"Yok opo Min?"
"Sip bang, jo kuatir. Kene ngko ngetem disik nang pos, lek areke lewat ngko dibarengi."
"Pasti budhal tha areke?"
"Jelas bang, Noer iku lak rajin areke. Wes sampeyan tenang ae."
Mintho terus menyakinkan Mat Lontong sahabatnya. Besok puasa akan dimulai dan seperti tahun-tahun sebelumnya warga akan berbondong-bondong ke mushola untuk sholat tarawih, termasuk Noer. Sudah satu bulan lebih sejak Mat Lontong resmi berpacaran dengan Noer tapi hubungan mereka berdua tak juga menunjukkan perubahan. Hanya status yang saat ini Mat Lontong miliki, itupun harus disembunyikan.
"Yo wes lek ngono aku tak mulih disik. Siap-siap Min, ojo sampek telat. Bar magrib tak enteni nang pos," kata Mat.
"Oke thok pokoke," jawab Mintho sambil menunjukkan jempolnya.
Mat Lontong pun bergegas pulang. Dia ingin mempersiapkan diri agar bisa tampil maksimal di depan pujaan hatinya. Noer harus melihatnya, dia harus tahu kalau kekasihnya itu bukan hanya pintar menyanyi tapi juga rajin beribadah. Mat ingin Noer tahu kalau dia tidak salah memilih kekasih. Dia adalah laki-laki berkualitas yang layak diperhitungkan, bukan diabaiakan seperti saat ini.
"Mak, sarungku sing anyar wingi nang ndi?"
"Nang lemari," sahut emaknya dari dapur.
"Lemariku opo lemarine sampeyan?"