semakin lemah dan tak sadarkan diri setelahnya.

...

Aku terbangun dengan pipi yang masih basah oleh air mata. mimpi itu lagi. dadaku sesak, mataku sembap, perutku masih terasa sakit. ini adalah pagi kesekian setelah aku bermimpi hal yang sama seperti tadi malam. Rasanya amat sangat nyata dan membuatku tak bisa terbiasa sedikitpun. Aku bangun dari tempat tidur. mulai membersikan diri dan sarapan di ruang tengah. 

Kakaku sudah pulang, aku menemukan beberapa barangnya di kamar mandi dan juga di dapur dan mulai lega karenanya. Ini semua nyata. Adik dari suamiku yang ada di mimpi itu tak akan muncul disini. Itu sudah cukup membuatku merasa lebih baik.

Selesai sarapan, aku pergi ke supermarket terdekat untuk membeli beberapa barang yang sudah mulai menipis stoknya dirumah. Di perjalanan pulang perasaanku tidak enak. Serasa seperti ada yang mengawasiku. ku tengok belakang sebentar dan kutemukan manusia dengan tatapan tajam yang aku temukan di kereta kemarin ada di sana. Lima langkah dibelakangku. 

Ku lihat keadaan sekitar yang ramai dan mulai berjalan santai sambil tak menghiraukan manusia dengan tatapan elang yang sedang mengikutiku. Aku merasa tak memiliki kesalahan apapun pada manusia itu jadi aku tak mau memikirkan hal negatif apapun lagi. namun, aku tak akan membiarkan ia mengikutiku sampai rumah. Aku tak akan membiarkan ia mengikutiku sampai sana.

Maka, akupun menghampirinya. Mengatakan kenapa ia mengikutiku. dan aku terkejut saat melihat mata manusia ini dari dekat. Tatapan ini sama dengan orang yang ada dalam mimpiku. Aku jelas mengenalnya sebab mimpi itu terus berulang. Kali ini, setelah berbicara langsung dengannya dari jarak yang lebih dekat ia tidak semenakutkan itu. tak ada tatapan menusuk bagai elang, tak ada tatapan meremehkan, yang ada hanya tatapan penyesalan.

Aku tak mengerti kenapa dia bisa ada di dalam dunia ini setelah sebelumnya aku bertemu dengannya di dalam mimpiku namun aku rasa ia bisa menjelaskan hal itu padaku. Aku aka menunggunya.

Ia melepas semua atribut penutup wajahnya. topi, masker semuanya ia buka dan aku masih terpana dengan apa yang aku lihat di depanku ini. dia Sama persis seperti apa yang aku lihat dalam mimpiku. Entah kenapa bulu halusku meremang, aku mulai takut dengan apa yang akan dia lakukan kepadaku. Setelah sebelumnya di dalam mimpi itu dia baik kepadaku kemudian menikamku aku menjadi lebih takut kepadanya.

Ia duduk di depanku setelah sebelumnya mengajakku ke sebuah cafe terdekat. Menatapku dengan tatapan penuh penyesalan yang kubalas hanya dengan tatapan ketakutan.

"aku baru tahu kalau kaka ada disini kemarin" ucapnya sebagai pembuka

"aku sungguh minta maaf atas apa yang pernah kakak alami" dia berbicara seolah hal itu sangat mengganggu hatinya dan berharap bisa mengangkat beban itu dengan meminta maaf kepadaku. Aku tak bereaksi. Mulutku masih terkunci. Aku tak tahu harus menjawab apa atas permintaan maaf yang ia ucapkan. Sebenarnya lebih kepada rasa syok bahwa orang ini minta maaf atas kelakuannya di dalam mimpi. Itu sangat ganjil.

"aku tahu ini terdengar gila, tapi setiap orang yang sudah mati mereka dihidupkan kembali dan seperti itulah kakak sekarang" jadi, maksudnya alam mimpi itu adalah kehidupanku sebelumnya? Jadi itu semua nyata? Aku bereinkarnasi?

"aku kesini untuk meminta maaf kepadamu dengan tulus. Kemarin saat aku melihatmu, aku langsung menyadari bahwa itu adalah kau kak. Namun, karena aku masih ragu dengan penglihatanku maka ku perhatikan dengan detail sosok mu. Maaf jika itu membuatmu tidak nyaman" ia memberi konfirmasi atas apa yang dia lakukan kemarin. Jadi, Dia menatapku dengan tajam kemarin ternyata untuk mengetahui lebih jelas bahwa ini adalah aku, manusia yang pernah ia bunuh, kakak iparnya.

"apakah aku boleh mampir ditempat kakak?" itu pertanyaan yang sangat mengganggu. Jelas aku tak akan membiarkan ia masuk kerumah ku. Aku masih belum yakin dengan apa yang dia ucapkan. Jadi untuk berjaga-jaga dari segala kemungkinan buruk lebih baik kita tetap disini.

"tolong jangan salah paham. Aku ingin mampir kerumah kaka karena amat sangat merindukan kakak ku. Dia mungkin bukan kakak ku disini. Tapi di dunia sebelumnya dia tetap kakaku." Apa maksud yang ia ucapkan? Kakak ku, kakak ku, dia suamiku di kehidupan sebelumnya? Hah? Ini sungguh gila.

Setelah terkejut dengan pernyataan yang ia ucapkan, aku langsung pergi ke kamar kecil untuk menenangkan diri. Mencoba untuk tetap rasional setelah apa yang telah aku dengar. Aku tak percaya padanya. Dia jelas menipuku dengan mengarang cerita perihal kakaku yang merupakan suamiku di kehidupan sebelumnya. Dia itu siapa sebenarnya? Apa yang ia lakukan disini? Kenapa ia bisa berbicara seperti itu? terlebih dia tahu apa yang terjadi dalam mimpi?

Setelah berdiam lama di dalam kamar kecil aku keluar setelah memutuskan untuk menganggap semua itu hanyalah karangan. Namun setelah sampai meja yang kami tempati aku menemukan bangku yang ia duduki telah kosong dan menyisakan selembar potret yang sudah menguning kertasnya. Ku ambil potret itu dan dengan refleks melempar potret itu sambil teriak ngeri melihat apa yang ada disana.

Aku harus pulang. Aku tak boleh membiarkan manusia itu bertemu dengan kakaku. Tak boleh. Dia tak boleh membicarakan apapun dari masa lalu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun