Aku menunduk malu dan sedikit kesal dengan jawabannya yang memojokkanku. Aku kembali menatap layar televisi yang sudah berganti acara. Sementara daster itu aku letakkan di samping kiriku.
“Aku yang lebih mengenalmu Bang, mereka tidak tahu kekafiranmu karena sarung dan kopyah dikeseharianmu! Bukankah kamu itu lebih kafir? si kafir dari golonganmu sendiri!”
Wanita itu pergi ke dapur, mungkin akan membuatkanku kopi. Namun aku bersumpah tidak akan meminumnya karena demam sianida itu belum sepenuhnya berakhir. Aku takkan meminumnya, setidaknya untuk siang ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H